Hetifah Tekankan Pentingnya Akses Pendidikan Tinggi Bagi Penyandang Disabilitas

Berita Golkar – Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, menegaskan pentingnya upaya peningkatan akses pendidikan tinggi bagi penyandang disabilitas di Indonesia.

Meskipun Indonesia telah memiliki kerangka hukum yang kuat, seperti UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, implementasi kebijakan tersebut di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dari segi infrastruktur dan persepsi masyarakat.

Hetifah menjelaskan, salah satu hambatan terbesar yang dihadapi oleh penyandang disabilitas dalam mengakses pendidikan tinggi adalah infrastruktur yang belum memadai.

Menurutnya, banyak perguruan tinggi di Indonesia belum menyediakan fasilitas yang diperlukan, seperti jalur khusus bagi pengguna kursi roda dan alat bantu belajar yang sesuai.

“Berdasarkan data yang ada, hanya sekitar 0,2 persen dari total perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki pusat layanan disabilitas. Angka ini menunjukkan masih jauhnya perjalanan yang harus ditempuh untuk mencapai inklusivitas dalam pendidikan tinggi,” kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini.

Selain masalah infrastruktur, Hetifah juga menyoroti adanya stigma sosial yang masih kuat terhadap penyandang disabilitas di masyarakat, terutama di daerah pedesaan.

Dia menilai, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa difabel tidak perlu atau tidak mampu mengejar pendidikan tinggi.

“Persepsi yang keliru ini, tidak hanya merugikan para difabel, tetapi juga merampas hak mereka untuk berkembang dan berkontribusi secara maksimal dalam kehidupan bermasyarakat,” ujarnya.

Hetifah menegaskan komitmen Komisi X DPR untuk mendukung pendidikan inklusif bagi difabel. Komisi X, di bawah kepemimpinannya, terus mendorong agar kebijakan yang ada dapat diimplementasikan dengan lebih baik.

“Salah satu fokus utama adalah memastikan bahwa pemerintah menyediakan pendanaan khusus untuk mendukung difabel dalam mengakses pendidikan tinggi, termasuk melalui pemberian beasiswa dan subsidi untuk fasilitas pendukung,” kata Hetifah.

“Selain itu, saya juga ingin menekankan pentingnya melindungi difabel dari segala bentuk diskriminasi dalam proses pendidikan, baik saat penerimaan mahasiswa baru maupun selama proses belajar-mengajar di kampus,” tegas Hetifah.

Dia juga menyampaikan beberapa langkah yang harus diambil untuk meningkatkan efektivitas kebijakan inklusif yang sudah ada.

Menurutnya, perlu ada peningkatan koordinasi antar lembaga pemerintah untuk memastikan bahwa kebijakan disabilitas dapat diimplementasikan dengan lebih baik.

Di samping itu, dia menekankan pentingnya peningkatan sumber daya, baik dari segi anggaran maupun pelatihan tenaga pengajar agar mereka memiliki kompetensi yang cukup untuk mengajar siswa dengan kebutuhan khusus.

“Pengawasan terhadap implementasi kebijakan juga perlu diperkuat agar aturan yang ada dapat benar-benar dijalankan di lapangan,” tambahnya.

Tidak hanya itu, Hetifah juga menekankan perlunya upaya peningkatan kesadaran masyarakat melalui sosialisasi dan kampanye publik yang masif.

Ia menilai, sosialisasi yang berkelanjutan tentang pentingnya pendidikan inklusif adalah kunci untuk mengubah pandangan masyarakat dan menciptakan budaya yang lebih mendukung difabel dalam mengejar pendidikan tinggi.

“Perubahan ini tidak bisa hanya datang dari pemerintah, tetapi juga memerlukan peran aktif seluruh anggota masyarakat,” ungkap Hetifah.

Hetifah kembali menegaskan, pendidikan inklusif adalah hak yang harus dijamin bagi semua warga negara, termasuk penyandang disabilitas.

Dia mengajak semua pihak untuk bersama-sama mewujudkan Indonesia yang lebih inklusif, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang setara untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa.

“Saya percaya bahwa keberhasilan pendidikan inklusif tidak hanya diukur dari jumlah mahasiswa difabel yang diterima di perguruan tinggi, tetapi juga dari bagaimana mereka didukung untuk mencapai potensi penuh mereka,” tutupnya. {sumber}