Berita Golkar – Revisi undang-undang penyiaran telah menimbulkan polemik, teruma berbagai kalangan masyarakat sipil dan pro demokrasi, yang menilai draf RUU yang dibuat DPR bakal memberangus kebebasan pers dan berekspresi.
Anggota Komisi I DPR RI, Bobby Ardito Rizaldi berkilah, dalam isu larangan jurnalistik investigasi di Rancangan Undang Undang (RUU) Penyiaran, banyak yang salah menginterpretasikan redaksional.
“Bahwa jurnalistik investigasi itu dilarang, bukan. Maksudnya itu jurnalistik investigasi eksklusif,” katanya dalam diskusi publik yang digelar Ikatan Wartawan Hukum (IWAKUM) bertajuk “Menakar Urgensi RUU Penyiaran” di Jakarta, Jumat (14/6).
Pengaturan ini, kata Bobby, khusus untuk platform digital. Jurnalistik investigasi eksklusif perlu diatur agar tidak semua media penyiaran bisa sembarangan membeli hak siar untuk konten sensitif seperti kasus hukum atau terorisme.
“Pengaturan ini bukan berarti membungkam kebebasan pers. Sekali lagi yang mungkin diperbaiki itu adalah konteks eksklusivitasnya bukan masalah tidak boleh, sama sekali tidak,” katanya.
Politikus Golkar menegaskan, pengaturan eksklusivitas berkaitan dengan konsep publisher rights. DPR menginginkan pers baik di daerah maupun nasional, memiliki hak siar atau publisher rights yang dilindungi.
Bobby mengatakan, hal itu bertujuan agar produksi berita menjadi lebih variatif dan menguntungkan media pertama yang mempublikasikan berita. “Bagus toh ini publisher rights,” katanya. {sumber}