DPP  

Henry Indraguna Minta Pansel Calon Pimpinan KPK Bekerja Secara Cermat, Objektif dan Profesional

Berita GolkarPraktisi Hukum Prof Dr Henry Indraguna, SH.MH meminta Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja secara cermat, teliti, cerdas, objektif, profesional, tanpa koneksi dan berani dari intervensi kekuasaan apapun.

“Pansel para penggawa antikorupsi ini harus steril, tanpa koneksi, anti intervensi. Pansel harus cermat, teliti memilih kandidat dengan tepat. Tidak sekadar memilih kandidat yang pintar tapi minim integritas,” tegas Prof Henry Indraguna kepada wartawan menanggapi proses seleksi Capim KPK di Jakarta, Kamis (1/8/2024)

Prof Henry mewanti-wanti kepada pansel bahwa pimpinan KPK yang akan mereka cari bukan sekadar hanya pintar atau menguasai pengetahuan hukum dan pengalaman di bidang hukum saja.

Akan tetapi yang paling esensial adalah orang yang benar dan tepat menegakkan lembaga anti rasuah sesuai arah dan jalannya yang tepat berdasarkan konstitusi.

Dalam perspektif pengacara kondang ini, yang berhak menjadi Pimpinan KPK ke depan adalah fitur yang memiliki integritas tinggi, rekam jejak yang baik tanpa cacat moral, apalagi cacat hukum.

Tentu harus mengantongi ilmu yang mumpuni, surplus pengalaman, serta memiliki keberanian tinggi melawan korupsi karena indepedensi yang dimiliki.

Seperti diketahui Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Anggota Dewan Pengawas KPK (Pansel KPK) telah menerima 318 pendaftar calon pimpinan KPK dan 207 pendaftar calon anggota Dewas KPK.

Dari total tersebut, 74% pendaftar capim KPK dan 71% pendaftar Dewas KPK telah lolos seleksi tahap administrasi.

Pansel Capim KPK telah mengumumkan 236 orang yang lolos seleksi administrasi sebagai capim KPK periode 2024-2029.

Dan sebanyak 236 Capim KPK yang lolos seleksi administrasi terdiri dari 221 orang laki-laki dan 15 orang perempuan.

Dari sebanyak itu, empat orang eks pengawai KPK dinyatakan lolos seleksi administrasi. Selanjutnya, pendaftar Capim dan Dewas KPK yang dinyatakan Lulus Seleksi Administrasi, diwajibkan mengikuti seleksi tahap berikutnya, yaitu tes tertulis, yang telah diselenggarakan pada Rabu (31/7/ 2024).

“Yang perlu dicamkan dan menjadi perhatian serius ke panitia seleksi adalah calon yang mereka pilih akan menentukan nasib KPK lima tahun ke depan. Apakah KPK akan terpuruk citra seperti sekarang ini atau kembali bangkit dan berjaya, sepenuhnya bergantung juga kepada pansel,” tandasnya.

Menurut Prof Henry, yang dimaksud berjaya adalah kembali bangkit menjadi lembaga pemberantas korupsi yang disegani, dihargai, bahkan ditakuti.

“Bila pansel salah memilih figur-figur pejuang anti korupsi maka tidak menutup kemungkinan KPK akan terjerembab kembali ke permasalahan internal mereka mulai pelanggaran etik hingga pidana,” ucapnya.

Jamak Pendaftar dan Lintas Profesi

Pengacara senior itu mengaku senang melihat banyaknya pendaftar untuk ikut seleksi calon pimpinan KPK periode ini. Mereka berasal dari latar belakang yang beragam, lintas profesi, usia, gender seperti advokat, polisi dan Jaksa.

“Dengan pengalaman kandidasi ini seharusnya mereka bisa mengangkat kembali citra KPK menjadi lebih baik ke depannya,” jelas Prof Henry.

Untuk itu, kata dia, seleksi KPK harus benar-benar memerhatikan semua nama dan semua integritas calon peserta.

“Sekalipun mereka berasal dari jaksa, hakim, advokat, polisi dan internal KPK sendiri, jika mereka tidak punya integritas, maka lebih bagus harus digagalkan sejak awal,” kata Prof Henry.

“Kalau integritas masa lalu mereka buruk, ya jangan diloloskan. Jangan sampai KPK ternodai gara-gara memilih tidak secara teliti dan cermat,” imbuhnya.

Selain itu, kata dia, calon pimpinan KPK harus mempunyai kompetensi tinggi. Pimpinan KPK harus kompeten dalam menjalankan tugasnya.

“Karena untuk pekerjaan berat dan penuh tantangan ini, sebagai pimpinan KPK maka faktor kompetensi sangat penting. Yang tidak punya kompetensi jangan diloloskan,” tegasnya.

Prof Henry pun mengaku khawatir jika seorang pimpinan KPK tidak independen maka akan mengancam masa depan KPK sebagai instrumen penegakan hukum terhadap kasus korupsi.

“Sangat berbahaya kalau dipegang oleh orang-orang yang punya kepentingan pribadi, kelompok dan golongan,” pungkas politisi Partai Golkar ini. {redaksi}