Berita Golkar – Duduk di Komisi IV DPR RI selama 5 periode berturut membuat Firman Soebagyo sudah sangat memahami seluk beluk sektor pertanian serta perkebunan tanah air. Termasuk salah satunya hasil produksi perkebunan, komoditas kelapa sawit. Firman meneguhkan komitmennya di periode kelimanya ini untuk melindungi komoditas ini dengan regulasi perundangan yang jelas.
“Saya sebagai wakil rakyat tetap berkomitmen yang namanya petani sawit,” kata Firman usai menghadiri pengukuhan pengurus Anggota DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) di Kantor Pusat Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Rabu (9/10).
Ketua Dewan Pembina SOKSI ini juga menjelaskan bahwa kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia. Namun, keberadaannya mampu membawa kebaikan secara ekonomis. Bahkan ketika sektor lain terpuruk di masa pandemi Covid-19, sawit menjadi penopang penerimaan negara.
“Dari potensi ekonomi juga memberikan kontribusi terbesar. Ketika pandemi COVID-19, justru sawit itu adalah penerimaan negara terbesar dibandingkan sektor-sektor lainnya,” ujar tokoh senior Partai Golkar ini.
Meski terbukti mendatangkan keuntungan ekonomis, bukan berarti keberadaan komoditas kelapa sawit terlindungi. Secara undang-undang, komoditas ini belum memiliki regulasi yang jelas.
“Tentunya kita juga menyadari masih ada kelemahan-kelemahan. Di mana kelemahannya adalah regulasi keberpihakan negara kepada komoditas ini yang belum clear,” ungkap Firman.
Akibat belum ada undang-undang yang jelas, keberadaan sawit seringkali dijadikan pro kontra karena dianggap merusak lingkungan dan unsur hara tanah. Firman lantas menjelaskan bahwa, DPR telah menginisiasi undang-undang perkelapasawitan agar sawit dimasukkan ke dalam rumpun kehutanan.
“Di mana sawit ini harus bisa dimasukkan pada rumpun kehutanan jika tidak perlu ada pro dan kontra bahwa sawit ini melanggar ketentuan lingkungan hutan dan sebagainya,” kata Firman.
Urgensi dari UU perkelapasawitan ini perlu segera dirumuskan. Firman beralasan di negara lain, komoditas unggulan yang mendatangkan penerimaan negara pasti diundangkan dalam suatu regulasi. Di Indonesia hal ini belum dilakukan.
“Kenapa itu mesti kami lakukan? Karena di negara mana pun, Amerika itu ada empat komoditas berbeda dilindungi undang-undang, kapas, kedelai, jagung, gandum. Karena ini ada potensi penerimaan negara. Kemudian di Turkiye, itu ada perlindungan undang pertembakauan. Di Malaysia, punya undang-undang perkelapasawitan,” sambung dia.
Dengan luas lahan yang cukup besar yang dikelola oleh petani kecil, kata Firman, mau tidak mau rencana undang-undang perlindungan sawit ini harus segera dirumuskan. Dengan begitu hajat hidup orang banyak yang menggantungkan diri pada sektor perkelapasawitan juga akan terjamin keberadaannya.
“Insyaallah, saya di periode kelima DPR, utang saya adalah bagaimana mengusulkan undang-undang ini, sehingga para petani sawit terlindungi secara yuridis,” pungkas Firman. {redaksi}