Berita Golkar – Anggota Komisi V DPR RI Hamka Kadi, menilai bahwa kebijakan subsidi tarif KRL berdasarkan NIK yang sedang rumuskan pemerintah, tidak akan merugikan masyarakat.
Sebab, ia mengungkapkan bahwa arah kebijakan pemerintah tersebut yakni untuk memastikan agar subsidi yang diberikan pemerintah tersebut terarah dan terkendali dengan baik. Maka dari itu, menurutnya tidak akan menjadi masalah kalau kebijakan tersebut berdasarkan NIK.
“Nah, artinya apa? Memang harus dikendalikan jumlah subsidi ini, itu cukup besar. Subsidi kita ini cukup besar di dalam APBN. Ya, itu sangat menguras APBN kita. Oleh karena itu, untuk bisa diketahui apakah subsidi itu tepat sasaran atau tidak, pasti ada ukuran-ukurannya, harus ada syaratnya dengan baik. Bukan berarti bahwa menggunakan NIK itu merugikan, tidak sebenarnya,” terang Hamka di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, dikutip dari laman DPR RI, Selasa (9/9/2024).
Meski demikian, Politisi Fraksi Partai Golkar ini menilai bahwa pemerintah perlu melakukan kajian lebih lanjut untuk anak anak yang masih di bawah usia 17 tahun. Sebab, mereka belum memiliki NIK.
“Hanya menjadikan kendala seperti apa saya sampaikan tadi, perlu diklarifikasi lagi, hanya NIK atau bagaimana nasibnya anak-anak yang tidak sampai umur 17 (tahun)? Kan naik kereta juga biasanya. Itu apa tidak kena subsidi? Nah, itu yang persoalan. Oleh karena itu, pemerintah juga harus bijak di dalam memberikan kebijakan subsidi itu,”, jelasnya.
Adapun terkait adanya potensi kenaikan tarif, menurut Hamka hal itu itu sangat tergantung biaya operasional juga. Maka dari itu menurutnya, kalau nantinya ada kenaikan, di situlah perlunya subsidi. Terlebih, persoalan kenaikan harga menurutnya hal yang tidak bisa dihindari.
“Nah sekarang kenaikan harga bahan bakar, dia akan menggunakan listrik dan sebagainya, ya otomatis (naik)) dong, karena inputnya sebagai penggerak kereta api itu kan menggunakan listrik, menggunakan sumber daya yang lain. Makanya kan harus dipikirkan juga itu,” ungkap politisi dapil Sulsel I ini.
Adapun untuk turis yang tidak memiliki NIK, menurutnya perlu dikenakan biaya umum dan bukan tarif subsidi, jika kebijakan ini berlaku. Sebab kalau kehadiran turis di Indonesia untuk berwisata, menurutnya justru perlu ‘spending money’.
“Kita juga ke luar negeri, mengikuti aturan mereka juga,” lanjutnya.
Maka dari itu dirinya menyetujui terkait kebijakan pemerintah yang menjadikan NIK sebagai tolok ukur subsidi.
“Tetapi masih ada satu pekerjaan rumah, bagi yang tidak punya NIK, dan itu penduduk Republik Indonesia, anak-anak misalnya, bagaimana perlakuannya? Itu pekerjaan rumah, dan ini kan belum diperlakukan. Masih sementara dirumuskan. Makanya, poin itu menjadi masukan dalam rumusan,” tutup Hamka. {}