DPP  

78 Tahun Aburizal Bakrie – Di Bawah Teduhnya Beringin, Berbuat Demi Bangsa (IX)

Berita GolkarAjaran penting Achmad Bakrie dalam mendidik anak-anaknya, termasuk Aburizal Bakrie sangat membekas dan menjadi penunjuk jalan kala masa gelap tiba. Ajaran untuk selalu berbagi terhadap sesama, tidak perduli dalam kondisi senang ataupun susah, berbagi kepada manusia lainnya adalah kewajiban yang mesti ditunaikan.

Bagi Achmad Bakrie, tidak ada alasan lain kita hidup sebagai manusia jika bukan untuk menjadikan hidup manusia lainnya menjadi lebih mudah. Tidak heran ketika Achmad Bakrie wafat, yayasannya yang kemudian dikelola anak-anaknya tetap berdiri tegak hingga kini.

Melalui Bakrie Untuk Negeri, yang didirikan Achmad Bakrie pada 15 Juni 1981 yayasan ini telah memberikan bantuan beasiswa untuk ribuan anak berprestasi dan anak tidak mampu dalam mengenyam pendidikan. Meski perusahaan pernah mengalami kerugian saat masa krisis di tahun 1998, Aburizal Bakrie menekankan bahwa yayasan ini tidak boleh berhenti beraktifitas dan terus menyalurkan bantuannya.

Siapa tahu suatu saat nanti, anak-anak yang disekolahkan oleh Yayasan Achmad Bakrie bisa membantu perusahaan bangkit dari keterpurukan hingga menjadi perusahaan internasional seperti yang dicita-citakan oleh keluarga Bakrie. Sifat ingin berbagi dan selalu ingin bermanfaat untuk orang lain seperti inilah yang menjadi alasan bagi Aburizal Bakrie untuk masuk gelanggang politik.

Mungkin bagi sebagian orang, politik hanyalah lahan dan jalan untuk mencapai kekuasaan. Jika sudah berkuasa, entah bagaimana nanti dan apa yang akan dilakukannya belum tergambar. Satu hal yang pasti, jika kekuasaan ada di genggaman, manusia cenderung menyalahgunakannya, menyelewengkan, dan berbuat semaunya sesuai dengan kepentingan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Bahkan menurut Abraham Lincoln, jika ingin melihat karakter seseorang maka berilah ia kekuasaan.

Perkataan Lincoln itu benar, seseorang bisa jadi mengalami kecenderungan lupa diri apabila diberikan kekuasaan. Bagaimana dengan Aburizal Bakrie? Ia telah secara alamiah menyatu dengan kekuasaan. Ayahnya adalah pemilik perusahaan, Aburizal Bakrie secara otomatis pasti akan menjadi pewaris. Dalam perjalan kehidupannya, seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, Aburizal Bakrie juga sempat memimpin beberapa organisasi besar, mulai dari tingkat senat fakultas, universitas, organisasi kepemudaan seperti HIPMI, pengusahaan seperti KADIN sampai pada organisasi internasional yang dibentuknya sendiri ASEAN Business Forum sebagai sarana komunikasi pengusaha antar kawasan. Jangan pula kesampingkan perusahaan Bakrie & Brothers serta anak perusahaannya yang dipimpin oleh Aburizal Bakrie. Secara harfiah, kekuasaan telah berada dalam genggamannya.

Jika begitu, lalu untuk apa Aburizal Bakrie masuk politik? Bahkan sejak tahun 1984 ia sudah mendaftarkan diri dan memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota) Partai Golkar.

Aburizal Bakrie mengakui bahwa motivasinya masuk ke Partai Golkar berbeda-beda sesuai zamannya. Saat ia mendaftarkan diri pertama kali sebagai kader Partai Golkar di tahun 1984 itu, tidak terpikir sedikitpun di dalam benaknya bahwa partai ini akan menghantarkannya pada saluran kekuasaan terlebih di dunia pemerintahan.

