DPP  

Golkar Institute Bahas Program Makan Siang Gratis, Hetifah Sampaikan Pentingnya Gizi Untuk Kecerdasan Anak

Berita GolkarGolkar Institute sebagai Sekolah Pemerintahan dan Kebijakan Publik kembali mengadakan Executive Education Program for Young Political Leaders 16. Opening ceremony Golkar Institute dilaksanakan pada Senin, 26 Agustus 2024 di Kantor DPP Partai Golkar dengan mengangkat tema Public Dialog on Human Capital: Pembangunan Sumber Daya Manusia Untuk Indonesia Emas 2045.

Dalam acara ini, hadir tiga narasumber ahli yaitu Hetifah Sjaifudian (Wakil Ketua Komisi X DPR RI), Budi Gunadi Sadikin (Menteri Kesehatan RI), dan Dadan Hindayana (Kepala Badan Gizi Nasional). Acara yang dihadiri oleh puluhan peserta dari seluruh Indonesia ini dimoderatori oleh Mulya Amri sebagai Faculty Chair Golkar Institute.

Tema diskusi kegiatan ini sangat menarik karena berusaha meneropong Indonesia Emas di tahun 2045 melalui kacamata pendidikan dan kesehatan, terutama dengan korelasi diantara keduanya yaitu kebutuhan gizi.

“GDP Indonesia untuk menjadi negara maju sekitar 14.000 US dollar, saat ini Indonesia baru mencapai 4.000 US dollar. Jika dihitung income per bulan, rata-rata paling tidak masyarakat Indonesia harus memiliki gaji minimal 15 juta rupiah per bulan, sekarang baru sekitar 5 juta rupiah per bulan. Bagaimana cara menaikkannya? Strategi utama adalah Sumber Daya Manusia,” terang Budi Gunadi Sadikin.

Hetifah Sjaifudian sepakat bahwa ada korelasi antara kualitas SDM yang ditunjukkan dengan kecerdasan IQ dengan Gizi Anak. Saat ini tingkat kecerdasan (IQ) Indonesia menempati posisi 130 (data 2022) menjadi nomor 2 terendah di Asia Tenggara (ASEAN).

Hal ini berhubungan positif dengan angka malnutrisi ibu dan anak Indonesia yang menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Penyebabnya diantaranya tiga beban malnutrisi yaitu gizi kurang (stunting dan wasting), kekurangan mikronutrien, dan kelebihan berat badan (obesitas).

Tantangan lainnya yang digarisbawahi oleh Hetifah adalah ketimpangan pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Berdasarkan data dari BPS, semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin terlihat kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan dimana daerah pedesaan didominasi oleh lulusan SD sedangkan daerah perkotaan memiliki dominasi lulusan SMA/SMK dan perguruan tinggi yang lebih banyak. Salah satu penyebabnya adalah akses fasilitas pendidikan di daerah yang masih terbatas.

Dadan Hindayana mengungkapkan kebiasaan makan bergizi sangat mempengaruhi IQ seseorang. Kondisi ini yang masih belum ideal di Indonesia dikarenakan angka kelahiran dari keluarga pra-sejahtera di Indonesia masih tinggi. Asupan gizi yang kurang dari ibu hamil dari keluarga ibu pra-sejahtera menyebabkan kualitas IQ anak juga masih rendah.

Setidaknya ada dua masa penting “golden time” pertumbuhan anak, yaitu saat 1000 hari pertama dan saat anak menjelang usia remaja 9-11 tahun. Pada masa-masa ini gizi anak harus terpenuhi.

“Untuk itu, Badan Gizi Nasional akan berfokus pada pemenuhan gizi mulai dari ibu hamil dan balita hingga anak sekolah. Anggaran Badan Gizi Nasional nantinya 85% akan difokuskan untuk pengelolaan produk-produk pertanian lokal, dan 15%-nya untuk pengadaan makan siang gratis. Saat ini kita tengah mengembangkan percontohan program makan siang gratis yaitu Warung Kiara di Sukabumi dan sudah berjalan selama 8 bulan,” terang Kepala Badan Gizi Nasional yang baru dilantik beberapa waktu yang lalu itu.

Hetifah menegaskan penganggaran pendidikan juga perlu berfokus pada kebugaran dan sanitasi. Saat ini banyak sekolah yang sanitasinya masih kurang. Bahkan penelitian menyebutkan sekitar 40% perempuan tidak hadir ke sekolah pada masa haid karena sanitasi sekolah yang kurang layak seperti jumlah toilet yang tidak bersih dan kurang memadai, dan tidak tersedianya air bersih. {redaksi}