Berita Golkar – Calon Gubernur (Cagub) Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil atau RK akan menghidupkan ruang-ruang publik di Jakarta jika terpilih menjadi orang nomor satu di Tanah Betawi. Dia akan mengulang kesuksesannya menghidupkan banyak ruang publik di Kota Bandung, Jawa Barat.
Awalnya, RK mengaku kesal melihat ruang-ruang publik seperti taman di Bandung dibatasi oleh pagar. Ia berpendapat, jika ruang publik dibatasi pagar, maka tempat itu akan kehilangan fungsinya.
“Sebenarnya taman itu harusnya aksesibel. Taman yang dipagari itu secara visual dari jauh saja sudah bikin orang malas untuk datang,” ujar RK saat talkshow Creative Hall M Bloc Space ‘Kabar Kota Kita’ di Jakarta Selatan, Kamis (3/10/2024) malam.
Politikus Partai Golkar ini menyebut pemerintah kota Bandung saat itu membatasi taman dengan pagar karena alasan keamanan. Menurut RK, setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya.
“Jika masalahnya adalah keamanan, maka diterangi dengan lampu saja. Lampu-lampu diperbanyak. Tempat duduk diperbanyak. Contoh ada Taman Maluku Bandung, misalkan, dulu gelap dan terpagar, apa yang saya lakukan? Saya bongkar pagarnya. Saya beru ruang-ruang istirahat, wifi gratis, saya beru lampu sebanyak mungkin,” jelasnya.
“Saya punya ciri khas lampu saya itu begini, yang simple. Apa yang terjadi? Siang malam aman. Orang nongkrong tiga kali lipat,” sambung dia.
Ruang publik kedua yang dibenahi RK di Bandung yakni trotoar. Dia meyakini jika ruang publik difungsikan sesuai namanya, maka akan muncul kreativitas-kreativitas dari masyarakat.
“Dulu, tidak ada tempat jalan ketika saya sebelum menjabat Wali Kota. Apa yang saya lakukan? Beresin trotoar, seperti trotoar Asia Afrika Cosplay. Masyarakat kota itu sederhana. Ada wadah, ada kegiatan. Tidak ada wadah, tidak ada kegiatan. Tidak ada trotoar, tidak ada aktivitas. Ada trotoar, ada aktivitas. Trotoar jelek, aktivitasnya terbatas. Trotoarnya keren, aktivitasnya juga keren,” paparnya.
Atas keberhasilannya itu, dia berambisi ingin membenahi ruang-ruang publik di Jakarta. Ia mengatakan, ruang publik paling besar di Jakarta bukanlah Monas, tetapi trotoar yang ada di samping jalan.
“Maka trotoar harus jadi ruang manusia. Karena trotoarnya dibikin se-rileks itu. Pertanyaannya, masa nggak mau warga Jakarta punya urban culture yang manusiawi kan?” tandasnya. {}