Berita Golkar – Ada poin penting yang dapat diambil dari perjalanan mukjizat Isra Mi’raj. Di antaranya keimanan umat, ilmu Allah sangat luas, serta mi’rajnya seorang muslim adalah shalat yang benar dan khusyuk.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Tubagus Ace Hasan Syadzily saat memberikan tausiyah Peringatan Isra Mi’raj di Masjid Nurul Iman, Kompleks Mekar Indah RT 05/21, Desa Cimekar, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Minggu (28/1) malam.
“Perbuatan keji dan mungkar bisa kita hindari dengan shalat. Karena dengan shalat bukan hanya menghindari kita dari sifat yang jelek tapi dapat juga merasakan kehadiran Allah dalam menjalankan hidupnya,” kata Ace.
Dirinya berpendapat dari perjalanan Isra Mi’raj dapat dipetik poin pentingnya serta di imperialisme dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya akan mendorong umat agar memperkuat keimanan. “Keumatan makin kuat yang dilandaskan oleh keimanan,” ujar Ace.
Bukan hanya itu, ace sapaan akrabnya pada kesempatan ini pun mengutip ayat suci Al Quran, yaitu Surat Al Isra yang dimana isinya menceritakan tentang perjalanan mukjizat Rasulullah Muhammad SAW, yaitu, Isra Mi’raj dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina hingga Sidratul Muntaha.
“Surat Al Isra’ ini dimulai dengan kata subhanalladzi. Sebuah impresi luar biasa. Tidak ada kekuatan apa pun yang bisa menunjukkan ketakjuban kita. Menunjukkan kemahaagungan Allah dalam menciptakan suatu momentum,” tuturnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, Isra Mi’raj itu peristiwa bukan kehendak manusia tapi kehendak Allah SWT. Maka tidak ada yang tidak mungkin apabila Allah SWT sudah berkehendak.
Ada kekuatan besar sehingga Surat Al Isra diawali dengan subhanalladzi, bahwa Nabi Muhammad SAW diperjalankan. Allah memperjalankan seorang hambanya dalam satu malam (laila) dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjid Aqsa di Palestina.
“Secara logika kan tidak mungkin melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke Al Aqsa dalam semalam, apalagi dulu belum ada pesawat, Namun, dengan kekuasaan, Allah memperjalankan Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha dalam satu malam ke langit ke tujuh. Dan pada akhir malam sudah kembali lagi Makkah,” tuturnya
Lebih lanjut, dirinya mengatakan, pada zaman Nabi pun masih banyak orang yang tidak percaya dengan peristiwa Israk Mi’raj. Maka dari itu peristiwa Isra Mi’raj itu jika menggunakan logika, rasanya tidak mungkin. Tetapi, dengan keimanan. “Ini soal iman, kalau secara logika tidak mungkin,” lanjutnya.
Artinya, katanya, peristiwa Isra Mi’raj merupakan ibarat dan refleksi buat umat bahwa ilmu Allah itu sesungguhnya luas dan tidak kita jangkau. Tetapi perlahan-lahan bisa dibuka hari ini melalui peristiwa Israk Mi’raj. Hanya saja ilmu manusia belum mampu mengungkap ilmu Allah dalam peristiwa Israk Mi’raj.
“Semangat yang harus dibangun oleh kita terhadap Isra Mi’raj adalah yakin dan beriman. Selain Isra dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjid Aqsa di Palestina, peristiwa menarik kedua adalah mi’raj ke Sidratul Muntaha. Oleh-oleh dari mikraj Nabi Muhammad adalah perintah shalat. Itu merupakan cermin dari bagaimana kasih sayang Allah kepada Nabi Muhammad SAW,” ucapnya.
Dalam setiap shalat, ujar Kang Ace, umat Islam selalu mengulang-ulang dialog antara Nabi Muhammad dengan Allah SWT. Dialog itu terdapat di tahiyat akhir.
“Attahiyatul mubarakatus solawatut toyibatulillah. Itu adalah dialog antara Nabi Muhammad dengan Allah SWT saat mi’raj. Jadi, Rasulullah ketika menghadapi Allah, pertama kali yang disampaikan oleh Rasulullah adalah penghormatan. Dijawab langsung oleh Allah, assalamualaika ibadilahisolihin. Allah mengakui Nabi Muhammad adalah hamba yang shalih,” ujar Kang Ace.
“Dijawab lagi, assalamualaina waala ibadilahisolihin. Nabi Muhammad tidak merasa hanya dirinya yang paling salih. Tetapi ada nabi-nabi lain yang juga salih,” tuturnya.
Bagi umat Islam, kata Kang Ace, shalat adalah mi’raj. Karena itu, jika khusyu dalam shalat, artinya umat Islam telah mikraj, berdialog langsung dengan Allah SWT.
“Shalat yang diperintahkan kepada umat Islam merupakan hasil negosiasi antara Nabi Muhammad dengan Allah SWT. Asalnya, 50 kali dalam sehari semalam. Bayangkan, pasti berat. Karena itu, dengan hanya 5 kali shalat membuktikan bahwa Nabi Muhammad sangat memahami psikologi, fisik, kemampuan umat,” ucap Kang Ace. {sumber}