Saat itu Aburizal Bakrie hanya berpikir bahwa teman-temannya di HIPMI banyak yang merupakan kader Partai Golkar. Saat berkumpul dan berbincang, banyak dari mereka yang membicarakan mengenai persoalan politik. Aburizal Bakrie muda kala itu hanya memperhatikan, dengan sesekali mengambil pelajaran. Sampai pada akhirnya, ia merasa terasing dalam pembicaraan dan memilih untuk ikut masuk ke dalam Partai Golkar.

Setelah mendapatkan KTA Partai Golkar, Aburizal Bakrie tidak aktif sama sekali dalam dunia kepartaian. Tentu ia lebih memilih menumbuhkan kapasitasnya sebagai pribadi atau mengembangkan usaha ayahnya dibanding berpolitik. Baginya melihat habit teman-temannya dalam berpolitik, ia menilai bahwa itu adalah sebuah kesia-siaan. Bukannya mendapatkan uang justru menghabiskan anggaran.

Terlebih di masa Orde Baru Aburizal Bakrie menilai bahwa hampir tidak ada kesempatan untuk dirinya berkiprah di politik. Tempat untuk para elit kelak akan diisi oleh orang-orang dekat rezim. Kalaupun misalnya suatu hari nanti Soeharto lengser, sudah barang tentu anak-anaknya akan maju menggantikan. Karenanya, lebih baik bagi Aburizal Bakrie membesarkan otot diri dan keluarganya saja. Jika nanti sudah besar, maka secara otomatis ia yakin akan memberi manfaat besar bagi rakyat Indonesia.

Sesempit itu Aburizal Bakrie dalam menilai dunia politik di masa mudanya. Tetapi seiring waktu ia mulai menemukan makna politik saat menjalankan perusahaan. Dalam pandangannya, dunia politik ternyata memiliki peran yang luas dalam menumbuhkan iklim ekonomi baik makro dan mikro.

Melalui partai politik, seseorang lebih bisa mendapatkan peran secara baik dalam kehidupan sosialnya. Ia juga menilai bahwa orang-orang yang berada dalam dunia politik memiliki pandangan secara komprehensif terhadap kondisi bangsa dan negara. Yang tak kalah penting adalah bagaimana solidaritas terbangun di antara kader partai politik.

Aburizal Bakrie lantas mengakui, bahwa salah satu sosok penting yang membawa dirinya terjun ke dunia politik dan menjadi teman diskusinya sejak di HIPMI adalah mendiang almarhum Fahmi Idris. Bagi Aburizal Bakrie, Fahmi Idris tidak hanya sekadar teman dan sahabat, tetapi ia juga guru, mentor sekaligus teman berdebat yang imbang dengan kapasitas seorang Aburizal Bakrie. Tidak heran saat Fahmi Idris berpulang, Aburizal Bakrie merasa sangat terpukul, kehilangan sekaligus berduka.

Hal itu terlihat dari pesan yang disampaikan Aburizal Bakrie melalui berbagai akun media sosialnya seperti twitter dan instagram atas wafatnya Fahmi Idris pada 22 Mei 2022 lalu.

“Inalillahi wa innailaihi rojiun. Sedih sekali saya mendapat kabar duka bahwa hari ini sahabat lama saya Prof. Dr. H. Fahmi Idris berpulang ke rahmatullah. Fahmi adalah sahabat lama saya. Kami berteman sejak lama, sejak di HIPMI, bahkan Fahmi yang mengajarkan saya berpolitik,” tulis Aburizal Bakrie pada akun twitternya @aburizalbakrie.

Fahmi Idris lah sosok yang tidak hanya mengenalkan bagaimana berpolitik dan apa esensi dari dunia politik, namun Fahmi Idris juga mengenalkan Partai Golkar kepada dirinya. Bagi Aburizal Bakrie, Fahmi Idris adalah sosok yang menyenangkan, penyabar dan visioner dalam memandang persoalan akan datang. Aburizal Bakrie sendiri kagum pada pribadi Fahmi Idris dari ketiga hal tersebut.

