Hetifah: Rencana Pembentukan Kementerian Kebudayaan Harus Sesuai Konstitusi UUD 1945

Berita Golkar – Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah merespon gagasan pembentukan Kementerian Pendidikan. Dia menilai gagasan ini menarik, sehingga perlu direspon dan dikaji. Dia menekankan pembentukan Kementerian Kebudayaan harus sesuai ketentuan konstitusi UUD 1945.

Seperti diketahui saat ini kebudayaan masuk di dalam Kemendikbudristek. Hetifah menuturkan  pemisahan pendidikan dan kebudayaan untuk menjadi kementerian sendiri, tetap membutuhkan kajian yang mendalam dan komprehensif. “Mengapa? Setidaknya karena dua hal yang harus jadi bahan kajian,” katanya Selasa (19/3).

Hetifah mengatakan, hal pertama adalah di dalam konsitusi UUD 1945 dinyatakan bahwa Pendidikan dan Kebudayaan dijadikan dalam satu bab. Dengan kondisi tersebut, perlu dikaji mungkin ada pesan atau makna secara intrinsik dari penyatuan dua hal atau bidang tersebut menjadi satu bab dalam konstitusi.

“Pendidikan sampai saat ini masih diyakini sebagai instrumen paling efektif untuk melakukan proses internalisasi nilai-nilai budaya bangsa,” katanya.

Oleh karena itu, pemisahan kebudayaan dengan pendidikan itu perlu dikaji secara komprehensif. Apakah dengan pemisahan tersebut, efektivitas internalisasi nilai-nilai akan terganggu atau tidak. Dia juga mengatakan pembentukan Kementerian Pendidikan harus mengacu ke UU 39/2008 tentang Kementerian Negara.

Di bagian lain, sejumlah pemerhati budaya juga menyuarakan pentingnya pembentukan Kementerian Kebudayaan. Pada diskusi yang dilaksanakan Aliansi Budaya Rakyat (Abra) di Jakarta, Ketua Dewan Kesenian Jakarta Bambang Prihadi mengatakan adanya Kementerian Kebudayaan bisa memperkuat upaya pemajuan kebudayaan. Dia menggarisbawahi pentingnya konsistensi dalam memajukan kebudayaan.

Bambang mengambil contoh dari perjalanan Korea yang membutuhkan waktu 40 tahun untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang kebudayaan. “Hal ini menegaskan perlunya lembaga yang tidak sekadar direktorat atau direktorat jenderal,” katanya. Oleh karena itu, munculnya gagasan Kementerian Kebudayaan perlu didukung bersama.

Praktisi Kebijakan Budaya dan Arkeolog Joe Marbun menambahkan, bahwa visi pendirian Kementerian Kebudayaan perlu didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Kebudayaan, menurutnya, tidak hanya berkaitan dengan pendidikan formal, tetapi membutuhkan pendekatan yang lebih holistik dan terintegrasi.

Dia mengatakan selama ini banyak masukan dan masalah yang muncul di dunia kebudayaan. Maka lahir ide untuk membuat sebuah Kementerian Kebudayaan. “Tetapi jangan sampai jika ini sudah dibentuk, fungsinya menjadi tidak jelas,” ungkap Joe Marbun.

Sementara itu Rocky Gerung menyampaikan pandangan kritis terkait birokratisasi dalam pengelolaan kebudayaan. Dia menegaskan bahwa kebudayaan tidak boleh semata-mata menjadi fungsi dari APBN. Lebih dari itu, harus terlepas dari birokrasi yang berlebihan.

Menurutnya, di Indonesia kebudayaan hinggap di semua aspek di kehidupan sehingga tidak boleh terlalu dikekang oleh aturan pemerintah. Dia juga menekankan pentingnya keberadaan seorang menteri yang memiliki kecakapan dan pemahaman yang cukup dalam bidang kebudayaan.

“Kementerian Kebudayaan tidak hanya mengurus kebijakan. Tetapi juga menjadi garda terdepan dalam menjaga, memelihara, dan mengembangkan kekayaan budaya Indonesia,” pungkasnya. {sumber}