Berita Golkar – Setelah bus Putera Fajar yang membawa rombongan siswa SMK Lingga Kencana kecelakaan di Ciater, Jawa Barat, beberapa Pemerintah Daerah mulai memperketat study tour.
Penjabat (Pj) Gubernur Jabar, Bey Machmudin melalui Surat Edaran (SE) Nomor 64/PK.01/Kesra, tentang pelaksanaan tur sekolah atau study tour, mengimbau para kepala daerah (Bupati/Wali Kota) untuk memperketat izin study tour di wilayah masing-masing.
Pengetatan izin study tour itu, untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa yang dialami siswa-siswi SMK Lingga Kencana. Kata Bey, study tour sebaiknya dilaksanakan di dalam kota, di wilayah Jabar, melalui kunjungan ke pusat pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan destinasi wisata edukatif lokal, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
“Kecuali, bagi satuan pendidikan yang sudah merencanakan/melakukan kontrak kerja sama study tour di luar Provinsi Jabar dan tidak dapat dibatalkan,” ujar Bey dalam surat edarannya.
Senada, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta mengimbau seluruh satuan pendidikan tidak menggelar acara perpisahan maupun study tour di luar lingkungan sekolah. Imbauan ini, disampaikan setelah ada kecelakaan maut rombongan SMK Lingga Kencana, Depok.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Purwosusilo mengimbau, perpisahan murid, tidak digelar satuan pendidikan di luar area sekolah.
“Jadi, saat perpisahan, tidak ke mana-mana, hanya di sekolah masing-masing, menggunakan fasilitas yang ada. Kalau ada sekolah yang melakukan di luar itu, berarti perlu pembinaan dari saya,” kata Purwo, Selasa (14/5/2024).
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim tak mempermasalahkan pengetatan tersebut. “Kalau cuma wisata yang bentuknya berupa perpisahan, pelepasan, pisah sambut, memang harus betul-betul diatur secara ketat,” tandasnya.
Berbeda, Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai, tidak ada yang salah dengan study tour. “Kenapa harus diperketat atau dilarang,” ucapnya.
Kata dia, persoalannya adalah kendaraan tersebut tidak layak. “Bukan salahnya program study tour. Kok yang dilarang study tour-nya,” kata Hetifah.
Untuk lebih jelasnya, berikut wawancara dengan Hetifah Sjaifudian tentang pengetatan dan pelarangan study tour ini.
Beberapa Dinas Pendidikan mengimbau, tak perlu study tour. Pandangan Anda?
Kebijakan tersebut tidak tepat, dan tidak menyasar pada esensi persoalan.
Kenapa begitu?
Kecelakaan itu terkait layak atau tidak kendaraannya, bukan salahnya program study tour. Kok yang dilarang study tour-nya.
Bagaimana penilaian Anda tentang surat edaran tersebut?
Harusnya, edarannya untuk kewajiban inspeksi kelayakan kendaraan dan operatornya.
Sekolah dan penyedia layanan, mesti memastikan bahwa moda transportasi yang digunakan, layak jalan, nyaman dan aman untuk perjalanan study tour.
Memang sering terjadi, karena mengejar biaya yang tidak bisa mahal, supaya siswa mampu, penyedia sering menggunakan bus-bus cadangan yang tak layak. Kompromi, lalu harga bisa murah. Atau bisa juga mendapatkan busnya lewat perantara, asal dapat. Cost oke, layak nggak dijamin.
Soal tour perpisahan yang diimbau tidak ke luar kota, bagaimana pendapat Anda?
Jangan dikorbankan, siswa dan study tour tidak bersalah.
Selain masalah tersebut, apa lagi yang menjadi catatan Anda?
Hal lain juga soal makanan, ada beberapa kasus, anak-anak peserta study tour, keracunan setelah mengkonsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat atau basi.
Nah, kalau terjadi seperti ini, bukan study tournya yang dilarang, tapi harus standard konsumsi yang disediakan yang harus diawasi lebih cermat. {sumber}