Berita Golkar – Anggota Komisi I DPR Dave Laksono meminta pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk tidak ragu blokir platform X (sebelumnya Twitter), meksi mendapatkan penolakan di media sosial.
Hal ini disampaikan Dave Laksono merespons netizen yang ramai-ramai menyampaikan kritik di media sosial, bahkan membuat petisi online yang sudah ditandatangani lebih dari 25 ribu orang untuk tolak blokir X. Tagar #tolakblokirx pun bergema di media sosial.
“Apalagi kabarnya mereka tidak merespon peringatan Kemkominfo. Artinya mereka tidak peduli dengan aturan yang berlaku di negara kita, jadi tegas blokir saja,” kata Dave dalam perbincangan dengan RRI Pro 3, Senin (17/6).
“Ini juga pilihan. Apakah protes 100 ribu orang yang didengar atau dampak negatif konten porno terhadap jutaan generasi bangsa?,” imbuhnya.
Dave juga mengomentari pendapat yang menyebut konten pornografi di X sebagai celah masuk membungkam aspirasi kritis. Pasalnya, X selama ini disebut sebagai salah satu media yang dapat digunakan berbagai kalangan untuk mencapai kritik kebijakan pemerintah.
“Tidaklah, memang ada aturan yang tidak boleh dilanggar soal penyebaran konten pornografi. Ada media sosial lain, instagram, facebook, atau Tik ok yang juga digunakan untuk kegiatan politik, seperti Pilpres 2024,” ucapnya.
Sementara itu, pendiri Drone Emprit Ismail fahmi memaklumi jika ada komentar seperti itu. Menurutnya, X adalah satu-satunya media sosial yang bisa digunakan untuk sesuatu yang serius.
Selama ini, katanya, X digunakan tokoh nasional, selebgram, dan tokoh politik berekspresi kritis. Jika X ditutup, ujarnya, maka tidak ada lagi media sosial alternatif yang penggunanya dapat diajak serius. “Instagram, dan Tiktok lebih banyak untuk hiburan dan senang-senang dan jualan. Sementara FB banyak iklan judi onlinenya sekarang ini,” kata Fahmi.
Fahmi menyarankan jalan tengah, dimana pemerintah dapat meminta X secara flatform memblokir pengguna dari Indonesia mengakses pornografi. Jadi, katanya, tidak perlu sampai ada pemblokiran terhadap media sosialnya.
Sebagai informasi, Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Yakni tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang melarang penyebaran informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. {sumber}