Berita Golkar – Sifat Aburizal Bakrie yang kompetitif berdampak pada kehidupan masa remajanya saat ia bertumbuh menjelang dewasa. Bukan berarti ia menjadi egois, selfish dan anti sosial. Yang terjadi justru sebaliknya, pendidikan yang ditanamkan ayahandanya Achmad Bakrie kepada dirinya membuatnya memiliki keseimbangan dalam kehidupan, baik secara pribadi ataupun sosial. Aburizal Bakrie masa remaja menjelma menjadi figur yang bisa menempatkan diri dimanapun ia berada.
Ia tidak merasa sebagai anak seorang saudagar kaya raya yang lantas bisa berlaku semau apapun yang ia inginkan. Aburizal Bakrie berlaku sebaliknya, ia menjadi figur remaja yang egaliter, yang memiliki banyak ikatan jaringan pertemanan. Aburizal Bakrie juga tidak seperti anak seorang begawan, jauh dari itu, ia seperti rakyat kebanyakan sewaktu bersekolah. Di kala para begawan dan pengusaha besar menyekolahkan anaknya di tempat bergengsi kala itu seperti Kanisius atau BPK Penabur, Aburizal Bakrie justru memilih bersekolah di sekolah rakyat atau sekarang disebut sebagai sekolah negeri.
Seperti masa SMA-nya, Aburizal Bakrie bersekolah di SMA Negeri 3 Jakarta. Sekolah ini mungkin saat ini memiliki banyak alumni yang sudah terkenal, mulai dari Krisdayanti, Raffi Ahmad, Nikita Willy, Erick Thohir, Pramono Edhie Wibowo, Titiek Soeharto sampai Rahmat Gobel. Tetapi di masa Aburizal Bakrie bersekolah dahulu, rakyat kebanyakan menjadi penghuni sekolah itu, tidak hanya dari kalangan yang berpunya, yang jelata pun sama rata duduk di sekolah tersebut.
Aburizal Bakrie tidak pernah merasa kesulitan apalagi merasa ingin diistimewakan ketika bersekolah di SMAN 3 Jakarta. Ia dengan mudah bisa beradaptasi dengan murid lainnya. Untuk persoalan mudah beradaptasi, Aburizal Bakrie mendapatkan sifat itu dari sang ayah. Achmad Bakrie memanglah pribadi yang supel, hingga jejaring bisnis dan usahanya pun sedikit banyak bisa berhasil akibat dari luasnya pergaulan yang ia miliki.
Hingga sekarang, filosofi hidup Achmad Bakrie “Menggapai bintang-bintang sementara kaki tetap berpijak di bumi” yang juga merupakan filosofi kelompok usaha Bakrie menjadi pijakan dalam setiap kebijakan perusahaan tertanam erat di benak Aburizal Bakrie dan anak-anaknya. Tidak heran jika kita terkadang bisa bertemu dengan Aburizal Bakrie di warung emperan jalan untuk mengudap makanan atau sedang bersantai ria dengan warga masyarakat. Ia tak pernah menyoalkan masalah materi dan uang, tidak pernah pula memandang dengan siapa ia berbicara atau berteman.
Supel, mudah bergaul dan kerendahan hati seorang Aburizal Bakrie juga tercermin ketika ia lulus dari SMAN 3 Jakarta. Bukannya memilih melanjutkan berkuliah di luar negeri, Ical justru memilih ITB (Institut Teknologi Bandung) sebagai tempatnya meraih gelar sarjana. Pertimbangan berkuliah di ITB selain karena ingin dekat dengan keluarga, Aburizal Bakrie juga enggan meninggalkan tanah air. Ia lebih merasa nyaman tetap berada di dalam negara sendiri bagaimanapun kisah yang harus ia lalui.
Saat masa kuliah di ITB ini, jangan pikir Aburizal Bakrie yang merupakan anak seorang konglomerat hidup nyaman dan hanya mengandalkan pemberian orang tuanya. Alih-alih memilih hidup nyaman, Aburizal Bakrie malah mengasah bakat dagang yang secara turun termurun ia dapatkan dari orang tuanya. Sejak kuliah di Bandung, Aburizal Bakrie memberanikan diri berjualan benang layang gelasan dan kaos oblong di Pasar Senen setiap akhir pekan.
