Berita Golkar – Memimpin partai sebesar Partai Golkar membuat nama Aburizal Bakrie mencuat ke permukaan untuk memimpin negeri ini. Tidak ada yang bisa menyangsikan hal itu. Terlebih ia sudah teruji sebagai salah seorang menteri di kabinet pemerintahan SBY periode pertama sebagai Menko Kesra. Aburizal Bakrie pernah menjadi ujung tombak negara dalam membantu masyarakat yang sulit dan memudahkan kehidupan rakyat Indonesia. Ia semakin dikenal seiring begitu banyaknya program pro rakyat yang ia pernah ia gelontorkan. Namanya pun diproyeksikan sebagai calon presiden unggulan yang bakal menggantikan SBY di Pemilu 2014 saat Aburizal Bakrie memimpin Partai Golkar. Tetapi dengung pencalonan Aburizal Bakrie terlalu awal.
SBY baru memasuki satu tahun kekuasaan di periode kepemimpinannya, tetapi Aburizal Bakrie sudah ditasbihkan sebagai bakal calon Presiden RI oleh Partai Golkar. Ia tampak tidak ingin melewatkan momentum untuk menjadi calon presiden. Saat itu, belum ada siapapun figur kuat yang diproyeksikan akan menggantikan SBY, kecuali satu orang, Prabowo Subianto eks kader Partai Golkar yang kemudian mendirikan Partai Gerindra.
Seperti biasa, Aburizal Bakrie tidak bergeming terhadap persoalan itu. Baginya pro dan kontra adalah hal biasa di dalam dunia politik. Sebelumnya Aburizal Bakrie di tahun 2006 saat ia menjabat sebagai menteri, cobaan datang silih berganti. Saat itu, entah apa sebabnya 180.000 meter kubik lumpur panas menyembur di Desa Porong, Sidoarjo, sehingga menenggelamkan desa-desa sekitar dan membuat 13.000 keluarga kehilangan rumahnya. Apesnya semburan lumpur itu disebabkan oleh aktivitas pengeboran PT Lapindo Brantas di sumur eksplorasi gas Banjar-Panji-1 yang terletak sekitar 150 m dari pusat semburan.
PT. Lapindo Brantas sangat erat kaitannya dengan Aburizal Bakrie, karena keluarga Bakrie merupakan pemegang saham utama di perusahaan tersebut. Alhasil momentum semburan lumpur Sidoarjo menjadi pukulan keras yang dilayangkan lawan-lawan politiknya kepada dirinya. Pemberitaan dari Metro TV misalnya, televisi milik Surya Paloh, kompetitor Aburizal Bakrie sewaktu mencalonkan sebagai Ketua Umum Partai Golkar. tidak pernah absen untuk terus menyoroti persoalan semburan lumpur Sidoarjo. Mereka mengeluarkan berbagai macam pemberitaan, mulai dari sudut penderitaan rakyat akibat kejadian itu dan juga sudut tanggung jawab Bakrie Group.
Terkait semburan lumpur Sidoarjo ini, negara memiliki kesimpulan bahwa ini bukanlah kesalahan orang per orang, termasuk kesalahan teknis dalam aktivitas pengeboran gas yang dilakukan PT. Lapindo Brantas. Ada faktor bencana alam gempa bumi Yogyakarta dua hari sebelumnya yang memicu peristiwa ini. Gempa dengan kekuatan 6,3 Skala Richter tersebut mengaktifkan kembali patahan yang sebelumnya tidak aktif dan menimbulkan rekahan bawah tanah sehingga lumpur dapat menyembur ke permukaan.
Meski begitu, Lapindo Brantas diharuskan membayar sebesar 2,5 triliun rupiah kepada para korban dan sekitar 1,3 triliun rupiah untuk menghentikan semburan. Aburizal Bakrie bisa saja mengajukan pailit ke pengadilan tata niaga atas keharusan membayar ganti rugi korban lumpur Sidoarjo. Sebaliknya Aburizal Bakrie menyatakan bahwa ia menghindari hal tersebut dan mencoba menyelesaikan masalah ini dengan membeli lahan yang terkena dampak luapan lumpur, tapi ia tidak ingin menggunakan istilah ganti rugi, ia hanya akan membeli lahan bagi masyarakat yang rumah dan huniannya terdampak semburan lumpur Sidoarjo.