Aburizal Bakrie menelisik, darimana Fahmi Idris bisa mendapatkan ketiga karakter tersebut bahkan di masa mudanya. Fahmi Idris menjawab bahwa dunia politik dan organisasi yang membuatnya seperti ini. Dunia politik juga memberikan ia ketajaman intuisi dalam menganalisis keadaan.

Hanya saja waktu memberi isyarat berbeda dari perjalan hidup. Fahmi Idris tetap berada di jalan politik dengan sesekali mencoba peruntungan di dunia usaha. Bakat usahanya didapatkan dari darah Sumatera Barat yang terkenal dengan kemampuan berdagang. Ia tak merasa kesulitan menyelami dunia usaha dan perdagangan. Sementara dunia politik bagi seorang Fahmi Idris adalah lautan yang teramat luas. Airnya tak kunjung habis seberapapun diselami. Justru semakin diselami, dunia politik bisa membuat seseorang tenggelam semakin dalam.

Sedangkan Aburizal Bakrie menimbang bahwa perusahaan ayahnya lebih berpotensi bermanfaat untuk diri dan keluarganya di masa depan, jadilah ia secara perlahan meninggalkan dunia politik. Pilihan Aburizal Bakrie setidaknya benar. Selepas sang ayah mewariskan Bakrie & Brothers kepada dirinya dan saudaranya yang lain, perusahaan itu berkembang semakin pesat. Andai Aburizal Bakrie memilih jalan politik sejak awal, mungkin kebesaran namanya tidak akan seperti sekarang.

Satu kesadaran lagi terbentuk ketika Aburizal Bakrie menjadi Ketua Umum KADIN. Saat itu lagi-lagi ada Fahmi Idris ditambah beberapa figur lainnya seperti Agus Gumiwang Kartasasmita. Bagi Aburizal Bakrie, kala itu pandangannya tentang dunia politik berubah seketika. Ia menilai bahwa orang-orang yang berkecimpung di dunia politik nyatanya mampu memberikan warna dan lebih unggul dari dirinya terkait dengan cara melobi orang dan berkomunikasi terhadap publik. Sebagai orang yang kompetitif Aburizal Bakrie merasa ingin memiliki hal tersebut. Jika ia memiliki kemampuan itu, pasti akan lebih mudah memimpin sebuah perusahaan ke depannya nanti.

Selain itu, kesadaran lain yang terbangun adalah bagaimana politik dapat menghantarkan seseorang mencapai tujuannya. Aburizal Bakrie banyak belajar dari masa-masa ini, tetapi tujuannya berpolitik masih cukup ambigu. Meski dibantu dan dikelilingi oleh orang-orang Partai Golkar di masanya, Aburizal Bakrie belum menemukan kesejatian dari tujuan mengapa dirinya harus tenggelam pada dunia politik.

Barulah kesadaran yang ia cari selama ini terbangun ketika Aburizal Bakrie bertemu dengan karang keras yang bernama krisis ekonomi. Ia merasa bahwa segala yang telah dibangun oleh dirinya bertahun-tahun begitu mudah diruntuhkan. Ada faktor kebijakan, kondisi makro ekonomi dan iklim politik yang pada akhirnya membuat ekskalasi dari tuntutan rakyat berkembang jauh.

Saat itu terjadi Aburizal Bakrie memang telah duduk sebagai anggota MPR RI, tetapi bukan berarti dia bisa berpolitik secara praktis di lembaga tinggi negara tersebut. Suaranya sebagai perwakilan atau utusan golongan akan kalah dengan suara kumulatif dari partai. Alhasil Aburizal Bakrie merasa bahwa keberadaannya hanya menjadi tukang stempel dari proses politik parlemen yang entah bagaimana arahnya ketika itu. Namun sebuah keuntungan berada di dalam parlemen, Aburizal Bakrie bisa menggunakan pandangan dari atas, dari sudut paling kecil untuk melihat bagaimana reformasi bergulir di tahun 1998.

Yang terjadi, Aburizal Bakrie mulai berpikir bahwa tidak ada satu sendi pun gerak kehidupan dan arah perjalanan negara yang tidak dikendalikan oleh politik. Dalam masa-masa krisis di mana perusahaannya hampir bangkrut, kebijakan politik pula yang sedikit banyak menyelamatkan.