Di Bandung, ia dapat barang-barang murah dengan kualitas bagus. Sudah sejak dulu memang Bandung gudangnya industri kreatif, mulai dari kaos, jaket, dan hasil tekstil lainnya bisa didapatkan di Bandung. Aburizal Bakrie melihat peluang ini, dia bisa menangguk untung jika setiap akhir pekan, pulang ke Jakarta sambil membawa barang dagangan. Alhasil ia memaksa dirinya sendiri bolak-balik Bandung-Jakarta untuk menjajakkan dagangan yang dibelinya dari para penjual di Bandung.
Barang dagangannya laris manis terjual, Aburizal Bakrie tidak terlalu banyak mengambil untung, tetapi karena barang yang dijual kuantitasnya banyak, ia mendapat keuntungan yang setimpal. Aburizal Bakrie pun setiap kali pulang ke Jakarta dari Bandung tidak perlu lagi mengeluarkan ongkos transportasi. Sebab, ongkosnya sudah ditanggung oleh keuntungan hasil berjualan baju, tas dan benang gelasan.
Aburizal Bakrie diwajibkan pulang ke Jakarta setiap minggu, bukan karena dagangannya, tetapi disebabkan agenda penting di keluarga. Achmad Bakrie ketika Aburizal Bakrie sudah memasuki masa perkuliahan memiliki kultur tersendiri untuk menjaga keharmonisan keluarga.
Sebenarnya kultur seperti ini tidak hanya dilakukan pada hari Minggu, tetapi saat makan malam atau sarapan di setiap harinya pun bisa dilakukan. Namun karena anak pertamanya sedang menimba ilmu di kota seberang, Achmad Bakrie pun merutinkan untuk sarapan di hari Minggu pagi bersama keempat anaknya, termasuk Aburizal Bakrie. Setelah selesai mengudap makanan, Achmad Bakrie kemudian menceritakan mengenai perkembangan bisnis yang ia geluti kepada anak-anaknya.
Anak-anaknya mendengarkan dengan seksama apa yang Achmad Bakrie sampaikan. Tidak hanya mendengarkan, mereka juga perlahan belajar bagaimana sang ayah, Achmad Bakrie mengeluarkan keputusan-keputusan penting bagi perjalanan bisnisnya. Aburizal Bakrie yang paling serius, ia bahkan mencatat setiap detail yang disampaikan sang ayah kepada mereka semua di otaknya. Hingga sekarang, apapun keputusan yang ditelurkan Aburizal Bakrie, sangat lekat dengan pemikiran sang ayah yang ditanamkan kepadanya sejak kecil.
Rutinitas makan pagi bersama yang dilakukan Achmad Bakrie terhadap keempat anaknya juga dimaksudkan agar anak-anaknya terbiasa bersama. Satu hal penting pernah ditekankan Achmad Bakrie sewaktu mereka sarapan bersama, yakni “haram hukumnya terhadap sesama saudara bertengkar karena masalah uang. Sesama saudara itu harus saling membantu, dalam masa senang dan sulit!” begitu pesan Achmad Bakrie kepada Aburizal Bakrie dan ketiga saudaranya.
Selain itu, demi memperbesar penghasilan, Ical pernah ikut dalam tender pembuatan meja arsitek. Sangat aneh kalau Aburizal Bakrie getol berbisnis saat kuliah, padahal ia mengambil jurusan teknik elektro di Institut Teknologi Bandung (ITB), jurusan yang jauh dari bau-bau bisnis. Ketika ditanyakan mengenai hal tersebut, jawaban Aburizal Bakrie amatlah diplomatis dan memang bisa diterima secara logika. “Pendidikan itu bisa kemana-mana asal cara berpikirnya sudah benar. Yang penting sudah sekolah. Bisa riset, bisa bisnis, bisa macam-macam,” kata dia.