Hingga tahun 2011, saat dengung pencalonan Aburizal Bakrie sebagai calon Presiden RI menggema, semburan lumpur Sidoarjo masih menjadi tabuhan genderang sumbang yang selalu dimainkan lawan politik. Kini korban semburan lumpur Sidoarjo memang belum seluruhnya mendapatkan penggantian. Tetapi bagi yang sudah mendapatkan uang penggantian, kualitas hidup mereka menjadi lebih baik.
Belum kelar masalah lumpur Lapindo di kabupaten Sidoarjo hingga kini memang masih “mengambang”, Bakrie kemudian diisukan terlibat dalam kasus pajak yang kembali menyeret beberapa perusahaan yang dimilikinya. Ya, Ical disinyalir tidak melakukan pembayaran pajak secara tertib secara berkala kepada kantor pajak negara. Guna melancarkan usahanya, kabarnya beberapa perusahaan yang dimiliki oleh Aburizal Bakrie melakukan penyuapan terhadap sejumlah pejabat di kantor pajak.
Hingga sekarang, kasus ini masih simpang siur. Ada yang menyebutkan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani sengaja membuka front terhadap Aburizal Bakrie terkait friksi mereka saat berada di bawah kabinet yang sama. Sri Mulyani bahkan sempat menuding Aburizal Bakrie sebagai salah satu figur yang berada di balik hak angket kasus Bank Century. Meskipun sejumlah kasus menyeret namanya, namun, sebagai seorang politisi dan pengusaha dia tetaplah sosok yang misterius, penuh semangat, cerdik, dan tak kenal menyerah. Hal itu dibuktikannya dengan kemampuan dan keberaniannya menghadirkan sebuah media baru yang kemudian dinamakan TV One. Kehadiran televisi swasta ini menjadi bukti ketangguhan dan kecerdikan seorang Ical dalam berbisnis di tengah tingginya tingkat persaingan televisi swasta nasional dan kencangnya terpaan pemberitaan lumpur Lapindo di kabupaten Sidoarjo yang menyeret namanya.
Merasa bahwa persoalan semburan lumpur Sidoarjo dan hal lainnya sudah terkendali, dan tidak akan terlalu banyak memukul citra Aburizal Bakrie pada Juni 2012, 21 kader Golkar yang mewakili sejumlah unsur partai mulai dari pimpinan DPD I, pimpinan hasta karya dan organisasi sayap Partai Golkar menemui Aburizal Bakrie. Pimpinan rombongan saat itu, Idrus Marham, menyatakan bahwa kedatangan mereka mewakili seluruh DPD I Golkar yang membawa surat permintaan agar Aburizal Bakrie menjadi calon Presiden.
Dikutip dari pemberitaan viva.co.id pada artikel dengan judul berita, ‘Aburizal Bakrie, Capres Pertama 2014’ pada tanggal 29 Juni 2012 Aburizal mengungkapkan alasan mengapa dirinya menerima pinangan para kader sebagai calon presiden Partai Golkar, padahal sebelumnya pada Rapimnas II dengan agenda penetapan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden, ia secara implisit menolak keinginan kader Partai Golkar tersebut.
Selain itu, keputusan Rapimnas yang mengamanatkan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden Partai Golkar belum benar-benar solid. Beberapa waktu setelah Rapimnas usai, Ketua Dewan Penasehat DPP Partai Golkar di masa itu, Akbar Tanjung, mengkritik keputusan di awal Oktober 2011 ketika Rapimnas Partai Golkar memilih Bakrie sebagai kandidat pilihan tanpa memperkenankan orang lain untuk mengikuti pemilihan kandidat.
Akbar Tanjung menyebutkan proses tersebut sebagai tindakan tidak demokratis. Kritik tersebut juga disuarakan oleh beberapa anggota partai lainnya, termasuk beberapa anggota dalam tingkatan regional. Aburizal Bakrie merespon kritik Akbar Tanjung tersebut dengan mengatakan bahwa itu adalah “serangan politik” dan The Jakarta Post menjelaskan pernyataan Bakrie tersebut sebagai sikap tak acuh. Agaknya sekarang Aburizal Bakrie mengatakan bahwa apa yang dikatakan Akbar Tanjung itu adalah sebuah ungkapan kasih sayang seorang sahabat kepada dirinya.
