Berita Golkar – Seluruh partai yang punya kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar patut berkoalisi untuk mengusung pasangan calon wali kota dan wakil wali kota pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024.
Penjajakan pun dimulai dilakukan oleh antar pengurus partai. Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) selangkah lebih maju. Tahapan belum dimulai, tapi kedua partai ini sudah menyiapkan nama koalisi ‘Pisang Ijo’.
Pisang merujuk pada Partai Golkar yang punya simbol warna kuning. Adapun ijo atau hijau merupakan warna keagungan dari PKB. Pisang Ijo sendiri merupakan penganan khas Bugis-Makassar yang sangat populer di bulan Ramadan ini.
Golkar dan PKB saling membutuhkan dalam Pilwali Kota Makassar. Di DPRD Makassar, Golkar hanya punya enam kursi dan PKB lima kursi. Bila kedua partai ini bergabung maka telah memenuhi syarat untuk mengusung pasangan calon.
Ketua PKB Sulsel, Azhar Arsyad mengatakan, pihaknya sudah lama menjajaki komunikasi dengan Golkar untuk menghadapi Pilwali Makassar. Hubungan tersebut ditenun sebelum pelaksanaan pemilu lalu hingga akhirnya kedua partai berkomitmen untuk berkoalisi pada November 2024.
“Tidak ada hal yang kebetulan. Sebelum dan sesudah pemilu ruang komunikasi sudah terbuka antara PKB dan Golkar di Makassar untuk bersama di Pilwali nanti,” ujar Azhar, Selasa (26/3/2024).
Menurut Azhar, selain Golkar, pihaknya juga tetap membuka pintu komunikasi kepada partai lain yang ingin bergabung. Hanya saja, bila tak ada lagi partai yang menjajaki koalisi, maka Golkar-PKB akan jalan dengan mengusung pasangan calon.
Mengenai kandidat yang akan diusung, kata Azhar, pihaknya memiliki mekanisme penjaringan. Azhar mengatakan, PKB memiliki figur-figur potensial yang layak maju di Makassar. “Ada Fauzi Andi Wawo, Haekal, dan Deng Ical juga ada Ical. Soal nama akan lebih intens dibicarakan ke depan,” imbuh Azhar.
Azhar mengatakan, pihaknya segera menyiapkan petunjuk teknis penjaringan kandidat dalam menentukan desk pilkada. Selanjutnya, PKB akan membuka pendaftaran yang akan dijadwalkan seusai Idulfitri.
“Saya sampaikan kepada seluruh kandidat PKB untuk mengundang orang-orang terbaik, yang mau mengabdikan diri, dan yang punyai visi memperbaiki daerah,” kata Azhar.
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar Sulsel, La Kama Wiyaka menuturkan saat ini salah satu kader yang mendapat rekomendasi dari DPP untuk maju di Kota Makassar adalah Ketua Golkar Makassar, Munafri Arifuddin. Menurut La Kama, dalam surat DPP bakal calon diwajibkan membuka ruang dan menjalin komunikasi kepada partai politik lain dan figur di daerah masing-masing untuk menghadapi pilkada.
“Appi sudah resmi dapat tugas partai maju Pilwali Makassar 2024. Wajar bila sejak dulu berusaha membuka ruang komunikasi dengan partai dan figur-figur potensial termasuk dengan PKB,” ujar La Kama.
La Kama mengatakan, pihaknya saat ini terbuka kepada semua partai untuk berkoalisi. “Yang jelang akan kami lihat bargaining dan posisi tawarnya seperti apa,” imbuh La Kama.
Appi sudah dua kali maju di Pilwali Makassar. Keikutsertaannya yang pertama, harus kalah dari ‘Kotak Kosong’. Pada 2020, Appi kembali maju namun tak mampu mengalahkan Danny Pomanto.
Pakar politik dari Universitas Hasanuddin, Tasrifin Tahara menyebutkan, koalisi ‘Pisang Ijo’ merupakan sebuah tagline unik dan memiliki brand tersendiri bagi masyarakat urban di Kota Makassar.
“Apalagi disematkan ke Golkar-PKB. Saya kira koalisi Golkar-PKB meski beda haluan dalam koalisi pilpres tapi sangat memungkinkan terjadi di Makassar,” ujar Tasrifin.