Pasca pergantian rezim, Soeharto lengser dan digantikan oleh Habibie, perekonomian tidak langsung membaik, butuh beberapa bulan bagi Habibie untuk memulihkan kondisi. Di masa-masa peralihan itu Aburizal Bakrie menilai dunia politik telah menunjukkan wajah asilnya. Dalam tempo relatif singkat, kurang dari dua tahun, kondisi perekonomian mulai stabil. Meski belum sepenuhnya, tetapi sebagai seorang pemimpin Aburizal Bakrie menyebut bahwa Habibie adalah sosok yang cukup berhasil.

Pandangannya tentang politik berubah seketika kala Habibie memimpin Indonesia. Di masa kepemimpinannya, keran demokrasi dibuka, tembok tebal informasi yang selama ini dibatasi oleh kekuasaan mulai terlihat perlahan, asing perlahan mempercayai Indonesia sebagai tempat investasi yang potensial. Iklim dunia politik pun membuka kesempatan bagi segenap anak bangsa untuk turut berkiprah di dalamnya.

Aburizal Bakrie mengenal Habibie cukup baik dan erat. Tidak hanya sebagai seorang yang pantas diteladani, Aburizal Bakrie sudah menganggap Habibie sebagai sahabat karib untuknya. Saat Habibie wafat pada 2 September 2019 lalu, Aburizal Bakrie menunjukkan kedekatannya dengan suami Ainun itu. Ia tidak pernah absen menjenguk Habibie di masa sakitnya dan memberikan semangat serta senantiasa membesarkan hati Habibie.

“Setiap beliau sakit saya juga tidak pernah absen menjenguk. Termasuk dirawatnya beliau belakangan ini di RSPAD. Saya sempat mendoakan beliau bersama putra beliau Ilham dan saudara beliau,” tulis Aburizal Bakrie melalui akun Twitternya, @aburizalbakrie, Rabu 11 September 2019.

Ia memiliki panggilan khusus kepada Habibie. Di luar pertemuan formal, Aburizal Bakrie biasanya, memanggil Habibie dengan sebutan “Mas Rudi”, sedangkan almarhum istrinya dia panggil “Mbak Ainun”. Ini sudah berlangsung lama, sejak bertahun ketika ia pertama kali mengenal tokoh yang disebut memiliki otak jenius itu.

“Bahkan kalau ada acara formal dan saya ingin memanggil beliau Pak Habibie, beliau tidak mau dan meminta saya memanggil dengan panggilan seperti biasa saja: Mas Rudi. Karena itulah sapaan akrab kami,” tulis ARB.

Ketika ia hendak masuk gelanggang politik Aburizal Bakrie ingat bahwa ia masih merupakan kader Partai Golkar. Ketika Pemilu 1999 dilaksanakan, ada peluang sebenarnya bagi Aburizal Bakrie untuk membuat sebuah kekuatan partai politik baru saat itu. Tetapi karakternya yang loyal dan setia terhadap sebuah pilihan membuatnya tetap memilih Partai Golkar sebagai pelabuhan politiknya.

Perlahan tapi pasti, Aburizal Bakrie mulai melakukan komunikasi politik dengan para koleganya terutama yang sudah dikenalnya sejak lama seperti Fahmi Idris dan Agus Gumiwang Kartasasmita. Dalam pembicaraannya, kali ini Aburizal Bakrie banyak membicarakan mengenai kondisi perpolitikan tanah air. Ia mulai menyukai politik dan Partai Golkar kala Habibie tampil di permukaan. Pola pikirnya tentang dunia politik yang telah semakin dewasa dan matang membuatnya mantap untuk berkarir secara serius di Partai Golkar.

Ketika Soeharto lengser, otomatis partai ini bertransformasi sebagai partai yang terbuka. Terlebih ketika Akbar Tanjung menjadi Ketua Umum dari periode 1999 sampai 2004. Sebagai aktivis dan politisi, berkat pengalaman dan kepiawaiannya Akbar Tanjung mampu membawa Partai Golkar tak ikut tenggelam bersama rezim kekuasaan Soeharto.

