Berita Golkar – Keberagaman bahasa daerah merupakan salah satu kekayaan dan kekuatan Republik Indonesia. Oleh karena itu, keberadaanya mesti dipertahankan dan dilestarikan oleh semua elemen, terkhusus pemerintah.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Hetifah Sjaifudin dalam acara Diskusi Pendidikan pada Selasa (22/8/2023), bertemakan “Implementasi Nilai-nilai karakter kebangsaan sebagai bentuk merdeka belajar”.
Hetifah dalam kesempatan ini mengatakan kegiatan ini digelar untuk menanamkan jiwa nasionalisme dan kebangsaannya. Utamanya bagi para siswa maupun guru di dalam kurikulum merdeka.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh jajaran Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga PPU (Disdikpora), guru penggerak serta Kepala sekolah SMA-SMK se-Penajam Paser Utara (PPU) dan Paser.
“Jiwa nasionalisme ini bukan hanya saat jadi mahasiswa, baru bicara soal negara dan kebangsaan. Maka dari itu kita mulai memupuk hal ini bukan hanya dari sekolah, melainkan di rumah juga,” ujar dia.
Selain itu, lanjut Hetifah, mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni juga perlu. Terlebih dalam menghadapi hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) dari segi pendidikannya.
Dikatakan, banyaknya bahasa daerah yang juga mulai punah. Serta tenaga pengajar bahasa kedaerahan pun saat ini sangat minim bahkan hampir tidak ada.
“Kita sangat perlu memperkuatkan pendidikan bahasa daerah bagi PPU dan Paser yang sudah mulai punah. Yakni dengan memperkuat program sekolah berupa muatan lokal bahasa daerah. Dengan menyekolahkan para pendidik agar mumpuni dalam mengajarkan bahasa daerah tersebut,” jelas Hetifah.
Dia juga berharap hal ini menjadi keterlibatan Pemerintah Daerah (Pemda) baik PPU maupun Paser. Keterlibatan ini dituangkan melalui peraturan daerah (perda) dalam program pengajaran bahasa daerah.
“Kita akan mendorong pula akan menjadi peraturan di pusat nantinya. Kita inginkan Pemda bisa menuangkan hal ini berupa Perda. Kalau ini sudah bagus dari bawah maka kita akan dorong di pusat juga. Jadi daerah tidak lagi menunggu-nunggu peraturan pusat,” tutup Hetifah. {sumber}