Ia sedikit banyak menyadari apa yang dikatakan Aburizal Bakrie sebagai tamparan berharga seorang sahabat. Tentu saat itu dengan ego dan ambisi yang menggebu, Aburizal Bakrie sedikit melompati pagar batasan yang telah dibuat Akbar Tanjung. Setidaknya ia masih bisa menahan diri dengan secara halus menolak dan tidak melakukan deklarasi pencalonannya sebagai presiden dari Partai Golkar saat di Rapimnas II Partai Golkar.
Dalam alasan yang ia coba kemukakan kepada khalayak umum, Aburizal Bakrie menjelaskan mengapa di Rapimnas II, belum memutuskan menerima pinangan dari para kader sebagai calon presiden Partai Golkar. Ia menjawab masih ingin melihat kerja kader membesarkan partai. “Sekarang elektabilitas Partai Golkar sudah nomor satu, popularitas saya juga terus naik,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Villa Bakrie Tirta Nirwana, Kompleks Bogor Nirwana Residence, Bogor, Jumat 29 Juni 2012.
Keyakinan Aburizal Bakrie bersedia dicalonkan sebagai presiden tersebut terbentuk setelah melihat semua Dewan Pimpinan Daerah tingkat I Partai Golkar membawa seluruh surat dari DPD tingkat II untuk mencalonkannya sebagai presiden. Artinya Partai Golkar dalam kondisi solid mencalonkannya sebagai Capres. Bukan hanya itu, di tingkatan elit ia terlebih dahulu mencoba mencairkan kebekuan dan berusaha meyakinkan figur-figur seperti Akbar Tanjung yang belum sepenuh hati menerima pencalonan dirinya sebagai Capres. Ketika komunikasi sudah terbangun secara efektif dan elit Partai Golkar telah menerima keputusan, maka ketika itulah Aburizal Bakrie menyatakan kesiapannya sebagai calon presiden.
Kesolidan internal Partai Golkar amat berarti penting karena pasti mesin politik akan berjalan secara efektif jika internal partai ini solid. Aburizal Bakrie juga melihat, semua mekanisme partai telah dipenuhi untuk proses pencalonan ini. Hingga jika suatu saat pencalonannya sebagai presiden digugat oleh internal Partai Golkar atau orang luar yang melakukan infiltrasi ke dalam tubuh partai dan mencoba mengganggu, dasar keputusannya sudah kuat.
“Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim. Saya menerima. Insya Allah, saya akan berjuang keras ke daerah-darah dan meminta dukungan saudara-saudara semua di sini,” ujarnya dengan tegas disambut tepuk tangan dan teriakan ‘ARB Presiden!’ dari para kader yang hadir.
Dalam kesempatan itu, Aburizal Bakrie pun memaparkan mengenai strateginya dalam menghadapi Pemilu Presiden dan mengapa Partai Golkar menetapkan figur calon presiden jauh hari sebelum Pemilu 2014 dilaksanakan. Penetapan calon presiden jauh-jauh hari ini, kata Aburizal, memberikan keuntungan pada Golkar. “Penetapan capres yang ditentukan setelah Pemilu, saya anggap sangat terlambat karena tidak ada waktu untuk mengatur strategi, sebaik apapun itu,” kata Aburizal Bakrie.
Terlambat! Itu satu kata yang diucapkan Aburizal Bakrie mengenai pengukuhan dirinya sebagai Capres. Padahal saat itu masih tahun 2012, dua tahun menjelang dilaksanakannya Pemilu. Bisa jadi memang benar, pencalonannya sebagai presiden bisa jadi terlambat, karena jarak antara Pemilu dan Pemilihan Presiden terlalu dekat sehingga tidak ada waktu bagi calon presiden untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas. Tetapi perspektif berbeda justru diterapkan partai-partai lain. Mereka tidak ingin terburu-buru untuk menentukan siapa Capres yang akan diusung. Menjalin komunikasi untuk membentuk sebuah koalisi lah yang utama bagi partai lain. Belakangan, persoalan koalisi ini yang mengganjal pencalonan Aburizal Bakrie sebagai Presiden RI.