Kendati berasal dari keluarga mampu, ia tak begitu saja mudah mendapatkan modal berbisnis, termasuk jual beli tas dan baju. Untuk urusan modal, ia pernah berutang sebanyak Rp 16 juta kepada ayahnya di masa kuliah. Karena itu, setelah lulus kuliah, Aburizal Bakrie menyambi berjualan beton dan aspal untuk melunasi utang tersebut. Baru setelah utang lunas, lulusan teknik elektro ITB tahun 1972 ini mulai terlibat dalam bisnis keluarga. Kebetulan nyaris berbarengan, ayahnya mulai ekspansi. Perusahaan yang semula memproduksi pipa baja untuk saluran air, telah merambah ke produksi pipa minyak dan gas.
Selain berjualan untuk mengasah kemampuannya berdagang, Aburizal Bakrie semasa berkuliah di ITB selalu memberikan ruang dan waktu untuk kegiatan berorganisasi. Baginya berorganisasi memiliki arti penting untuk mengasah kemampuannya melakukan komunikasi publik dan lobi-lobi menggolkan tujuan organisasi. Dari berorganisasi, Aburizal Bakrie juga belajar bagaimana mempengaruhi orang untuk mencapai tujuan organisasi, dalam bahasa keilmuan, ia mempelajari manajemen dari dunia organisasi.
Berawal dari mengatur satu dua orang, masuk lagi ke lingkup lebih besar dalam dunia organisasi hingga Aburizal Bakrie memimpin Bakrie Group yang memiliki ribuan karyawan, ia mengawali segalanya dari bawah. Modal materi memang sudah dimiliki, dan tidak terlalu dasar jejak yang Aburizal Bakrie tapaki untuk memulai kedigdayaannya sebagai seorang pengusaha. Tetapi jika bukan karena kemauan yang kuat untuk membekali diri dengan kapasitas seperti kemampuan komunikasi publik, lobi-lobi, kapabilitas dalam pengambilan keputusan, maka akan berbeda ceritanya.
Selama berkuliah di ITB, Aburizal Bakrie pernah menjadi anggota Dewan Mahasiswa ITB, Ketua Senat Mahasiswa Elektro ITB hingga Ketua Dewan Mahasiswa ITB, sebagai organisasi intra kampus yang ia jalani. Aburizal Bakrie menjalani kegiatan organisasinya tanpa merasakan beban akibat terkurasnya waktu. Ia mampu mengatur segala lini kesibukannya. Satu lagi kemampuan unggulan yang dimiliki Aburizal Bakrie adalah soal kedisiplinan dan mengefektifkan waktu. Di sela kesibukannya sebagai mahasiswa dengan kewajiban belajar, Aburizal Bakrie masih bisa dengan efektif memimpin organisasi yang diikutinya dan mengurus barang-barang yang akan didagangkan jika ia kembali ke Jakarta tiap akhir pekan.
Hal tersebut sepenuhnya diakui oleh Aburizal Bakrie. Dalam beberapa kesempatan, jika ia diminta untuk berbicara dalam sebuah kuliah umum, Aburizal Bakrie selalu rajin membagikan kisah hidupnya terutama ketika ia masih muda, masih mengenakan maraka ITB dalam balutan jaket almamater berwarna biru kehijauan. Sebab di masa ia mengenyam bangku kuliah ini, kedewasaan dirinya terbentuk, kemandirian batinnya mulai terasah, ia merasa harus melakukan segalanya seorang diri. Jauh dari orang tua, jauh dari keluarga, sebisa mungkin Aburizal Bakrie menahan egonya untuk menggantungkan kehidupannya pada keluarga.
Ia menyadari bahwa sukses menjalankan bisnis seperti sekarang itu tidak melulu didapatkan melalui belajar di bangku kuliah saja. Banyak faktor yang menunjangnya, kedisiplinan, konsistensi, persistensi, fokus, bakat, keberuntungan dan hal lainnya.
