Ketua Golkar Aceh, TM Nurlif: Ada Pihak Yang Ingin Pisahkan Orang Aceh Dengan Identitas Keacehannya
31 Desember 2021

Berita Golkar - Ketua DPD Partai Golkar Aceh TM Nurlif mengklaim, saai ini ada pihak atau kelompok tertentu yang ingin memisahkan orang Aceh dengan identitas keacehannya.
"Boleh jadi ada pihak-pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung, membuat jarak orang dengan akar keacehannya," katanya kepada Serambinews.com, Jumat (31/12/2021).
Kegusaran itu dirasakannya, setelah melihat generasi Aceh yang tidak lagi mengaplikasi nilai-nilai ke-Aceh-an, baik dari segi budaya, adat istiadat, maupun agama dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Gandeng Polres Agara, Golkar Gelar Vaksinasi Ribuan Orang di 4 Kecamatan di Aceh Tenggara
"Contoh, tidak ada hari ini yang meminta agar ada peraturan bahwa sejarah Aceh harus dipelajari di sekolah. Dalam seminggu mungkin bisa dua jam saja. Ada tidak hari ini sekolah yang mengajarkan apa itu budaya Aceh," ujarnya.
Bicara tentang ke-Aceh-an, menurut Nurlif ada dua hal yang sangat melekat dengan orang Aceh. Pertama, ikonnya orang Aceh adalah Islam. Kedua, adat istiadat dan kebudayaan.
"Saya mau tanya sekarang, apakah ada 50 persen anak muda Aceh sekarang baik laki-laki maupun perempuan yang konsen (mempelajari) dengan adat istiadat dan budaya?" tanyanya.
Baca Juga: Ilham Pangestu Sisihkan Gajinya Untuk Disalurkan Kepada Masyarakat Langsa Yang Membutuhkan
Apabila adat istiadat dan budaya Aceh tidak dilanjutkan pelestariannya oleh generasi muda sekarang, Nurlif khawatir beberapa tahun ke depan adat istiadat dan budaya Aceh akan hilang begitu saja.
"Kalau bukan mereka yang aktif mempertahankan adat istiadat dan budaya, siapa yang bisa menjamin adat istiadat akan lestari di Aceh," tegas politikus Partai Golkar ini.
"Jika sejarah Aceh sudah hilang, adat istiadat sudah hilang, nilai-nilai Islam di Aceh sudah memudar, sudah selesai ke-Aceh-annya. Identitas ke-Aceh-an hilang," tambahnya.
Baca Juga: Ada Nama Sari Yuliati Di Balik Kisah Sukses Sembalun KOM Road Bike Challenge 2021
Menurut Nurlif, kondisi inilah yang diinginkan oleh orang yang bukan orang Aceh. Dia mengklaim, saat ini ada pihak atau golongan tertentu tidak menginginkan Aceh kuat oleh budaya, agama, dan sejarah.
"Ada mungkin golongan yang menginginkan itu, untuk kepentingan mereka yang kita tidak bisa baca. Saya khawatirkan, kata Aceh itu tetap ada tapi orang Aceh lepas dari akar ke-Aceh-annya," sebut Nurlif.
Tanda-tanda itu, sambungnya bisa dilihat sekarang dimana semakin banyak kasus-kasus kriminalitas dalam masyarakat baik kekerasan, perampokan, pembunuhan, hingga kejahatan seksual.
Baca Juga: Tekad Bulat Golkar se-DIY-Jateng Menangkan Airlangga Hartarto Di Pilpres 2024
"Kalau generasi ke depan tidak konsen dan tidak merasa memiliki serta merawat nilai-nilai ke-Aceh-an, menurut saya nilai-nilai ke-Aceh-an hanya ada dalam literasi tapi tidak aplikatif," ungkapnya.
Karena itu, kondisi ini harus menjadi perhatian semua stakeholder. Tidak hanya pemerintah melalui kebijakannya tapi juga orang tua, guru, teuungku-tengku, dan semua pihak yang ada di Aceh.
"Bukannya hilang sebuah suku kalau ciri dari suku itu sudah hilang. Apakah semua orang Aceh hari ini konsen dengan bahasa Aceh. Mungkin hari ini ada yang lebih bangga berbicara bukan dalam bahasa Aceh di Aceh sendiri," tutupnya. {aceh.tribunnews}
fokus berita : #TM Nurlif