Selain itu Ical, sapaan Aburizal Bakrie, juga mengatakan masalah soliditas internal juga menjadi ganjalan. Mengapa baru sekarang pengukuhan dirinya sebagai calon presiden dilakukan. “Memudarnya semangat dan soliditas partai karena banyak skenario politik yang ada,” kata Ical.
Situasi itu kemudian menyebabkan proses politik yang terjadi tidak produktif, karena terbelenggu skenario politik dan sebagainya. Kegiatan yang harusnya produktif menjadi kontraproduktif di internal Partai Golkar. Partai ini memang dikenal memiliki gaya-gaya silat politik yang begitu bebas. Tidak ada seorangpun yang mampu menganalisis jalan pikiran serta strategi politik Partai Golkar. Dalam hitungan detik, apa yang telah diputuskan oleh partai bisa saja berubah di hitungan detik berikutnya. Aburizal Bakrie menginginkan hal ini tidak terulang kembali nanti. “Kita tidak ingin konsentrasi kita terganggu, kita tidak ingin soliditas kita terganggu, dan kita tidak ingin telat memutuskan capres,” kata Aburizal.
Dengan ditetapkannya capres saat ini, kata Ical, ada sekitar 18 bulan yang dimiliki Partai Golkar sebelum Pilpres 2014. Waktu yang menurut Ical terlalu pendek itu menimbang pada kebutuhan politik untuk mensosialisasikan dirinya sebagai Capres. Tujuannya tentu tidak lain adalah untuk meningkatkan elektabilitasnya sebagai calon presiden. Aburizal Bakrie pada saat itu berkeyakinan bahwa elektabilitas yang tinggi akan membuat partai-partai lain berduyun-duyun ingin berkoalisi dengan Partai Golkar. “Tidak panjang dan tidak pendek untuk persiapan memenangkan pilpres 2014,” ujarnya.
Dalam upayanya untuk menjadi presiden, Aburizal Bakrie mengungkapkan beberapa program serta agenda ekonomi seperti proteksionisme dan meyakini bahwa Indonesia perlu menyimpan sumber daya alamnya (seperti gas alam) untuk memperkuat industri dalam negeri. Dalam wawancaranya dengan Bloomberg, ia menyatakan bahwa “saya akan menggunakan gas ini terlebih dahulu dan akan mengekspor sisanya.”
Ia juga mengutarakan niatnya untuk melanjutkan program yang sudah dijalankan di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membatasi ekspor mineral mentah untuk mengubah Indonesia dari negara pengekspor bahan baku menjadi produsen barang industri. Dengan adanya kebijakan tersebut, Aburizal Bakrie menjelaskan bahwa Indonesia secara ekonomi akan untung besar dan mendapatkan nilai tambah dari komoditas hasil ekspor yang tak lagi berbentuk bahan baku.
Selanjutnya, Aburizal Bakrie meyakini bahwa Indonesia harus mengembangkan infrastruktur (termasuk pembangunan kilang minyak) dan memiliki posisi fiskal yang lebih agresif. Ia juga mengungkapkan niatnya untuk membangun desa-desa dan memperbaiki sasaran subsidi bahan bakar dan makanan. Dengan begitu Aburizal Bakrie menyasar bahwa program yang diusungnya sebagai calon presiden bakal secara efektif mewujudkan kesejahteraan dan pemerataan ekonomi bagi Indonesia.
Internal DPP Partai Golkar yang sudah solid dalam agenda pengusungan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden ternyata tidak sejalan dengan kehendak rakyat. Berdasarkan hasil survei atau jajak pendapat yang dilakukan sejak masa deklarasi pencalonan sampai berjalannya waktu mendekati waktu pendaftaran bakal Capres dan Cawapres, hasilnya tidak terlalu menggembirakan bagi Aburizal Bakrie dan Partai Golkar.
