Berita Golkar – Wakil Gubernur Sumatera Utara, Musa Rajekshah, mengaku bangga menjadi warga Nahdlatul Ulama (PWNU). Ia mengaku banyak belajar sejarah berdirinya NU.
Wakil Gubernur Musa Rajekshah menyampaikan hal itu pada acara Halaqah dan Silaturahmi Akbar Ulama, Masyayikh dan Pimpinan Pesantren se-Sumut, sekaligus Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil) Pengurus Wilayah NU Sumut.
Wakil Gubernur Musa Rajekshah mengatakan yang membuatnya merasa bangga menjadi warga NU adalah kisah berdirinya NU dan perjuangan para ulama dalam mendirikan NU.
“Saya secara pribadi bangga dan menyesal kenapa tidak dari dahulu ikut Nadhalatul Ulama, walaupun kita tahu banyak ormas-ormas Islam yang lain juga berjuang untuk agama,” ujar Wakil Gubernur Musa Rajekshah, saat memberi kata sambutan di Aula Madinatul Hujjaj Asrama Haji, Jalan AH Nasution, Medan, Rabu (30/08/2023).
“Tapi melihat mendengar sejarah bagaimana ulama-ulama dahulu membangun organisasi ini, khususnya di Sumatera Utara di antaranya ingin mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negara ini, menyatukan umat, rasanya sangat bangga,” kata Ijeck sapaan akrab Musa Rajekshah.
Ijeck pun berharap perjuangan para pendiri NU bisa dilanjutkan oleh semua nahdliyin. “Mudah-mudahan perjuangan ini, cita-cita dari para leluhur, orang-orang tua kita pendiri Nahdlatul ulama bisa kita teruskan. Semoga pertemuan kita hari ini diridhai Allah,” katanya.
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar, dalam kesempatan yang sama mengisahkan bagaimana NU berdiri. Menurutnya, NU hadir mewujudkan kekuatan tak tertandingi melalui persatuan antarumat Islam dan umat manusia.
“Kekuatan kemenangan ada pada persatuan, jangan harap menang kalau kita masih kelompok-kelompok. Nahdlatul Ulama adalah jam’iyyah diniyah ijtima’iyyah,” ujarnya.
NU, kata Miftachul Akhyarya, adalah miniatur Islam. NU terus berupaya memposisikan diri sebagai organisasi yang sama persis dengan Syariat Allah.
“NU terus berupaya menjadi organisasi yang menerapkan ajaran Islam walaupun belum tuntas karena kalamullah tidak terbatas. Bisa kita katakan NU itu miniatur Islam, identik bukan persis karena pemahaman kita terhadap Islam itu masih sekuku. Ulama-ulama yang ilmunya diakui pun masih mengakui diri hanya secuil memahami Islam,” katanya.
Ia mengingatkan kepada seluruh warga nahdliyin untuk terus menjaga persatuan dan jati diri sebagai warga NU. “Jangan sampai kita sebagai warga nahdliyin justru merendahkan, mencoreng atau menurunkan bendera yang sudah tinggi dikerek para muasis (pendiri-red) dahulu lalu kita turunkan, jangan!,” harapnya.
Sementara itu, Ketua PWNU Sumut Marahalim Harahap menyampaikan kegiatan halaqah ini diminta untuk dapat dilakukan juga secara rutin oleh NU di kabupaten/kota.
“Halaqah yang kita gelar merupakan launching awal gerakan di PWNU Sumatera Utara untuk senantiasa di seluruh tingkatan NU kabupaten/kota maupun kecamatan agar membudayakannya. Ini perdana dan kita akan menjadikan halaqah ini sebagai indikator apakah NU itu jalan di kecamatan atau tidak,” ujarnya.
Ia juga berharap silaturahmi ini menjadi momentum untuk menyatukan langkah seluruh warga nahdliyin. {sumber}