Tentu dalam benak kita, sebagai instrumen politik semasa Orde Baru, Partai Golkar akan ikut terlempar bersama rezim kekuasaan Soeharto. Tetapi tidak, sejarah telah membuktikan bahwa partai ini dinaungi 9 nyawa. Nyawa-nyawa itu dibentuk oleh para politisi senior yang peduli terhadap masa depan Partai Golkar. Akbar Tanjung menjadi figur utama, Ketua Umum di periode-periode sulit yang berhasil menghindarkan Partai Golkar dari jurang kehancuran. Karenanya, Aburizal Bakrie pun sangat menghormati pribadi Akbar Tanjung dalam kiprah politik yang ia jalani.

Di masa tuanya, meski mereka dalam posisi yang berbeda (red-2022), Aburizal Bakrie sebagai Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar dan Akbar Tanjung sebagai Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Golkar, kebijaksanaan serta sejarah panjang kedua tokoh senior ini membawa iklim sejuk di internal DPP Partai Golkar periode 2019-2024. Keduanya bahu membahu dalam menangani setiap konflik internal yang terjadi di Partai Golkar. Aburizal Bakrie seperti bertemu dengan belahan jiwanya dalam berpolitik.

Selain dengan BJ. Habibie lalu Fahmi Idris, Akbar Tanjung juga seringkali menjadi tempat curahan hati dan bertukar pikiran Aburizal Bakrie. Ketiga tokoh senior Partai Golkar itu memiliki arti tersendiri di dalam kehidupan seorang Aburizal Bakrie. Akbar Tanjung dengan latar belakangnya sebagai seorang aktivis menanamkan banyak fakta-fakta sosial tentang kondisi masyarakat dan perpolitikan di Indonesia. Akbar Tanjung seringkali membangun kisah tentang kehidupan sosial masyarakat dan keprihatinannya terhadap pembangunan di Indonesia yang masih jauh dari kata pemerataan. Karenanya ketika masa reformasi dan konsep otonomi daerah bergulir, Akbar Tanjung dan Aburizal Bakrie menyambutnya dengan gegap gempita.

Bagi mereka berdua, hadiah terbesar untuk reformasi bukanlah kebebasan. Itu juga hadiah, tetapi bentuknya tidak sebesar otonomi daerah. Selama ini, bagi Aburizal Bakrie, catatan pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas kertas adalah angka semu. Sebab pertumbuhan itu tidak dibarengi dengan pemerataan.

Hal yang sama turut disetujui oleh Akbar Tanjung. Sebagai orang yang seringkali keliling daerah sejak masa mahasiswa dan berkiprah di HMI, Akbar Tanjung menyaksikan betapa daerah di luar Pulau Jawa tidak mengalami pembangunan yang berarti. Masih banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan akibat tidak meratanya pembangunan. Otonomi daerah kemudian menjadi sebuah produk reformasi yang pastinya akan memberikan manfaat luas bagi masyarakat Indonesia.

Dengan Habibie, Aburizal Bakrie banyak mendapatkan ilmu dan pengetahuan mengenai visi berbangsa dan hal-hal teknokratis yang selama ini dianggap angin lalu oleh Bangsa Indonesia. Habibie yakin, jika SDM bangsa ini lebih memperhatikan hal teknokratis bukan khayalan jika Indonesia bakal jadi salah satu negara maju di dunia. Aburizal Bakrie banyak mendapatkan ilmu mengenai visi Indonesia dari seorang Habibie. Bahkan yang mengilhaminya untuk membuat Visi Indonesia 2045.

Selain itu beberapa lini bisnis Aburizal Bakrie yang mulai merambah pada bidang teknologi digital juga merupakan nasihat dari Habibie. Karena menurut Habibie, bisnis teknologi adalah bisnis yang membeli masa depan dan harapan. Hari ini mungkin akan merugi karena belum saatnya teknologi itu diterapkan, tapi di masa depan, di kala pasar sudah bisa menerima dan sudah terbiasa barulah sebuah perusahaan teknologi akan menangguk untung.

