Airlangga Hartarto Yakin Industri Tekstil RI Belum Habis, Hanya Sedang di Fase Sunset Industry

Berita GolkarMenko Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini industri tekstil di Indonesia belum habis atau memasuki fase sunset industry. Buktinya, Airlangga bilang ada empat perusahaan tekstil yang membuka pabrik di KEK Kendal, Jawa Tengah.

Dia mengklaim sudah ada 105 pelaku industri masuk ke KEK Kendal dengan total investasi hingga Rp 55 triliun. Empat perusahaan tekstil besar adalah beberapa di antaranya.

“Di Kendal ada 4 industri tekstil, jadi tekstil tidak sunset industry,” tegas Airlangga saat memberi sambutan di acara peresmian pabrik anoda di KEK Kendal, Jawa Tengah, Rabu (7/8/2024).

Bukan cuma itu, Airlangga juga bilang ada 4 perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune 500 telah membuka bisnis di KEK Kendal. Masing-masing pabrik mempekerjakan hingga ribuan orang. Sayangnya Airlangga tak mau menyebutkan apa saja perusahaan yang dia maksudkan.

“Jadi KEK ini masih menarik untuk menarik industri labour intensive di KEK Kendal Jateng,” tegas Airlangga.

Kehadiran KEK Kendal, kata Airlangga, berkontribusi ke pertumbuhan ekonomi di Kendal hingga 42%. Kawasan ini juga mendongkrak pendapatan per kapita di Kendal hingga Rp 52 juta per tahun, dengan pertumbuhan 8%.

Dalam catatan detikcom, industri tekstil dalam negeri disebut sedang tertekan dan dihantam badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) sebelumnya melaporkan bakal ada satu pabrik tekstil yang melakukan PHK 500 pekerja pada Agustus ini.

Kondisi ini pun diamini Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid. Dia mengakui saat ini sektor tekstil memang dalam kondisi babak belur. “Bahwa kenyataan yang ada saat ini memang industri tekstil sedang babak belur,” katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (6/8/2024) kemarin.

Arsjad menilai, terpuruknya sektor tekstil tak lepas dari maraknya produk impor yang masuk secara ilegal ke Indonesia. Produk tersebut masuk tanpa membayar pajak sehingga perlu segera disetop. “Salah satunya adalah karena banyak yang ilegal, barang-barang ilegal, produk luar yang masuk yang tidak membayar bea, nah ini yang harus kita setop,” tegasnya.

Arsjad menyebut barang ilegal mengganggu industri berskala besar hingga kelas UMKM. Ia juga mengingatkan bahwa dengan populasi 270 juta jiwa, harusnya Indonesia bisa berperan sebagai produsen. {sumber}