Berita Golkar – Pemilu 2024 yang digelar Februari lalu merupakan pemilu paling bar-bar. Upaya caleg untuk menarik suara rakyat bukan lagi pada adu program dan gagasan, tapi kuat-kuatan jumlah logistik.
Kesimpulan itu, disampaikan politisi senior Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa dalam Podcast Ngegas yang dipandu Redaktur Rakyat Merdeka, Siswato, Selasa (2/7/2024).
Agun ini bukan orang sembarangan di Senayan. Dia sudah 6 periode menjadi anggota DPR. Dan, terpilih lagi menjadi anggota DPR pada pemilu lalu. Berarti, ini periode ketujuhnya manggung di Senayan. Setelah mengikuti 7 kali pemilu, Agun menilai pemilu ini paling banyak main uangnya.
“Money politic itu kencang banget. Saya saja sampai kewalahan dan miris banget lihat ini,” ungkap Agun.
Anggota DPR dari Dapil Jawa Barat X ini menilai, tak heran bila kemudian banyak anggota dewan yang akhirnya harus berurusan dengan penegak hukum karena terlibat kasus korupsi. Mahalnya harga kursi legislatif, membuat caleg putar otak buat balik modal ketika sudah terpilih.
Benarkah caleg habiskan sampai puluhan miliar rupiah? Kata Agun, dengan melihat realitas yang terjadi di lapangan saat pemilu, sangat mungkin harga kursi DPR sampai puluhan miliar. Hitung-hitungannya, mulai dari biaya kampanye, hingga serangan fajar yang dibagi-bagi caleg jelang hari pencoblosan.
Agun sendiri mengaku habis sekitar Rp 5 miliar pada Pemilu 2024. Duit tersebut, kata Agun, untuk biaya cetak alat peraga kampanye (APK) dan mobilisasi. Namun, kalau dikalkulasi dengan bantuan yang dikeluarkan selama tahun masa reses dan sumbangan dana CSR, totalnya juga sampai puluhan miliar rupiah.
“Bayangkan yang incumbent aja segitu, apalagi yang caleg baru,” ungkap anggota Komisi XI DPR ini.
Agun lantas menyinggung Pemilu 1999 dan 2004. Kata dia, 2 pemilu yang digelar pasca reformasi itu, merupakan yang terbaik dibanding beberapa periode terakhir. “Semua orang masih beradu gagasan. Partai politik juga semangat ingin melanjutkan reformasi,” ujar Agun.
Kenapa terbaik? Kata Agun, pada 2 momentum pemilu itu, politik uang tidak brutal seperti sekarang. Ongkos politik yang dikeluarkan caleg cuma sedikit. Kecilnya biaya politik, karena ditopang oleh parpol yang kuat. “Pada 2004, partai politik (parpol) masih sangat kuat. Saat itu, tiap parpol dapat seribu rupiah/suara dari negara,” jelasnya.
Menurut Agun, pilar utama demokrasi adalah parpol. Jika ingin demokrasi berjalan sehat, parpolnya harus kuat. “Dan kekuatan itu butuh biaya,” tegasnya.
Sayangnya, beberapa periode terakhir, ada dana bantuan kepada parpol dipangkas menjadi Rp 108 per suara. Seketika, kekuatan parpol goyah, dan membuka ruang bagi pengusaha untuk ambil bagian.
Ada kaitan dengan money politic? Tidak juga. Kata Agun, jika fungsi rekrutmen parpol benar dalam menempuh kaderisasi, tentu biaya politik tidak akan semahal seperti saat ini.
“Saya bicara soal fungsi representasi dan rekrutmen dalam menjalankan tata kelola parpol. Jadi harus ada sertifikasi kompetensi,” ujar anggota DPR enam periode ini.
Sekadar informasi. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat perputaran uang selama Pemilu 2024 mencapai Rp 80 triliun. Duit sebanyak itu keluar dari kantong-kantong politisi, mulai dari partai, calon legislatif (caleg), incumbent, dan pejabat aktif.
Kata Agun, hari ini justru terjadi kemunduran demokrasi. Bahkan, sudah bertolak belakang dengan cita-cita reformasi. “Kalau tata kelola parpol seperti ini, apa yang bisa diharapkan, misalnya tentang fungsi legislasi, budgeting, dan pengawasan,” keluhnya.
Lantas apa solusinya? Kata Agun, jadikan parpol kembali sehat. Saat ini, ada 10 parpol yang lolos ke parlemen. Ia usul agar masing-masing parpol diberi dana bantuan Rp 1 triliun per tahun.
Dengan begitu, parpol tidak lagi bergantung pada pengusaha maupun seorang bandar. Terlebih, APBN 2024 mencapai Rp 3.325 triliun. Dengan memberikan Rp 10 triliun kepada parpol untuk keberlangsungan demokrasi, tidaklah mahal.
Agun mengakui, saat ini kinerja parlemen tengah disorot masyarakat. Namun, bantuan Rp 1 triliun kepada parpol merupakan cara instan untuk menjadikan fungsi parlemen kembali kuat.
Terkait kekhawatiran dana parpol bakal jadi bancakan, Agun menepisnya. “Itu kan asumsi yang dibangun supaya parpol tetap lemah. Semua biaya tadi itu ada regulasinya,” tegas Agun.
Sehingga, ketika ada parpol yang menyelewengkan dana tersebut harus mendapatkan sanksi yang berat. “Jadi bukan cuma dipecat, tapi juga dipenjara,” pungkas Agun. {sumber}