Jajak pendapat memperlihatkan bahwa urutan Bakrie berada di bawah calon presiden lainnya. Misalnya, menurut survei yang dilakukan oleh Soegeng Sarjadi Syndicate pada tanggal 3-22 Juli 2013, elektabilitas Aburizal Bakrie tercatat hanya 4,23% jika dibandingkan elektabilitas dengan tokoh lain seperti Joko Widodo sebesar 25,48%, Prabowo Subianto sebesar 10,52%, dan Jusuf Kalla sebesar 5,69%. Lalu pada survei yang digelar pada rentang waktu 14-25 Februari 2014, oleh lembaga survei Indo Barometer yang didasarkan pada simulasi 13 nama calon presiden, Aburizal Bakrie menempati peringkat ketiga dengan persentase sebesar 12,5 persen, sementara Joko Widodo menempati peringkat pertama dengan persentase 34,8% dan Prabowo Subianto pada peringkat kedua dengan persentase 17,4%.
Survei Indo Barometer juga menunjukkan bahwa dalam skala penilaian dari 1 hingga 10, integritas moral Aburizal Bakrie dianggap rendah dengan skor 6,00, sementara keterampilan politiknya mendapatkan skor 6,58, penampilan 6,56, komunikasi politik 6,51, ketegasan, kepemimpinan, dan intelektualitas 6,47, stabilitas emosi 6,45, visioner 6,29, dan empati sosial 6,04. Akan tetapi, menurut survei Indo Barometer pada Desember 2013, elektabilitas Bakrie masih mengungguli calon dari Partai Golkar lainnya, seperti Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Agung Laksono, Theo L. Sambuaga, Fadel Muhammad, dan Syarif Cicip Sutardjo.
Akibat elektabilitasnya yang rendah, muncul pergolakan di internal Golkar. Priyo Budi Santoso misalnya yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPP Partai Golkar menyatakan bahwa evaluasi atas keputusan Rapimnas atas pencalonan Aburizal Bakrie sebagai presiden dapat terjadi, selain itu evaluasi atas posisi yang diemban Aburizal Bakrie sebagai ketua umum pun dapat ditinjau ulang, semua tergantung bagaimana nanti perolehan suara Partai Golkar saat pemilihan umum legislatif. Bahkan muncul isu bahwa bila Golkar tidak mendapatkan cukup suara dalam pemilu legislatif pada tanggal 9 April 2014, kelompok yang tidak puas dengan Bakrie berencana menjatuhkan Bakrie.
Terlepas dari bagaimana proses Aburizal Bakrie mencalonkan diri sebagai calon presiden dari sejak menerima mandat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, lalu Capres hasil Rapimnas, dan menjalin komunikasi koalisi, terlihat jelas bahwa Aburizal Bakrie adalah seorang petarung. Ia tidak berteman dengan ambisi semata, tetapi kecerdasannya dalam melihat peluang dan keberaniannya mengambil peluang itu patut diacungi jempol. Sebagai politisi, Aburizal Bakrie bisa dikategorikan sebagai figur yang berhasil memimpin Partai Golkar. Meski tidak memenangi Pemilu, Partai Golkar tetap mempertahankan posisinya dengan raihan terbesar kedua di bawah PDIP pada Pemilu legislatif 2014.
Keberhasilan Aburizal Bakrie dalam mengkombinasikan dunia bisnis dan dunia politik patut diberi catatan kritis. Torehan ini tentu sangat luar biasa bagi Aburizal Bakrie di tengah berbagai isu negatif yang kian menerpanya. Tapi, Golkar tentu saja sebagai partai tertua di Indonesia telah memiliki pengalaman yang sangat matang dalam memilih kader untuk diusung menjadi perwakilan di berbagai posisi yang prestisius. Termasuk, pilihan untuk mengusung Aburizal Bakrie sebagai Capres 2014 adalah langkah berani yang ditempuh oleh partai yang dulu dikenal sebagai partai rakyat dan partai para pegawai negeri ini.
Seiring berjalannya waktu, keyakinan internal Partai Golkar terhadap pencapresan Aburizal Bakrie memudar, apalagi setelah Joko Widodo, seorang walikota yang berangkat dari Surakarta menjadi Gubernur DKI Jakarta dan dalam jangka waktu dua tahun mulai mendominasi berbagai lini pemberitaan serta isu di hadapan publik.
