15 Maret 2023

Tanggapi Pemecatan Guru Akibat Kata ‘Maneh’ ke Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi: Itu Politik Kebudayaan

Berita Golkar - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil kembali hangat diperbincangkan publik, kali ini karena kritikan yang dianggap kasar dari seorang guru terhadapnya.

Dalam kritiknya, guru tersebut mengatakan kata "maneh" yang menurut aturan sekolah di lingkungan Sunda dianggap sebagai bahasa kasar. Kata "maneh" dalam bahasa Sunda mempunyai arti "dia". Sebagian orang ada yang mengatakan kata itu kasar dan ada yang menganggapnya biasa saja.

Dalam klarifikasinya, Ridwan Kamil menduga kabar pemecatan guru tersebut ada hubungannya dengan profesi yang dijalani olehnya.

"Mungkin karena yang melakukan posting kasar adalah seorang guru yang postingannya mungkin dilihat atau ditiru murid-muridnya," kata Ridwan Kamil, dikutip MalangNetwork.com dari akun Instagram pribadinya, 15 Maret 2023.

Baca Juga:  Go Digital! Gubri Syamsuar Luncurkan Kartu Pelajar dan Pegawai Berbasis Uang Elektronik

Dalam kasus itu, seorang guru di Cirebon berusia 34 tahun bernama Sabil, mengomentari unggahan Instagram Ridwan Kamil. Sabil berkomentar dalam unggahan Ridwan Kamil yang sedang melakukan video call dengan murid SMP di Tasik dan mengenakan jas kuning.

"Dalam zoom ini, maneh teh keur jadi sebagai gubernur, kader partai, atau pribadi Ridwan Kamil?” (Dalam zoom ini, anda sedang menjadi gubernur, kader partai, atau pribadi Ridwan Kamil?)”, tulis Sabil.

Komentar dari Sabil tersebut sempat disematkan oleh Ridwan Kamil menjadi komentar paling atas dan bisa dilihat dengan mudah oleh siapa pun. Namun, penyematan komentar tersebut sudah dihapus, hingga komentar dari guru itu tenggelam atau mungkin telah dihapus.

Dalam kasus tersebut, mantan Bupati Purwakarta yang kini menjabat sebagai anggota DPR RI Dedi Mulyadi pernah mengatakan bahwa tingkatan dalam bahasa Sunda adalah politik kebudayaan. "Itu politik kebudayaan supaya orang-orang tidak memakai bahasa Sunda," kata Dedi Mulyadi saat mengobrol secara virtual dengan budayawan Sunda Budi Dalton, 21 Oktober 2021.

Menurut Dedi Mulyadi, bahasa kasar yang sekarang ada adalah bahasa rakyat zaman dulu. Dan bahasa halus merupakan bahasa yang khusus dipakai oleh para priyayi kala itu.

Baca Juga: Lantik Pengurus Partai Golkar Langkat, Musa Rajekshah Minta Pertahankan Kemenangan

Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa dengan adanya tingkatan bahasa, masyarakat Sunda menjadi tidak mau memakai bahasanya sendiri karena ketakutan menggunakan bahasa kasar. "Ku ayana undak usuk basa, jelema jadi embung ngomong Sunda," (Dengan adanya tingkatan bahasa, masyarakat jadi tidak mau berbicara bahasa Sunda), ucap Dedi Mulyadi.

Untuk itu, masih kata Dedi Mulyadi, sebagai masyarakat yang bukan dari kelas priyayi, sebetulnya tidak ada yang salah untuk memakai bahasa yang dianggap kasar. Karena pada dasarnya, bahasa Sunda yang dianggap kasar sekarang adalah bahasa keseharian masyarakat Sunda pada zaman dahulu. (sumber)

 

fokus berita : #Dedi Mulyadi #Kang Dedi