Menurut pengalaman Aburizal Bakrie sebagai seorang taipan Asia Tenggara, bangku kuliah pada dasarnya hanya memberikan dasar teori yang berpijak pada pengetahuan kita, lantas sisanya dapat dipelajari melalui pengalaman-pengalaman para pendahulu yang telah sukses. Dalam proses belajarnya, Aburizal Bakrie beruntung dimentori langsung oleh pengusaha yang memiliki kesempurnaan untuk membentuk pribadi Aburizal Bakrie. Ditambah faktor kasih sayang dari seorang ayah, Aburizal Bakrie berhasil mendapatkan mental seorang pebisnis ketika dimentori langsung oleh sang ayah, Achmad Bakrie.
Karenanya, bagi Aburizal Bakrie menjadi seorang pengusaha itu tidak harus bergelar S3, bahkan dirinya yang S1 bisa dan ada lagi banyak pengusaha yang juga tidak memiliki ijazah, namun bisa menjadi pebisnis sukses. Aburizal Bakrie mengatakan bahwa kunci sukses pertama yang ia lakukan dalam memulai usaha adalah berani bermimpi untuk menjadi orang sukses. Mimpi adalah fundamental dari tujuan. Tentu mimpi yang dimaksud Aburizal Bakrie bukanlah mimpi dalam tidur secara eksplisit, namun harapan yang teramat kuat dalam kehidupan.
Kita tentu ingat ada sebuah buku yang membahas mengenai ini, tidak secara rinci sama, tetapi mekanisme mimpi dapat mewujudkan kenyataan dibahas secara implisit dalam buku ini. Judulnya ‘The Law of Attraction’. Buku ini seperti judulnya, membahas mengenai hukum tarik menarik. Hukum ini menyatakan bahwa kemiripan menarik kemiripan lain di alam semesta.
Ketika kita membayangkan pikiran-pikiran, maka pikiran-pikiran itu dikirim ke semesta, dan secara magnetis pikiran akan menarik semua hal yang serupa, dan lalu dikembalikan pada sumbernya, yaitu kita. Tentu yang dikembalikan adalah sebuah kenyataan. Seperti misalnya kita menginginkan sebuah sepeda pada satu waktu tapi kita tidak memiliki uang untuk membelinya. Hukum Law of Attraction ini lantas menjelaskan bahwa semesta nantinya akan bekerja untuk kita untuk mewujudkannya, entah akan seperti apa cara kerjanya.
Aburizal Bakrie secara tidak sadar menerapkan ini dalam kehidupannya. Mimpi yang ia pupuk sejak dini berubah menjadi tekad dan ambisi. Tekad dan ambisi ini yang menggerakkan sikap dan perilakunya, sikap dan perilaku ini memunculkan keputusan-keputusannya dalam kehidupan, hingga Aburizal Bakrie menjelma seperti sekarang, menjadi salah satu pengusaha Indonesia paling berhasil di bumi pertiwi.
Aburizal Bakrie kemudian memberikan berbagai bukti dan penemuan dimana banyak inovasi dan temuan yang berawal dari sebuah mimpi. Semisal Thomas Alva Edison yang telah menemukan bola lampu pijar. Berawal dari melihat perkembangan dunia yang semakin maju, Edison sadar akan pentingnya lampu pijar untuk kebutuhan manusia. Ia pun rela mengeluarkan uang sebesar US$40.000 untuk membuat percobaan lampu pijar selama dua tahun.
Setidaknya ada sekitar 6.000 bahan yang dihabiskan, sebelum akhirnya menemukan lampu pijar listrik pertama yang mampu menyala 40 jam pada 21 Oktober 1879. Bukan cuma itu, Thomas juga menemukan proyektor untuk film-film kecil, hingga ratusan paten penemuan berhasil dibuat atas namanya.
Aburizal Bakrie pun berpendapat, jika tidak berani bermimpi, jangan berani membuka usaha apalagi didasarkan pada keisengan semata, 100 persen dijamin usaha yang harusnya dijalani dengan ketekunan akan berakhir dengan kegagalan. Tapi, tentu saja tidak berhenti hanya pada mimpi saja untuk bisa meraih sukses. Setelah memiliki mimpi, ia berpesan kepada penerus bangsa untuk membangun mimpi yang dimiliki itu dan mulai berpikir besar, berbuat lebih dan lebih lagi guna mewujudkannya. Aburizal Bakrie mengutip perkataan Donald Trump, “If you think, think big.”