Menurut Tasrifin, pada level pilwali Makassar koalisi Golkar-PKB sangat memungkinkan karena beberapa faktor seperti visi politik dan figur yang akan diusung. “Elite Golkar dan PKB Makassar memiliki kedekatan emosional, antara Munafri dan Fauzi adalah generasi yang sama dan sesama alumni Unhas,” ujar dia.
Menurut dia, Golkar dan PKB pada pemilu lalu berhasil dalam memperoleh kursi dan sangat signifikan. Selain itu, simbol-simbol yang ditonjolkan keduanya sangat dekat dengan kelompok milenial urban. Untuk partai lain peluang untuk gerilya sangat memungkinkan sepanjang ada kesamaan visi dan platform dalam menghadapi pilwali kota Makassar.
“Menariknya nama koalisi ‘Pisang Ijo’ ini mainnya pada simbolisasi yang saat dekat dengan ruang dan waktu. Apalagi Pisang Ijo saat ini digandrungi di bulan Ramadan, dan itu melekat dalam ingatan masyarakat,” ujar dia.
Direktur Eksekutif Parameter Publik Indonesia (PPI) Ras Md menyatakan banyak nama yang mengemuka akan maju pada Pilwali Makassar dengan latar belakang politik maupun dari birokrasi. Utamanya, kata dia, yang politikus dan banyak yang terpilih pada pemilu lalu. “Ini menjadi tantangan tersendiri dari mereka jika ingin bertarung dalam kontestasi Pilwali mendatang,” ujar Ras.
Dia mengatakan, mereka yang dinyatakan terpilih di legislatif harus mundur bila ingin bertarung di Pilkada. Artinya apa, kata dia, cukup besar konsekuensi yang akan diterima terima bila memutuskan maju dalam Pilkada. “Kalau saya menghitung, dari kalangan politisi terpilih yang berani ikut dalam kontestasi Pilwali, hanya Munafri Arifuddin yang berani maju,” kata Ras.
Dia mengatakan, lain halnya dengan politisi yang memang tidak terpilih pada kontestasi pemilu lalu. Dia menyebut, nama Najmuddin dari Partai Gerindra yang digadang-gadang juga akan maju. Najmuddin gagal meraih suara signifikan pada pemilu lalu. “Tapi, menurut saya Najmuddin tak mudah untuk menaklukkan Kota makassar,” ujar Ras.
Ras menguraikan, Pilwali Makassar 2024 merupakan momentum baik Munafri alias Appi yang untuk ketiga kalinya akan ikut bertarung. Dia mengatakan, kekalahan berkali-kali bagi politisi membuat hitungan politiknya akan lebih matang dalam berkompetisi. “Karena semua unsur kekuatan akan dihitung dengan baik jika ingin kembali bertarung di medan yang sama,” imbuh Ras.
Ras mengatakan, Appi sangat potensial karena paling populer dari semua figur yang disebutkan bakal maju. Dia mengatakan, kepopuleran Appi tidak lepas dari setiap momentum politik sosoknya selalu hadir, ditambah lagi kepemimpinannya yang membawa PSM menjadi juara Liga 1 Indonesia.
Faktor kedua, kata Ras, Appi cukup berhasil menakhodai Golkar Makassar. Trend kenaikan Golkar meningkat, baik capaian suara maupun jumlah kursi. Ditambah lagi Appi sendiri terpilih menjadi anggota DPRD Sulsel. “Artinya, kontribusinya terhadap partai nyata dan pembuktian elektoralnya tergolong memuaskan,” imbuh Ras.
Faktor ketiga, Pilwali Makassar kali ini tanpa petahana sehingga tentu sangat menguntungkan bagi mereka yang punya investasi sosial yang tergolong panjang. “Kalau saya bandingkan wajah-wajah lama, memang hanya Appi saja yang secara konsisten hadir di tengah-tengah masyarakat selama ini,” kata Ras.
Dari tiga faktor di atas, sambung Ras, diyakini Appi akan kembali tampil dalam pentas Pilwali makassar kali ini. “Appi dengan mudah memainkan peran dalam pertarungan Pilwali,” ujar Ras.
