Berita Golkar – Hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember selalu menjadi momen spesial bagi Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. Satu-satunya perempuan dari delapan anggota DPR RI Daerah Pemilihan Kalimantan Timur (Kaltim) tahun ini memperingati Hari Ibu ke-95, dengan rasa haru dan kebersamaan bersama lebih dari ratusan perempuan di Balikpapan.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini membersamai kegiatan yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Balikpapan yang mengangkat tema “Perempuan Berdaya & Berkarya” pada Selasa (19/2/2023). Hetifah mengharapkan di momen Hari Ibu ini, menjadi momentum untuk terus saling menguatkan kepada sesama perempuan di Bumi Etam dan Tanah Air.
Dalam acara tersebut, Hetifah memaparkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam pembangunan nasional. Karena perempuan sejak awal kemerdekaan hingga saat ini, telah berdaya tidak sekadar mengurus rumah tangga tapi juga memiliki daya juang dan tangguh untuk terus produktif menyelesaikan setiap masalah dalam hidupnya.
“Karena faktanya 12,7 persen dari keluarga di Indonesia itu dikepalai ibu rumah tangga, single mother. Tapi, laki-laki yang hanya single parent di Indonesia hanya 4 persen. Ini bukti ketangguhan perempuan dalam menyelesaikan masalah tidak perlu diragukan lagi,” ujar Hetifah.
Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Insinyur Indonesia (PII) ini menerangkan, bahwa sebuah peradaban bangsa diawali dari ibu-ibu hebat dan berdaya. Namun, di sisi lain, keterwakilan perempuan saat ini di dunia politik masih belum memenuhi jumlah yang diharapkan.
Dia memaparkan, berdasarkan data yang ia peroleh, di Kalimantan Timur masih belum 30 persen keterwalikan perempuan yang duduk di kursi legislatif. Baru sekadar dicalonkan, belum sampai terpilih.
Dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat kelima dari 11 negara lainnya dalam hal keterwakilan perempuan di parlemen, dengan persentase hanya sekitar 20 persen. Angka ini masih jauh di bawah negara seperti Laos (32 persen) dan Vietnam (29 persen).
“Penyebabnya mungkin kultur politik hari ini, masih belum cocok untuk perempuan. Jika ekosistem politik kita anggap laut, laki-laki itu ikannya. Mereka langsung siap berenang, tidak ada rasa ragu-ragu. Sementara perempuan harus mempersiapkan berbagai perangkat untuk dapat bertahan, sehingga kita cukup percaya diri dalam ekosistem tersebut,” papar dia.
Hetifah juga mendorong agar program pemberdayaan bagi ibu-ibu rumah tangga terus ditingkatkan. Sehingga produktivitasnya kian meningkat, dan perempuan di Bumi Etam semakin berdaya. “Jika ibu-ibu di setiap rumah tangga semakin berdaya, saya yakin keluarganya juga lebih sejahtera,” tutup dia. {sumber}