Lalu bagaimana dengan Fahmi Idris? Dari kedua orang di atas, Fahmi Idris lah yang memiliki hubungan cukup karib dengan Aburizal Bakrie. Hubungan pertemanan keduanya bahkan sudah tak lagi mengenal batas, keduanya seperti saudara. Fahmi Idris banyak mengajari Aburizal Bakrie soal politik, sebaliknya Aburizal Bakrie pun mengajari dan memberi ruang Fahmi Idris dalam berbisnis.

Salah satu produk bisnis yang terjalin berkat pertemanan mereka adalah KODEL Grup. Kodel merupakan sebuah akronim dari istilah Kongsi Delapan. Perusahaan konglomerasi ini didirikan Fahmi Idris bersama Aburizal Bakrie, Soegeng Sarjadi, Abdul Latief dan Pontjo Sutowo, kawan-kawannya semasa di HIPMI. Pada era 1980-an, perusahaan tersebut merupakan konglomerasi yang cukup besar. Kodel mengelola usaha agrobisnis, perdagangan, perbankan, perminyakan, hingga hotel. Pada tahun 1988, Kodel membangun Hotel The Regent (kini Four Seasons Jakarta) di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.

Meskipun mengenal cukup dekat dan sudah seperti sahabat karib, bukan berarti hubungan pertemanan Aburizal Bakrie dan Fahmi Idris selalu baik-baik saja. Mereka berdua bagaimanapun juga tetaplah manusia yang memiliki otak dan hati. Antara otak dan hati, seringkali terjadi pertentangan, apalagi mendasari pada sebuah hubungan pertemanan. Namun jika pun terjadi perdebatan dan silang pendapat antara Aburizal Bakrie dan Fahmi Idris, hal tersebut masih dalam batas kewajaran. Misalnya ketika Aburizal Bakrie memimpin Partai Golkar sebagai Ketua Umum Pada periode 2009-2014.

Saat itu Partai Golkar harus menerima kekalahan Pemilu legislatif dari PDIP dalam perolehan kursi DPR RI. Fahmi Idris lantas merasa kecewa terhadap kepemimpinan Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Aburizal Bakrie merasa wajar terhadap kekecewaan sahabatnya itu dan menjadi kritik yang membangun bagi dirinya kedepan.

Dilansir dari laman Kompas.com pada pemberitaan yang berjudul, Fahmi Idris Nilai Aburizal Bakrie Gagal Pimpin Golkar, pada 15 Juli 2014 Fahmi Idris secara terbuka mengungkapkan kekecewaannya pada Ical. Ia bahkan menyindir Aburizal Bakrie telah menjadikan pengelolaan Partai Golkar sebagai sebuah perusahaan, bukan sebuah lembaga politik. “Memprihatinkan kekalahan Golkar di pemilu legislatif, itu yang paling buruk. Maka, Golkar harus di-manage secara modern, bukan seperti suatu perusahaan,” kata Fahmi Idris saat itu.

Tetapi hubungan yang dilandasi oleh sejarah dan kesamaan nasib membangun keberuntungan dari awal membuat kata-kata seperti itu seperti pelecut semangat dari seorang sahabat. Buktinya ketika Aburizal Bakrie menduduki kursi Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar, Fahmi Idris turut membantunya dengan duduk sebagai anggota Dewan Pembina DPP Partai Golkar pada masa kepengurusan 2019-2024 di bawah Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto.

Perjalanan panjang Aburizal Bakrie dalam tekadnya yang bulat untuk masuk ke gelanggang politik memiliki tujuan menjadikan politik sebagai instrumen untuk memberi manfaat seluas-luasnya kepada rakyat saat ini. Ia mengawali segalanya dari titik kesadaran paling bawah, bahwa politik merupakan ruang pragmatis yang hanya bisa dijadikan sebagai penikmat sebagian elit.