Menurut dia, menuju tahapan Pilwali Makassar, sejauh ini baru PKB dan Golkar yang sudah membangun komitmen koalisi. “PKB cukup progresif merespons kondisi, membangun komitmen koalisi dengan Golkar tidak mengalir begitu saja, PKB pasti sudah punya kalkulasi menang,” ucap Ras.
Dia menilai, sosok Appi menjadi magnet bagi PKB karena dinilai potensial tampil kuat dalam Pilwali mendatang. Jika kita melihat jumlah perolehan kursi masing-masing partai baik Golkar maupun PKB, kedua partai ini sudah cukup syarat. Persyaratan 20 persen terlampaui dari 50 kursi di DPRD Kota Makassar. Dia menyebutkan, sudah cukup sebenarnya kedua partai ini mengusung pasangan calon.
“Koalisi ini cukup ideal. Perihal siapa sosok pendamping Appi nantinya, tentu itu butuh kajian akademik berbasis riset agar melahirkan orang yang ideal,” ungkap dia.
Ras mengatakan, kedua partai ini tak butuh waktu lama dalam menentukan sikap politiknya. Itu bukti jika masing-masing ketua Partai bijak dalam menghadapi kontestasi politik mendatang. “Saya juga tidak melihat PKB menjadikan posisi wakil sebagai syarat berkoalisi dengan Golkar. Itu nilai plus dari koalisi ini,” kata Ras.
Adapun, pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Endang Sari mengatakan koalisi di Pilgub, Pilkada, atau Pilwali akan lebih cair dibandingkan Pilpres. “Peluang untuk koalisi cair itu terbuka,” kata Endang.
Ekas komisioner KPU Kota Makassar ini menyebutkan elite politik di Sulsel itu memiliki kedekatan satu sama lain, baik itu berhimpun di organisasi dan alumni kampus yang sama. “Walaupun mereka beda partai tapi memiliki kedekatan emosional walau beda usungan saat Pilpres lalu,” ujar dia.
Di Makassar, Endang melihat tanpa ada petahana dipastikan akan banyak kontestan yang akan hadir, baik itu melalui dukungan partai politik maupun jalur perseorangan. Hal ini terjadi pada Pilwali Makassar 2013 dimana ada 10 pasangan calon karena tidak ada incumbent.
“Kemungkinan banyak calon itu terbuka lebar, baik itu jalur partai maupun jalur perseorangan. Sejarah Pilkada Makassar ada independen yang mendaftar, 2013 kalau tidak salah ada 3 pasangan calon independen, 2020 juga kemarin ada beberapa yang mau maju jalur independen, walaupun tidak lolos verifikasi KPU,” ujar dia.
Direktur Nurani Strategic Nurmal Idrus mengatakan bisa saja Parpol di Pilpres berkoalisi di daerah dan bisa saja tidak. Ini tergantung kepentingan mereka di Kota Daeng.
“Tapi biasanya tidak linear (koalisi) dari atas ke bawa. Bisa saja kata dia NasDem bisa berkoalisi dengan Gerindra dan PDI Perjuangan, tergantung kepentingan apa dan apa mereka dapat,” kata Nurmal.
Diketahui beberapa kader partai digadang-gadang untuk maju. Tapi mereka mereka terpilih menjadi anggota DPR, seperti Rudianto Lallo (Nasdem), Fatmawati Rudi (Nasdem), Andi Rachmatika Dewi (Nasdem), Munafri Arifuddin (Golkar) Zunnun (Golkar), Syamsu Rizal (PKB), Fauzi Andi Wawo (PKB), Udin Malik (PDIP) dan Fadli Ananda (PDIP),
Nurmal menyebutkan mereka semua ini pastinya akan dilema karena pelantikan anggota DPRD itu pada bulan September sementara Pilkada berlangsung pada bulan November sehingga dia harus mengundurkan diri karena mereka sudah dilantik sebagai wakil rakyat.
“Tapi menurut saya kalau dia memiliki niat untuk maju harus memilih salah satunya. Tapi jangan sampai dua-duanya tidak dapat,” bebernya.
Sehingga anggota DPRD terpilih harus melihat dengan matang, keterpilihannya jika maju di Pilkada nanti. “Jadi harus melihat bagaimana kecenderungan masyarakat. Karena kecenderungan masyarakat itu tidak linear Pileg dan Pilkada,” jelasnya. {sumber}