02 Februari 2023

Surya Paloh Bertandang ke Markas Partai Golkar, Tanda Keretakan Koalisi Perubahan?

Berita Golkar - Anjangsana Ketum NasDem Surya Paloh dan jajarannya ke Markas DPP Golkar di Jakarta pada Rabu (1/2) menimbulkan tanda tanya publik jelang tahun politik 2024.

Sejumlah pengamat politik menilai pertemuan itu dilatarbelakangi keretakan Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden pada 2024 mendatang.

Dalam bakal Koalisi Perubahan yang ingin mengusung Anies sejauh ini NasDem menjajaki perkawanan dengan PKS dan Demokrat. Sementara Golkar saat ini bagian dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PPP dan PAN.

Setelah pertemuan, Surya dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengadakan konferensi pers bersama. Keduanya saling menyanjung dan membuka kemungkinan berkoalisi.

Baca Juga: Peduli Perekonomian Desa, Gubri Syamsuar Bakal Diganjar Penghargaan Dari Kemendes PDTT

Manuver politik ini dibuat beberapa hari setelah Surya Paloh bertemu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta. Sejumlah politisi NasDem menyebut pertemuan itu--yang berada di bawah bayang-bayang isu reshuffle Rabu Pon--salah satunya membahas soal keputusan NasDem mendukung Anies.

Selain itu, kedatangan NasDem ke markas Golkar juga dihelat beberapa hari setelah Surya Paloh absen dari pertemuan Koalisi Perubahan. Demokrat dan PKS mengadakan jumpa pers terkait dukungan untuk Anies di Cengkareng beberapa waktu lalu.

Merespons peristiwa-peristiwa politik itu, Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai semuanya saling berkaitan. Dia menyebut kemungkinan besar kedatangan Surya Paloh dkk ke markas Golkar itu dilatarbelakangi keretakan koalisi pendukung Anies.

Menurut Agung, dugaan itu juga diperkuat dengan kondisi Koalisi Perubahan yang tak ada kemajuan. Mereka belum kunjung sepakat soal calon wakil presiden meski sudah beberapa bulan berkomunikasi.

Baca Juga: Warga Papua Terdampak Limbah Tailing Freeport, Dedi Mulyadi: Ironis! Pendapatan Negara Tinggi, Rakyat Menderita

"Akar muasalnya soal deadlock di cawapres ya. Jadi, kebutuhan politik semacam itulah yang saya kira membuat NasDem berpikir ulang apakah ini sudah tepat di Koalisi Perubahan bersama PKS dan Demokrat atau tidak," kata Agung saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (1/2).

Agung tak memungkiri kemungkinan ada pengaruh Jokowi dalam pertemuan NasDem dengan Golkar. Hal itu disimpulkannya dari waktu pertemuan yang digelar beberapa hari setelah Surya dipanggil ke istana.

Dia menduga ada teguran dari Jokowi ke Surya soal manuver mendukung Anies. Oleh karena itu, Surya mencoba mengatur ulang posisi NasDem di dalam koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Saya melihat ada arahan untuk menjauhkan NasDem untuk sementara, atau menyeimbangkan bahasa netralnya, agar tidak terlalu intensif bergaul dengan teman-teman Demokrat dan PKS," ujarnya.

Baca Juga: Jadi Fotografer Dadakan Gibran, Aksi Bupati Kendal Dico Ganinduto Jadi Sorotan

Direktur Aljabar Strategic Arifki Chaniago berpendapat serupa. Dia menilai keputusan Surya menemui Golkar adalah isyarat masih goyangnya bakal koalisi pendukung Anies untuk Pilpres 2024.

Menurutnya, Koalisi Perubahan kemungkinan besar bubar jika Demokrat masih ngotot mengusung ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres. Hal itu diperkuat dengan gestur NasDem yang tak hadir di pertemuan Koalisi Perubahan setelah bertemu Jokowi.

"Tentu Demokrat tidak akan mengikhlaskan itu begitu saja. Potensi pecahnya Koalisi Perubahan ada di sini ketika AHY tidak menerima cawapres yang diusulkan NasDem nantinya. Begitu pun PKS," ujar Arifki saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu.

Direktur Aljabar Strategic Arifki Chaniago menilai Presiden Jokowi tidak akan mendepak NasDem secara keseluruhan dari koalisi pemerintahan saat ini. Hal itu disimpulkan dari gerakan NasDem setelah pertemuan di istana.

Baca Juga: Perkuat UMKM, Nusron Wahid: Pemerintah Perlu Berikan Subsidi Bunga Untuk Nasabah Ultra Mikro

NasDem mulai menjajaki komunikasi dengan rekan koalisi pendukung Jokowi. Pada saat yang sama, Jokowi tak menggelar reshuffle -yang semula santer disuarakan bakal digelar Rabu Pon lalu--, meski dorongan PDIP begitu kuat untuk kocok ulang kabinet itu.

Arifki menilai Jokowi tak mau kehilangan dukungan NasDem di akhir masa pemerintahan periode kedua dan terakhirnya ini. Terlebih lagi setelah pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di HUT ke-50 PDIP yang terlihat ingin mengerdilkan Jokowi selaku kadernya.

"Dengan NasDem digeser dari pemerintahan, Jokowi tidak bisa memainkan posisi dinamis, dia akan bergantung dengan PDIP," ujar Arifki. Agung menilai Jokowi ingin menjaga soliditas koalisi agar bisa menutup masa jabatan dengan baik. Dengan demikian, Jokowi diprediksi akan mempertahankan NasDem di kabinet.

Meski begitu, Jokowi tidak akan membiarkan risiko 'pembangkangan' NasDem begitu saja. Dia tetap akan memberi hukuman karena NasDem mendukung Anies tanpa restu.

"Feeling saya memang ada reshuffle untuk NasDem, tetapi tidak semua posisi menteri, dikurangi sebagai peringatan kepada Surya Paloh agar tidak bermain dua kaki," ujarnya. Agung menambahkan, "Minimal narasi-narasi Anies nanti tidak membabi buta, menciptakan suasana tegang dalam konstelasi 2024." (sumber)

 

fokus berita :