Berita Golkar – Dunia aktivisme bagi politisi Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tandjung sudah mendarah daging. Sejak kecil ia telah menjadi Ketua Kelas, Remaja Masjid, hingga Aktivis Kampus. Bahkan di awal masa kuliah, dirinya sudah dipercaya sebagai Ketua Himpunan Jurusan.
Berlanjut sebagai Ketua Majelis Perwakilan Mahasiswa Universitas Padjadjaran (MPM Unpad). Selanjutnya mahasiswa jurusan Matematika angkatan 1991 itu terpilih sebagai Ketua Senat Mahasiswa. Tak hanya di organisasi intra-kampus, Doli juga matang sebagai aktivis gerakan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Ia memulai kiprah di himpunan dari bawah, level komisariat, cabang, Badko, hingga menembus PB HMI. Sejatinya HMI bukan sesuatu yang baru baginya, sebab keluarganya sangat kental dengan gerakan mahasiswa yang identik dengan warna hijau dan hitam tersebut.
“Saya kenal HMI sejak kecil, bahkan mungkin jika tidak ada HMI tak ada saya dan adik-adik saya di dunia ini. Sebab Ayah dan Umi saya ketemunya juga di HMI. Dua-duanya aktivis disana,” kata Doli, dalam keterangan tertulis dikutip dari Detik, Selasa (8/10/2024).
Ayah mantan Ketua Komisi II yang dimaksud adalah Zainuddin Tandjung, aktivis HMI di Sumatera Utara, yang pernah menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara. Sementara ibunya, Nurhafni Tambunan, seorang pensiunan dosen, yang dulu juga menjadi aktivis KOHATI-sayap perempuan di HMI. Latar belakang keluarganya yang kental dengan aktivisme dan intelektual, turut membentuk ayah dua anak itu seperti saat ini.
“Orang tua secara garis besar mengajarkan dua hal, berpegang pada agama dan ilmu pengetahuan. Dua hal itu menjadi modal bagi kami, anak-anaknya dalam menjalani hidup. Dan memang benar bahwa agama selalu menjadi pagar kita dalam setiap cobaan. Sementara ilmu pengetahuan sebagai bekal meningkatkan taraf hidup,” imbuhnya.
Ada kisah menarik yang tak terlupakan, saat Doli, pada 2002 mencalonkan diri sebagai Ketua Umum di Kongres HMI Balikpapan. Saat itu hitungan di atas kertas menyatakan ia akan menang, karena saat pencalonan ia menjabat sebagai Sekjen, sehingga memiliki jaringan luas. Lebih dari itu, para senior-senior HMI juga mendukungnya.
Namun fakta berbicara lain, dimana secara mengejutkan ia gagal merebut Ketua Umum di Kongres tersebut. “Setelah saya berefleksi, tidak ditemukan kesalahan fundamental dalam proses kampanye dan sebagainya. Namun saya ingat bahwa sebelum berangkat ke Kongres, Umi saya justru mendoakan agar saya tidak terpilih,” urai Doli.
Tentu saat itu Doli terkejut, karena bagaimana mungkin orang tuanya yang sebelumnya selalu mendorong cita-cita anaknya, kini justru menunjukkan hal berbeda. Namun setelah ibunya menjelaskan alasannya, barulah ia memahami.
“Beliau meminta saya untuk tidak terlalu lama di HMI, namun agar fokus menyelesaikan pendidikan sampai tingkat Doktoral. Setelah meniti karier baru serta bekerja sebagai profesional,” ungkapnya.
Hikmah dari peristiwa tersebut, Doli meyakini bahwa setiap aktivis harus memiliki mimpi besar dan idealisme. Setelah itu kita harus mengejarnya dengan sekuat tenaga, semaksimal mungkin.
“Namun at the end of the day-nya, pada akhirnya Allah SWT yang menentukan. Takdir setiap manusia sudah tertulis di lauhul mahfudz, dan yang tak kalah penting, doa orang tua selalu manjur,” papar Doli.
Itulah pegangan hidup Doktor Ilmu Politik tersebut. Berbekal keyakinan tersebut, Doli tidak terlalu khawatir dengan setiap tantangan di depan. Ia juga menganggap bahwa jabatan hanyalah tugas periodik yang harus dikerjakan.
“Saat diberi tugas oleh pimpinan di organisasi manapun, saya akan kerjakan secara maksimal. Selebihnya kita serahkan kepada pimpinan, rakyat dan ALLAH,” lanjutnya.
Tak heran dengan prinsip demikian, Komisi II DPR RI yang dipimpinnya mampu membukukan “rekor” sebagai Komisi dengan produktivitas legislasi terbanyak dalam satu periode. Tercatat, Komisi II berhasil merampungkan 160 Undang-Undang selama 2019-2024. {}