Berita Golkar – Partai Golkar meluncurkan buku berjudul “Jalan Tengah Golongan Karya: Mengutamakan Persatuan dan Kesatuan Demi Kemajuan Bersama”, yang merupakan karya dari dua kader partai tersebut, yakni Sharif Cicip Sutardjo dan Erwin Aksa.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, saat memberikan sambutan pada peluncuran buku tersebut di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin, mengatakan buku tersebut menggambarkan bahwa Partai Golkar memilih menjadi partai tengah dalam kondisi politik Indonesia saat ini.
Pilihan Golkar menjadi “partai tengah” itu untuk menghindari konflik politik yang terlalu ideologis, serta menjangkau dan merangkul seluruh masyarakat Indonesia dengan semangat persatuan dan kesatuan.
“Sikap ini adalah keputusan paling rasional di tengah kondisi rakyat yang sangat beragam. Posisi poros tengah juga salah satu upaya partai beringin melanjutkan nilai-nilai para leluhur pahlawan nasional yang berhasil menyatukan Indonesia dari banyak keberagaman suku, budaya, adat, dan agama,” kata Airlangga.
Menurut Airlangga, poros tengah merupakan adopsi dari semboyan negara Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Menurut dia, semboyan itu mengakui, menghargai, dan melindungi keragaman dengan semangat berbeda-beda tetapi tetap satu.
“Hanya dengan persatuan dan kesatuan, Indonesia telah terbukti dapat memajukan kedaulatan, kemerdekaan nasional, sekaligus melangsungkan pembangunan untuk mencapai cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur,” kata Airlangga.
Buku yang ditulis oleh dua kader Partai Golkar itu terdapat 110 halaman, dengan sampul buku bergambar pohon beringin. Buku tersebut memuat kata sambutan dari Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar H. Aburizal Bakrie, serta pengamat politik Rocky Gerung.
Sebagai penulis, Sharif Cicip menjelaskan bahwa Partai Golkar terus memberi pemahaman bahwa persaingan ideologis memerlukan tuntunan argumen rasional agar tidak berubah menjadi konflik suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA.
Misi tersebut, kata dia, terus dilakukan sambil memperbaiki pendidikan anak-anak bangsa Indonesia melalui dua hal. Hal itu di antaranya mewujudkan manusia Indonesia yang bermartabat (human dignity), mampu merawat lingkungan sebagai habitat etis semua makhluk (environmental ethics), dan mendorong generasi baru terlibat dalam pengolahan isu keamanan global (global security) untuk mencegah permusuhan antarbangsa.
“Bagi Golkar, menumbuhkan politics of hope adalah alasan semua para kader dalam berpolitik hari ini. Masa lalu kita adalah pelajaran untuk mulai menulis sejarah baru” bukan memilih mencari aman dengan berjalan di tengah, melainkan menjadi ‘partai tengah’ untuk menuntun republik ke arah persatuan dan kemakmuran bersama,” ujar Sharif. {sumber}