Berita Golkar – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur serta Ketua Indonesia – Korea Network Bambang Soesatyo memberikan kuliah umum tentang tantangan masa depan manusia di Yeungnam University yang merupakan salah satu perguruan tinggi terbaik di Korea Selatan yang didirikan oleh Presiden ke-2 Korea Park Chung hee.
Dalam paparannya ia mengatakan kesadaran bahwa pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing menjadi kunci kemajuan bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan masa depan yang sulit diprediksi. Hal itu telah mendorong berbagai entitas pendidikan di Indonesia untuk menjalin sinergi, kolaborasi, dan kemitraan dengan entitas pendidikan global, termasuk Korea Selatan.
“Karenanya, saya menyambut baik dan mengapresasi berbagai program kerja sama pendidikan yang telah terjalin antara kedua negara. Baik melalui program pertukaran pelajar, kerja sama penelitian, serta pengembangan riset dan teknologi,” ujar Bamsoet saat memberikan kuliah umum di Yeungnam University Korea Selatan dalam keterangannya, Rabu (20/9/23).
Ia menjelaskan hubungan Korea Selatan dan Indonesia memiliki prospek yang menjanjikan. Khususnya, dalam kerangka membangun hubungan kemitraan strategis antara kedua negara pada berbagai bidang, termasuk dalam bidang pendidikan. Merujuk pada ranking pendidikan di dunia tahun 2023 yang disusun oleh Worldtop20org, pendidikan di Korea Selatan menduduki peringkat terbaik kedua di dunia.
“Sebagai negara maju, banyak hal dari Korea Selatan yang dapat kami pelajari. Dalam 78 tahun usia kemerdekaannya, Korea Selatan telah banyak meraih kesuksesan yang tercermin dari tingginya pendapatan perkapita hingga mencapai 33.390 US dollar. Geliat industri diwarnai oleh kehadiran Samsung dan LG yang tumbuh menjadi raksasa teknologi global. Industri otomotif berkembang begitu pesat dan berhasil mengikis dominasi industri otomotif Jepang dan Eropa di pasar global,” kata Bamsoet.
Bamsoet menilai kesuksesan Korea Selatan menjadi negara maju adalah by design. Sebagai buah dari kerja keras dan kerja kolektif dari segenap pemangku kepentingan, dan bukan sesuatu yang lahir dari ketidaksengajaan.
“Ada peran pemerintah dalam memberikan dukungan kebijakan dan keberpihakan. Ada kontribusi pelaku usaha dan sektor swasta yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Ada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menopang berkembangnya industri kreatif. Dan satu hal yang pasti, ada komitmen dan etos kerja dari masyarakat Korea untuk terus maju dan berkembang,” kata Bamsoet.
Ia meyakini apa yang diraih Korea Selatan saat ini, juga tidak terlepas dari keberhasilan Korea Selatan memanfaatkan periode bonus demografi. Strategi pengembangan modal intelektual (intelectual capital) yang diterapkan Korea Selatan untuk menyongsong periode bonus demografi, terbukti ampuh dan membuahkan hasil yang optimal. Momentum kehadiran bonus demografi bener-benar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Korea Selatan.
Merujuk pada pengalaman empiris negara-negara yang sukses memanfaatkan bonus demografi, optimalisasi bonus demografi tidak bisa dilakukan dengan cara-cara instan. Tetapi, melalui perencanaan strategi, dan yang paling fundamental adalah mempersiapkan sumberdaya manusia terdidik.
“Salah satu elemen penting modal intelektual adalah peningkatan kompetensi dan daya saing sumberdaya manusia yang mampu menyerap dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan untuk menjawab tantangan zaman. Di sinilah pentingnya memajukan sektor pendidikan,” urai Bamsoet.
Bamsoet menuturkan komitmen untuk mencapai kemajuan melalui sektor pendidikan, telah dimanifestasikan oleh pemerintah Korea dengan mengirimkan pelajar ke berbagai negara maju. Selain, membangun sekolah-sekolah kejuruan untuk menjawab kebutuhan dunia usaha akan hadirnya tenaga kerja terampil dan berdaya saing, untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pasar kerja.
“Kemajuan yang dicapai Korea Selatan adalah sebuah pembelajaran berharga bagi Indonesia. Saat ini, kami di Indonesia juga sedang menapakkan kaki pada periode bonus demografi, yang diproyeksikan akan mencapai puncaknya pada tahun 2030-an. Kami ingin mengoptimalkan momentum bonus demografi tersebut agar tidak menjadi kemubaziran, atau bahkan menjadi bencana demografi. Dimana ledakan jumlah penduduk usia produktif dari aspek kuantitas, tidak diimbangi dengan kompetensi dan daya saing dari aspek kualitas,” pungkas Bamsoet. {sumber}