Berita Golkar – Wakil Ketua Umum Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar era Airlangga Hartarto, Ahmad Doli Kurnia Tandjung buka suara terkait strategi yang diterapkan saat Pemilu 2024. Era itu, Golkar mengalami perolehan kursi yang cukup meningkat.
“Jadi Golkar ini memang agak unik. Kalau kita lihat di survei-survei di pemilu berikutnya, kalau survei itu dilakukan sebelum dan sesudah pemilu, itu 6-9 persen. Tapi pemilu itu antara 11-13 persen dari pemilu-pemilu sebelumnya. Dari sana kita tangkap, apa sih sebenarnya yang membuat kok tiba-tiba orang disurvei 6-9 persen, kemudian menang di pemilunya 11-13 persen,” kata Doli Kurnia dalam keterangan tertulis, dikutip dari Detik, Selasa (17/9/2024).
Doli melihat sebagian masyarakat masih menilai Partai Golkar dengan stigma partai Orde Baru. Serta posisi Partai Golkar juga saat ini tidak lepas dari pemerintahan.
“Kan selalu masyarakat kalau melihat pemerintah ini pokoknya nyari salahnya aja kan. Kalau bagus kan gak pernah ada yang ungkap. Nah makanya, karena Partai Golkar selama ini bagian dari pemerintahan, begitu orang melihat selalu sisi negatifnya aja, ya itu berimbas pada Partai Golkar,” ungkapnya.
“Tapi apa yang membuat Partai Golkar menang di pemilu? Satu, kekuatan kader-kadernya. Kemudian yang kedua mesin partai. Tapi nanti, ini juga punya problem. Ini modal yang waktu itu saya lihat ini nih sebetulnya kuncinya,” sambung Doli.
Perolehan suara Golkar di dua Pemilu sebelumnya mengalami penurunan. Di era kepemimpinan Airlangga dia menyebut ada peningkatan cukup besar.
“Dari zamannya Bang Akbar 126 kursi DPR, JK 106, kemudian ke Bang Ical 98, ke Airlangga 85. Nah sekarang kita rebound di 102 kursi DPR,” tutur Doli.
Doli menemukan alasan kenapa perolehan suara Golkar turun dua pemilu sebelumnya. Dia melihat bahwa penempatan kader-kader ini, itu dilakukan dengan metodologi yang lebih banyak subjektivitasnya.
“Satu misalnya ada istilah kita itu diskresi ketua umum. Jadi ada orang gak berproses apa gitu segala macam, tapi tiba-tiba pas penyusunan datang dari langit langsung nomor 1,” jelasnya.
“Terus kemudian pendekatan keluarga. Adik lah, istri lah, apa lah segala macam. Nah yang ketiga pendekatan transaksional, orang mau jadi caleg bayar. Ini yang merusak penempatan kader-kader yang tepat pada tempatnya untuk berjuang memenangkan Partai Golkar,” tambahnya.
Dia mengatakan dirinya pun meminta izin kepada Ketum Airlangga kala itu untuk membuat perubahan. Airlangga memberikan kewenangan kepada Doli dan kawan-kawan di bagian pemenangan pemilu untuk mengubah pola talent scouting dan penempatan kader.
“Nah, alhamdulillah Airlangga waktu itu memberikan kewenangan penuh kepada saya dan teman-teman untuk memenangkan pemilu. Bukan gak boleh kita mencalonkan anak pejabat, keluarga dari petinggi partai segala macam. Bukan gak boleh ketua umum punya diskresi. Tapi itu harus kita talent scouting dari awal,” katanya.
“Makanya waktu itu kita udah buka. Kan persiapan pileg ini dari 2019. Begitu Airlangga dilantik, kerja kita pertama begitu, buka (penjaringan kader potensial). Tanya, siapa yang mau jadi caleg? Anak siapa, anak ini, anak ini, kita undang. Lo kalau mau ini, masuk sekarang. Berproses. Kita kasih tugas dia, mau pilih daerah mana. Ya lo kerja, koordinasi sama DPD sana. Terus kemudian ada program konsolidasi organisasi, program kaderisasi segala macam dia harus dilibatkan. Nah jadi interaksi orang-orang yang mau jadi apapun di Golkar ini, itu sudah terjadi sejak awal,” jelasnya.
Dia mengatakan melalui mekanisme tersebut dilakukan proses seleksi. Pada akhirnya hanya kader yang kuat yang lanjut ke tahap pencalegan. Caleg dari kalangan aktivis pun punya kesempatan yang sama untuk masuk Senayan.
“Makanya waktu itu ada konsep 200 persen, 150 persen, menjelang DCS menjadi 100 persen. Jadi kita seleksi betul. Jadi fair jadi mau aktivis, orang yang gak punya duit sama orang yang banyak duit segala macam itu berproses. Dia lihat, dia udah tahu juga dari awal yang aktivis-aktivis ini. Ini nanti lawan gue yang ini. Berarti gue harus berjuang,” katanya.
Dia mengatakan para aktivis tersebut pun memiliki kekuatan dan jaringan yang cukup kuat. Sehingga hal itu menjadi bagian strategi tersendiri bagi Golkar di Pemilu 2024.
“Aktivis ini kan kekuatannya jaringan sama intensitas untuk bertemu, komunikasi. Itu yang gak dipunyai orang banyak duit. Aktivis-aktivis itu bilang, wah gue harus lebih kenceng nih di daerah nih. Jadi membuat semua jadi fair. Pada saat penyusunan nomornya pun jadi enak, jadi kita udah tau, yaudah kita lapor ama ketua umum. Tum ini, profiling-nya ini, rekomendasi saya nomor sekian, ini, ini, ini,” tutupnya. {}