Aburizal Bakrie pun kehilangan tajinya. Padahal dari sisi analisis kekuatan, Aburizal Bakrie memiliki momentum dan posisi yang sempurna untuk menduduki jabatan sebagai presiden. Pertama adalah ia disokong penuh oleh kekuatan politik terbesar di Indonesia, Partai Golkar. Partai ini adalah partai tua yang telah berpengalaman dan memiliki reputasi yang baik dimata masyarakat, khususnya masyarakat yang berusia di atas 40 tahun dan masyarakat pedesaan yang mulai merasakan bahwa reformasi tidak secara otomatis memperbaiki taraf hidup mereka. Kerinduan akan Orde Baru membuat masyarakat di pedesaan enggan beranjak dari pilihan politiknya kepada Partai Golkar. Segmen ini tentu saja merupakan segmen yang sangat strategis bagi partai untuk memenangkan capresnya.
Kedua, Elektabilitas partai Golkar yang cenderung baik. Sebelum adanya wacana Joko Widodo bakal mencapreskan diri, hasil survei dari LSI yang dilakukan terhadap 1.200 responden dari seluruh Indonesia pada tanggal 2-11 Juni 2012 menempatkan Partai Golkar di posisi pertama. Hasil survei tingkat perolehan suara untuk partai politik, meliputi Partai Golkar 20,9 persen, PDI Perjuangan 14,0 persen, dan Partai Demokrat 11,3 persen. Hasil ini tentu cukup akurat menimbang kapabilitas lembaga survei tersebut. Tetapi sayangnya, hasil survei di tahun 2011-2012 harus hancur lebur kala PDIP menyebut Joko Widodo sebagai Capres mereka.
Prestasi serta kinerja Jokowi sebagai Walikota Solo dan kemudian menjabat sebagai gubernur di Ibukota DKI Jakarta membuat perhatian masyarakat tertuju kepadanya. Jangankan Aburizal Bakrie, Prabowo Subianto saja yang digadang-gadang bakal menjadi calon presiden harus rontok elektabilitasnya ketika menghadapi Jokowi effect. Pencalonan Jokowi itu kemudian membuat peta politik berubah seketika. Suara PDIP naik signifikan, bersamaan dengan itu Golkar tersungkur di posisi kedua.
Ketiga, kekuatan yang dimiliki oleh Aburizal Bakrie saat mencapreskan diri dari Partai Golkar adalah lekatnya berbagai simbol kepartaian di ingatan masyarakat. Simbol Partai Golkar memiliki kekuatan yang mudah diingat oleh calon pemilih khususnya pemilih tua yang diharapkan mampu mempengaruhi perilaku memilih calon yang diusung oleh partai. Hingga saat ini, jika bicara partai mana yang simbolnya paling diingat, jawaban masyarakat masih tertuju kepada Partai Golkar.
Keempat, deklarasi Aburizal Bakrie sebagai calon presiden 2014 dalam Pemilu merupakan langkah cerdas yang ditemui oleh partai golkar di tengah caruk maruk atau ketidakpastian calon yang saat itu masih diperdebatkan oleh beberapa partai politik. Tetapi belakangan pencalonan presiden yang terlalu dini itu justru melumat diri sendiri. Aburizal Bakrie dan internal Partai Golkar tidak salah, hanya PDIP yang cukup cerdik memainkan strateginya.
Kelima, Elektabilitas Aburizal Bakrie yang juga baik berdasarkan hasil survei dari lembaga survei di Indonesia, Hasil survei tersebut menyimpulkan bahwa bakal calon presiden dari Partai Golkar, yakni Aburizal Bakrie terpilih sebanyak (20,1 persen), Sri Sultan Hamengkubuwono X (11,3 persen), Jusuf Kalla (11 persen), Akbar Tandjung (2,9 persen), Fadel Muhammad (1,3 persen), dan Theo L. Sambuaga (0,3 persen).
Di samping kekuatan atau potensi yang dimiliki Aburizal Bakrie, ia juga setidaknya memiliki empat hal yang menjadi kelemahan secara mendasar apabila maju menjadi Capres pada pemilu 2014. Kelemahan ini cukup substansial bagi Aburizal Bakrie. Pertama, Aburizal Bakrie merupakan Capres yang berasal dari luar pulau Jawa, padahal sejarah perpolitikan di Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas bahkan hampir semua presiden Indonesia berasal dari suku Jawa. Ini adalah fakta sejarah yang sulit untuk dirubah.