Berpikir untuk menjadi besar, bukan yang kecil.
Selesai bermimpi, lalu memulai untuk melakukan hal-hal kecil yang bisa berdampak besar, Aburizal Bakrie juga terbiasa untuk membuat rencana dan merincinya. Ia membuatnya seperti dalam bentuk tabel, hingga segalanya tersusun rapi, rencana apa yang akan dijalaninya hari ini, esok hari dan hari-hari berikutnya.
Langkah Aburizal Bakrie ini seperti sebuah kotak berpikir yang pernah dijelaskan oleh Plato. Bahwa ingatan kita seperti ruang almari, sebuah ingatan ditempatkan di sebuah laci almari, ingatan lainnya ditempatkan di laci yang berbeda. Jika kita membutuhkannya dan mengambilnya, maka akan dengan mudah menemukan ingatan itu.
Kebiasaan Aburizal Bakrie yang terbiasa rapi dalam menerapkan perencanaan ini juga diajari oleh sang ayah. Achmad Bakrie adalah orang yang sangat berhitung terhadap sebuah rencana yang hendak dijalankannya. Ia mencoba menghitung konsekuensi, manfaat, untung dan ruginya pun ia coba untuk kalkulasikan. Aburizal Bakrie mengambil pelajaran itu darinya. Berbeda dengan Aburizal Bakrie, adiknya Nirwan Bakrie justru lebih berani dan spekulatif dalam pengambilan keputusan. Meski terkadang benar, Nirwan dan Aburizal seperti dua sisi mata uang yang berbeda dalam logam yang serupa.
Sejak hidup mandiri di Bandung saat berkuliah, Ical mulai mencoba memahami dirinya sendiri. Ia tahu bahwa membuat rencana diri menjadi hal yang harus dilakukannya untuk membentuk kedisiplinan. Dari bangun pagi, doa shalat subuh, latihan karate, berkumpul bersama teman, menjalankan dunia organisasi, istirahat, kemudian waktu belajar, semuanya direncanakan dengan saksama.
Kebiasaan mengatur waktu dengan bijak mengantarkannya pada kesuksesan yang gemilang. Ia pun harus mengatur waktunya yang kian padat dengan berbagai kegiatan di masa kini seperti rapat, pertemuan dengan investor, belum lagi kalau menghitung jadwalnya sebagai politisi dan berbagai pertemuan dimana ia menjadi pembicara. Itu semua dilakukan oleh bapak 3 orang anak ini dengan perencanaan yang matang.
Dan yang tidak kalah pentingnya, pria kelahiran tahun 1946 ini menekankan untuk segera mengeksekusi rencana-rencana tersebut. Selain harus matang dalam perencanaan, faktor selanjutnya adalah restu dari Tuhan.
Jika Tuhan sudah merestui, tidak ada yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Sebagai seorang muslim yang taat dan dididik dengan pendidikan agama yang baik, Aburizal Bakrie tidak pernah meninggalkan shalat lima waktunya setiap hari. Dalam ibadahnya, Aburizal Bakrie senantiasa meminta kesehatan dan kebahagiaan diberikan untuk dirinya dan keluarganya. Kesentosaan dan kesejahteraan pun tak luput dari doanya. Tuhan mengijabah kesungguhan Ical sebagai manusia. Caranya mengabdikan diri terhadap Tuhan dan sesama manusia terbayar ketika di pundaknya disematkan tanggung jawab terhadap keberlangsungan hidup manusia lainnya.
Lalu bagaimana soal modal usaha? Mungkin kita merasa Aburizal Bakrie sudah kaya sejak lahir dan mudah baginya untuk mencapai titik seperti sekarang. Rasanya tidak, Aburizal Bakrie meskipun memang berkecukupan dari hasil jerih payah sang ayah, ia tetap menjalani hidup seperti kita kebanyakan, memiliki waktu yang sama, 24 jam sehari, dan makan makanan yang sama, nasi dengan beberapa lauk. Sekali lagi, perbedaannya ada pada karakter seorang Aburizal Bakrie.