Melalui Partai Golkar, partai yang kemudian membesarkan namanya sebagai seorang politisi besar di Indonesia, Aburizal Bakrie berkiprah dan mulai menapaki lagi tangga karir politik. Tidak terlalu dari bawah ia menapaki karir politiknya, menghitung bahwa Aburizal Bakrie merupakan jajaran tokoh nasional yang berprestasi di bidangnya. Belum lagi menghitung bahwa Aburizal Bakrie telah sekian lama memiliki KTA Partai Golkar, yakni sejak tahun 1984. Atas loyalitas dan keinginannya tersebut untuk membesarkan Partai Golkar sebagai sarana mensejahterakan rakyat, Aburizal Bakrie mengamini keinginan Jusuf Kalla, Ketua Umum Partai Golkar periode 2004-2009 untuk duduk sebagai anggota Dewan Penasehat DPP Partai Golkar.

Jabatan sebagai anggota Dewan Penasehat DPP Partai Golkar ini merupakan jabatan formal pertamanya di partai berlambang pohon beringin ini. Sebelumnya meski di tahun 1984 pada zaman kepemimpinan Ketua Umum Partai Golkar Sudharmono, Aburizal Bakrie telah masuk sebagai anggota partai, ia tidak berkiprah secara aktif. Tetapi jika kemudian Aburizal Bakrie menetapkan hatinya untuk berkarya demi bangsa melalui Partai Golkar, maka ia rela memberikan pemikiran, jiwa bahkan darahnya untuk partai ini.

Puncak panggung Aburizal Bakrie di Partai Golkar memang saat ia menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2014-2019, tetapi ada satu masa di mana Aburizal Bakrie menjadi pendatang baru yang mulai diperhitungkan di kancah perpolitikan nasional, kedatangannya itu sungguh membuat Partai Golkar berhasil memenangkan Pemilu 2004 di bawah komando Akbar Tanjung sebagai Ketua Umum. Bersama dengan Prabowo Subianto, Surya Paloh, Akbar Tanjung dan Wiranto, Aburizal Bakrie mengikuti kontestasi politik yang berhasil menaikkan kembali citra Partai Golkar pasca reformasi. Momentum itu terkenang hingga saat ini. Konvensi Calon Presiden Partai Golkar 2004.

Sumber:
NN, “Tentang Haji Achmad Bakrie (1916 – 1988)”, freedom-institute.org
NN, “Surpluskan Defisit Standar”, (https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/9479/Surpluskan-Defisit-Standar.html, diakses pada Januari 2024)
Twitter @aburizalbakrie, (https://x.com/aburizalbakrie/status/1528243173709185025, diakses pada Januari 2024)
Priyambodo RH, “BJ Habibie Jadi Panutan Bangsa” (https://www.antaranews.com/berita/389735/bj-habibie-jadi-panutan-bangsa, diakses pada Januari 2024)
Twitter, @aburizalbakrie, (https://x.com/aburizalbakrie/status/1171761387468550144, diakses pada Januari 2024)
– Bahtiar Effendy, Hajriyanto Thohari, dkk, “Beringin Membangun: Sejarah Politik Partai Golkar
– Satria AN, “Akbar Tanjung: Otda Jangan Salah Arah!”, (https://ugm.ac.id/id/berita/3260-akbar-tanjung-otda-jangan-salah-arah/, diakses pada Februari 2023)
NN, “Habibie: Ini Kunci Masa Depan Indonesia”, (https://www.matakepri.com/detail-news/2017/08/08/3211/www.matakepri.com, diakses pada Februari 2023)
– NN, “Jejak Fahmi Idris dari Politisi, Pejabat hingga Pendiri Kodel Grup”, (https://www.medcom.id/ekonomi/bisnis/Rb1GMaAK-jejak-fahmi-idris-dari-politisi-pejabat-hingga-pendiri-kodel-grup, diakses pada Februari 2023)
Indra Akuntono, “Fahmi Idris Nilai Aburizal Bakrie Gagal Pimpin Golkar”, (https://nasional.kompas.com/read/2014/07/15/18075051/Fahmi.Idris.Nilai.Aburizal.Bakrie.Gagal.Pimpin.Golkar, diakses pada Februari 2023)