Kedua, Aburizal Bakrie tersangkut dengan berbagai masalah lumpur Sidoarjo dan dugaan kasus suap di perpajakan. Dua kasus ini akan menjadi titik lemah Aburizal Bakrie dan berpeluang akan menjadi konsumsi politik bagi lawan-lawan politiknya pada pemilu 2014. Pada level masyarakat kasus yang terjadi di Sidoarjo merupakan dosa politik yang sulit untuk diampuni. Tidak hanya itu, yang membuat Aburizal Bakrie harus tersungkur di ujung pencalonan dirinya adalah sebuah kabar yang dipola sedemikian rupa oleh lawan politik hingga mirip dengan sebuah skandal.
Kasus ini bermula di tanggal 20 Maret 2014, akun “DP News” mengunggah video yang berjudul “Capres ARB Bersama artis Marcella Zalianty di pulau Maladewa” di YouTube. Dalam video yang berdurasi 3 menit dan 22 detik itu, Aburizal Bakrie tampak sedang duduk di dalam sebuah pesawat pribadi bersama Wakil Ketua Komisi III DPR RI Azis Syamsuddin, serta Zalianty bersaudara, Marcella dan Olivia.
Pesawat itu didapati sedang menuju ke Maladewa atau Maldives. Setelah mendarat, Olivia tampak memberikan penjelaskan mengenai Maladewa di dalam sebuah mobil, dan kemudian video ditutup dengan cuplikan Marcella di hotel tempat mereka menginap. Selain video, menyebar pula foto-foto mereka di Maladewa, termasuk foto Bakrie saat sedang memeluk boneka teddy bear. Sontak kabar itu langsung tersebar luas ke khalayak di bumi pertiwi. Persoalan lumpur Sidoarjo dan kasus pajak yang sudah selesai nyatanya belum cukup untuk menghantam elektabilitas seorang Aburizal Bakrie.
Lawan politik mereka melihat ini sebagai sebuah celah untuk membuat seolah kebersamaan Aburizal Bakrie bersama Marcella dan Olivia Zalianty adalah skandal besar. Jadilah isu tersebut digoreng secara politik terus menerus. Dalam klarifikasinya, Aburizal Bakrie menyatakan bahwa video tersebut merupakan kampanye hitam dari lawan politiknya, dan mengungkapkan bahwa perjalanan ke Maladewa dilakukan untuk menunjukkan keberhasilan Maladewa dalam mengembangkan pariwisatanya.
Sekjen Partai Golkar saat itu, Idrus Marham juga menyatakan bahwa Marcella dan Olivia merupakan panitia penyelenggara kegiatan organisasi kepemudaan Golkar di Bandung dan diajak ke Maladewa karena dianggap berprestasi. Pada hari yang sama, Olivia Zalianty juga menjelaskan bahwa tujuan perjalanannya adalah untuk studi banding pariwisata.
Ketiga, kelemahan Aburizal Bakrie saat dirinya mencalonkan diri sebagai Presiden 2014 dan berakhir dengan kegagalan bagi sebagian kalangan politisi maupun pengamat politik disebabkan oleh sifat “ngoyo” atau berambisi tinggi. Dalam perpolitikan di Indonesia, seorang yang sangat berambisi senantiasa tidak disukai oleh masyarakat. Kultur politik kita masih didominasi oleh kultur jawa yang mewarnai perilaku elit politik kita.
Keempat, kekhawatiran terjadinya perpecahan suara di tubuh partai Golkar jika Jusuf Kalla diusung oleh partai politik lain sebagai calon presiden 2014 nanti. Majunya Jusuf Kalla dalam Pemilu 2014 akan menjadi ancaman serius bagi perolehan suara Aburizal Bakrie. Tentu suara Partai Golkar di basis pemilih akan terbelah. Suara dan mesin politik Partai Golkar bisa rontok jika dihadapkan pada pilihan pada kedua tokoh besar ini. Bila penjelasan ini benar, maka bisa dipastikan Aburizal Bakrie akan mengalami kesulitan pada Pilpres 2014.