Misalnya saja dalam keberanian memulai usaha. Menurut Aburizal Bakrie, banyak orang yang mengeluh tidak berani berusaha karena tidak punya modal dan dana. Selain itu, banyak juga mengatakan bahwa kekayaannya didapatkan dari hasil kesuksesan sang ayah. Aburizal Bakrie menepis anggapan itu, ia mengaku bahwa dirinya memulai usaha saat tidak memiliki uang. Ia lantas bercerita, satu ketika Aburizal Bakrie tidak memiliki uang untuk membeli Kaltim Prima Coal (KPC), namun ia tidak kehilangan akal.
Ayah dari Ardi Bakrie ini mendatangi calon kontraktor dan memberikan tawaran kerja sama yang menguntungkan dengan syarat memberikan pinjaman dana kepadanya. Selain itu, Aburizal Bakrie juga mengajukan pinjaman kepada bank hingga akhirnya mampu membeli Kaltim Prima Coal (KPC) yang ia kelola dan kini dikenal menjadi sebuah perusahaan besar.
Aburizal Bakrie memberikan insight bahwa uang itu akan datang dengan sendirinya jika ada ide yang besar atau ada proyek yang visible. Jadi jangan bicara tidak mempunyai dana!
Tidak hanya Aburizal Bakrie, pengusaha kaya dunia lainnya seperti Bill Gates misalnya, ia adalah seseorang yang bukan lulusan bangku perkuliahan dan bukan berasal dari keluarga yang kaya raya, bahkan sempat tidak memiliki uang sepeser pun, namun ia memiliki ide yang hebat hingga ia membuat Microsoft yang berubah menjadi perusahaan raksasa dunia. Mimpi, kemauan dan determinasi adalah jawaban mengapa orang-orang seperti Bill Gates dan Aburizal Bakrie
Oleh sebab itu, ia mendorong anak bangsa untuk memikirkan berbagai ide-ide bagus dan cemerlang serta mencari partner untuk bekerja sama. Hal itulah yang selama ini dilakukan oleh Aburizal Bakrie. Modalnya hanya ide dan jejaring sosial. Hingga ide, bertemu jejaring sosial jadilah sebuah kesempatan. Untungnya, Aburizal Bakrie selalu jeli dalam membuat sebuah kesempatan. Ingat, membuat sebuah kesempatan, bukan menemukan kesempatan.
Dalam berbisnis, ia tentu pula mengalami sebuah proses pendewasaan. Di masa muda misalnya, jiwa muda yang menggebu-gebu terkadang membuatnya meminggirkan sebuah hitungan. Ia hanya melihat dari satu sisi tapi lupa dengan sisi lainnya. Misalnya menginginkan sebuah keuntungan yang besar dan optimal hanya dari satu pintu usaha.
Waktu kemudian mendewasakan, dalam menimbang sebuah keuntungan. Aburizal Bakrie masa kini tidak mempersoalkan tentang berapa besar keuntungan yang didapatkan. Meski hanya mendapat bagian 10% keuntungan saja, itu bukan menjadi soal. Intinya tetap mendapat untung daripada tidak sama sekali. Ia menyadari bahwa bisnis di bidang apapun akan membuka pintu pada bidang bisnis yang lainnya. Pintu-pintu itu pun perlahan terbuka, mulai dari perusahaan perkebunan, tambang, sampai telekomunikasi. Berkat perjalanan waktu, Aburizal Bakrie kini tidak lagi menaruh apel dalam satu keranjang yang sama.
Aburizal Bakrie menambahkan, penting bagi dirinya dan banyak orang untuk memahami bahwa menjadi sukses itu tidak perlu melihat kantong orang dan keuntungan orang lain, memperbandingkan apa yang orang lain dapat dan yang kita dapat. Jika kita berfokus pada orang lain, maka kita akan kehilangan keseimbangan diri. Pada akhirnya kita akan lupa dengan tujuan kita di awal akibat sibuk mengejar pencapaian orang lain. Fokus saja pada kantong sendiri dengan penambahan keuntungan yang didapatkan.
