Berita Golkar – Politikus Partai Golkar, Nurdin Halid, mengatakan partainya tidak lagi ikut membahas dan melanjutkan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada, kecuali jika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dimasukkan.
Dalam dialog Kompas Petang yang ditayangkan Kompas TV, Jumat (23/8/2024), Nurdin ditanya mengenai dugaan adanya upaya menggagalkan pengesahan revisi UU Pilkada di DPR. Menurutnya, di Golkar tidak ada upaya semacam itu.
“Kalau Partai Golkar tidak ada upaya seperti itu, itu hanya mengalir saja, tapi Partai Golkar sangat menghargai putusan dari Mahkamah Konstitusi,” ucapnya.
Oleh sebab itu, kata dia, Partai Golkar telah mengambil sikap untuk tidak akan melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada dalam sidang paripurna yang seharusnya digelar pada Kamis (22/8/2024) pagi.
“Itulah kemudian ketika tidak kuorum, Partai Golkar sudah mengambil sikap bahwa sekalipun pada saat itu pimpinan sidang mengatakan pengesahan ini ditunda, tapi Partai Golkar telah mengambil sikap,” kata Nurdin.
Terlebih setelah melihat aspirasi masyarakat yang begitu kencang melakukan penolakan. “Partai Golkar tidak ikut lagi membahas apalagi melanjutkan revisi undang-undang tersebut. Bisa melakukan revisi undang-undang tapi harus memasukkan putusan MK,” tegasnya.
Kompas.tv memberitakan, DPR menunda pengesahan revisi UU Pilkada karena sidang paripurna yang dijadwalkan pada Kamis pagi, tidak memenuhi kuorum atau jumlah minimum anggota yang harus hadir.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan rapat paripurna pada Kamis pagi hanya dihadiri 86 anggota DPR. Dari 86 yang hadir, 10 di antaranya adalah anggota DPR dari Partai Gerindra. “Di Fraksi Gerindra ada 10, jadi hadir fisik ini ada 86 orang kalau nggak salah tadi, ya,” ucap Dasco.
Jumlah tersebut tidak memenuhi persyaratan kuorum karena kurang dari 50 persen plus 1 total jumlah anggota DPR RI sebanyak 575 anggota. Selain itu, kuorum tidak terpenuhi karena tidak dihadiri perwakilan dari seluruh fraksi partai.
Putusan MK
Adapun rencana pengesahan revisi UU Pilkada itu dijadwalkan DPR setelah MK mengeluarkan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 pada Selasa (20/8/2024).
Lewat putusan nomor 60, MK mengubah ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah. MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik kini didasarkan pada perolehan suara sah pemilu berdasarkan rasio jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap, dengan persentase setara dengan pencalonan perseorangan.
Berdasarkan putusan MK, ambang batas pencalonan gubernur Jakarta, misalnya, hanya memerlukan 7,5 persen suara pada pileg sebelumnya.
Sementara melalui putusan nomor 70, MK menegaskan penghitungan usia untuk memenuhi syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung dari waktu penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), bukan saat pelantikan calon yang terpilih. {sumber}