Kenyataannya, kelemahan Aburizal Bakrie benar-benar bisa dimanfaatkan oleh lawan politik untuk menggalang opini publik. Pencalonan yang terlalu dini pun menjadi blunder di akhir masa pendaftaran Capres-Cawapres. Daya tarik seorang figur baru nan segar seperti Jokowi ditambah elektabilitasnya yang memuncak membuat Aburizal Bakrie tergopoh-gopoh untuk mengejar. Partai lain yang diharapkan akan merapat ke Partai Golkar ternyata tidak terjadi. Hal sebaliknya justru merundung Partai Golkar. Masa-masa akhir ini menjadi perhatian khusus tentang bagaimana drama politik digelar saat itu.
Sumber:
- Raden Ariyo Wicaksono, “16 Tahun Tragedi Lapindo, Aktivis Sebut Pemerintah Masih Abai”, (https://betahita.id/news/lipsus/7602/16-tahun-tragedi-lapindo-aktivis-sebut-pemerintah-masih-abai.html?v=1666522954, diakses pada Maret 2023)
- Rio Kuswandi, ”Peneliti Jerman: Lumpur Lapindo Akibat Gempa Bumi di Yogyakarta”, (https://regional.kompas.com/read/2014/06/04/1902518/Peneliti.Jerman.Lumpur.Lapindo.Akibat.Gempa.Bumi.di.Yogyakarta, diakses pada Maret 2023)
- Wikipedia, “Aburizal Bakrie”, Loc.Cit.
- Tom Wright, Wall Street Journal, “Jakarta Official Defends Bailout”, (https://www.wsj.com/articles/SB126038477044084021, diakses pada Maret 2023)
- NN, Viva, “Aburizal Terima Pinangan Capres dari Golkar”, (https://www.viva.co.id/berita/politik/331254-aburizal-terima-pinangan-capres-dari-golkar, diakses pada Maret 2023)
- Priyambodo RH, “Akbar Tanjung Hormati Keputusan Rapimnas Golkar”, (https://www.antaranews.com/berita/84423/akbar-tanjung-hormati-keputusan-rapimnas-golkar, diakses pada Maret 2023)
- Muhamad Solihin, “Aburizal Bakrie, Capres Pertama 2014”, (https://www.viva.co.id/ragam/fokus/331259-aburizal-bakrie-capres-pertama-2014, diakses pada Maret 2023)
- Berni Moestafa, Neil Chatterjee, “Indonesia’s Bakrie Vows Protectionism for Natural Resources”, (https://www.bloomberg.com/news/articles/2014-03-05/indonesia-s-bakrie-vows-resource-protectionism-to-boost-industry, diakses pada Maret 2023)
- Dian Maharani, “Survei SSSG, Jokowi Tokoh Terpopuler 2013”, (https://nasional.kompas.com/read/2013/07/24/2050261/Survei.SSSG.Jokowi.Tokoh.Terpopuler.2013, diakses pada Maret 2023)
- Marlen Sitompul, “Indo Barometer: Jokowi Kokoh di Puncak”, (https://web.archive.org/web/20140315092400/http://nasional.inilah.com/read/detail/2082135/indo-barometer-jokowi-kokoh-di-puncak#.UziFxVf5GSo, diakses pada Maret 2023)
- Okezone, “Golkar: Evaluasi Pencalonan Ical Tak Bisa Dibendung”, (https://pemilu.okezone.com/read/2014/03/13/567/954508/golkar-evaluasi-pencalonan-ical-tak-bisa-dibendung, diakses pada Maret 2023)
- NN, Detik, “Ical: 2013, Popularitas Golkar Lebih Kecil dari Saya”, (https://news.detik.com/berita/d-1944108/ical-2013-popularitas-golkar-lebih-kecil-dari-saya, diakses pada Maret 2023)
- Edwin Firdaus, “Aburizal Bakrie Klarifikasi Video Maladewa Ditemani Istri, Anak, dan Menantu”, (https://nasional.kompas.com/read/2014/03/23/1635250/Aburizal.Bakrie.Klarifikasi.Video.Maladewa.Ditemani.Istri.Anak.dan.Menantu, diakses pada Maret 2023)
- Bambang Purwoko, “Kajian Tentang Sumber-sumber Yang Mempengaruhi Terhadap Pemikiran dan Budaya Politik Indonesia” (Jogjakarta: Fisipol-UGM, 1998)