Ada hal unik yang jarang orang ketahui masa kini. Khalayak ramai biasanya hanya mengetahui Aburizal Bakrie sebagai seorang pengusaha sukses atau politisi handal. Tetapi di masa usia yang sudah cukup matang, ternyata Aburizal Bakrie sempat menjadi foto model.
Ia menjadi cover majalah bernama Tiara yang diterbitkan pada 24 November 1991. Tampil telanjang dada dengan celana pendek dan kaus kaki serta sepatu, Aburizal Bakrie nampak membawa handuk yang ia letakkan di paha kanannya. Pada masanya, majalah Tiara yang menyematkan Aburizal Bakrie sebagai cover majalahnya ini dijual Rp 3.300. Cukup murah jika dijual pada masa sekarang ini.
Isi majalah tersebut mengulas soal kepribadian Aburizal Bakrie sebagai pewaris dari Achmad Bakrie. Pose yang dilakukan Aburizal Bakrie itu umum pada zamannya, meski yang dibahas mengenai profil seorang elit, bukan berarti Aburizal Bakrie kehilangan taste sebagai seorang yang pantas disebut sebagai model. Fotonya tersebut cukup menjelaskan bahwa Aburizal Bakrie merupakan pribadi yang mudah bergaul, supel dan adaptif terhadap kondisi. Menjadi seorang pengusaha bisa ia lakukan, politisi pun berhasil, apalagi menjadi model.
Sayangnya, ia memilih untuk tidak melanjutkan karir sebagai seorang model lagi dan lebih berfokus pada bisnisnya menjadi penerus untuk usaha yang kelak menjadi sebuah konsorsium besar, Bakrie Grup.
Sumber:
– NN, “Inilah Daftar Alumni SMA Negeri 3 Teladan Jakarta”, (https://editor.id/inilah-daftar-alumni-sma-negeri-3-teladan-jakarta/, diakses pada Desember 2023)
– NN, “Inspirasi Milenial! Kisah Aburizal Bakrie 72 Tahun Mendulang Sukses”, (https://kabargolkar.com/read/kabar_nasional/3421/inspirasi-millenial-kisah-aburizal-bakrie-72-tahun-mendulang-sukses/2, diakses pada Desember 2023)
– Maria Elga Ratri, Fitri Nur Arifenie, “Kisah Grup Bakrie Lalui Krisis Demi Krisis” (https://industri.kontan.co.id/news/kisah-grup-bakrie-lalui-krisis-demi-krisis, diakses pada Desember 2023)
– NN, “Aburizal Bakrie” (https://id.wikipedia.org/wiki/Aburizal_Bakrie, diakses pada Desember 2023)
– Kriswangsa Bagus, “Kisah Sukses Aburizal Bakrie, Pebisnis & Politikus Sukses Tanah Air”, (https://www.finansialku.com/bisnis/kisah-sukses-aburizal-bakrie/, diakses pada Desember 2023)
– Rasheed Gunawan, “11-2-1847: Lahirnya Thomas Alva Edison, Penemu Lampu Pijar”, (https://www.liputan6.com/global/read/3275177/11-2-1847-lahirnya-thomas-alva-edison-penemu-lampu-pijar, diakses pada Desember 2023)
– Anggara Pernando, “Historia Bisnis: Langkah Nirwan Bakrie, Untung Lepas Freeport Untuk Ekspansi Properti”, (https://ekonomi.bisnis.com/read/20200519/257/1242653/historia-bisnis-langkah-nirwan-bakrie-untung-lepas-freeport-untuk-ekspansi-properti, diakses pada Desember 2023)
– Farika Maula, “8 Potret Lawas Aburizal Bakrie, Pernah Jadi Model Majalah”, (https://www.brilio.net/selebritis/8-potret-lawas-aburizal-bakrie-pernah-jadi-model-majalah-2011197.html, Diakses Pada Januari 2023)