Berita Golkar – Anggota Komisi XI DPR RI Zulfikar Arse Sadikin mengingatkan bahwa APBN 2025 yang fantastis yaitu Rp3.500 triliun yang diajukan oleh Menkeu RI Sri Mulyani ke DPR RI, itu harus prioritas untuk penyelenggaraan negara.
Menurut dia, hal itu penting supaya anggaran tersebut bisa menyerap banyak tenaga kerja sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi di atas 5,2 persen yang ditargetkan.
“APBN itu jangan sampai habis hanya untuk gaji penyelenggara negara (PNS). Tapi, untuk penyelenggaraan negara. Karena itu, APBN harus berbasis program kerja, kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang dilakukan melalui Musrembang yang dipetakan oleh Bappenas RI,” tegas Zulfikar.
Hal itu disampaikan politisi fraksi Golkar itu dalam acara Forum Legislasi dengan tema “Mengupas RAPBN 2025 Menuju Indonesia Maju” bersama Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, dan Praktisi Media John Andhi Oktaveri di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa (11/6).
Lebih lanjut Zulfikar menilai, motto atau tagline Kemenkeu RI yang mencari sebanyak-banyaknya, pendistribusian sebaik-baiknya dan inovasi keuangan, jangan sampai hanya meng kolek- kolek dari pajak yang kecil, tapi yang besar-besar.
Hal itu agar APBN mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, terwujudnya pemerataan, dan mensejahterakan masyarakat.
“Collecting more; standing better and innovation finance (Mengumpulkan lebih banyak; berdiri lebih baik dan inovasi keuangan). Tapi, kalau 50 persen saja habis untuk belanja negara (gaji pegawai) tentu sulit bisa menggeliatkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Artinya APBN itu sudah presisikah? Kalau tidak, ya sulit,” kata politisi Golkar itu.
Sementara itu, pengamat ekonomi Nailul Huda menilai bahaya kalau rasio pajak atau tak ratio utang luar negeri kita atas PDB (produk domestik bruto) mencapai 40,41 persen atau setara dengan Rp 6000 triliun.
Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan target 2024 sebesar 38,26 persen dan lebih tinggi dari realisasi tahun 2023 yang sebesar 38,98 persen.
“Kenaikan rasio utang itu selaras dengan defisit anggaran yang ditarget meningkat. Defisit anggaran pada 2025 disasar meningkat menjadi 2,45 persen sampai 2,8 persen terhadap PDB, dari tahun ini sebesar 2,29 persen atau Rp6000 triliun. Ini bahaya,” tegas Nailul.
Dikatakan, APBN 2025 akan dihantui oleh bunga utang luar negeri yang cukup masif. Apalagi jika nilai tukar rupiah terhadap dollar terus merosot.
“Alhasil, pemerintah terus berupaya untuk mengurangi subsidi BBM, listrik, gas, dan sebagainya yang bebani rakyat makin berat akibat beban utang tersebut. Sehingga kebijakan fiskal itu kontradiktif dengan terus mengurangi subsidi rakyat. Tapi, Menkeu Sri Mulyani selalu mengajukan APBN yang optimistis, maka layak dipertahankan dalam pemerintahan Prabowo – Gibran,” tambah Nailul.
Beban APBN dan utang luar negeri tersebut disebabkan perlunya anggaran OIKA (Otorita Ibu Kota Nusantara) sekitar Rp466 triliun, program makan susu gratis Prabowo – Gibran Rp666 triliun dan proyek-proyek pembangunan infrastruktur jalan tol, kereta cepat, MRT dan lain-lain, yang juga telan biaya ratusan triliun rupiah.
Sedangkan pada 15 Mei 2024 l utang Luar Negeri RI Turun Jadi Rp 6.489 Triliun. Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal I 2024 mencapai US$ 403,9 miliar atau setara Rp6.489 triliun (kurs Rp 16.068). Nilai itu turun 0,02 persen dibandingkan posisi triwulan sebelumnya yang US$ 408,5 miliar. {sumber}