DPP  

Henry Indraguna Dorong Penerapan Restorative Justice Dalam Penyelesaian Kasus Guru Supriyani

Berita GolkarPakar Hukum, Prof Henry Indraguna angkat bicara atas permasalahan yang mendera seorang guru muda honorer di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dilaporkan oleh orang tua murid korban yang berprofesi sebagai anggota Polri, karena diduga telah menganiaya anaknya. Guru malang bernama Supriyani (37) sempat ditahan, setelah dilaporkan ke Polsek Baito, Konawe Selatan.

“Dugaan kriminalisasi terhadap guru yang diduga menganiaya murid tolong segera dihentikan. Penegak hukum sejatinya bisa menerapkan Restorative Justice,” ujar Prof Henry Indraguna di di Jakarta, Jumat (25/10/2024).

Prof Henry mengaku terus mengikuti perkembangan penahanan Supriyani tersebut. Lantaran viral dan mendapat sorotan media, akhirnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe Selatan mengajukan penangguhan penahanan guru Supriyani yang sebelumnya sudah empat hari ditahan di Lapas Perempuan Kelas III Kendari. Supriyani keluar dari Lapas Perempuan, Selasa (22/10/2024) sekitar pukul 13.00 wita.

Prof Henry menyarankan Kejari Konsel perlu mengambil langkah yang tepat agar penahanan Supriyani tidak merampas kemerdekaan hidup yang bersangkutan atas kemanusiaan. Mengingat Supriyani harus menghidupi dua orang anak yang masih kecil. Sementara suaminya adalah petani miskin.

“Ini juga karena selama ini kejaksaan dapat mengambil keputusan berdasarkan rasa keadilan masyarakat. Maka mekanisme keadilan restorative justice terhadap Supriyani juga bisa diterapkan,” jelas Prof Henry.

Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini berharap kepada jaksa untuk dapat menimbang kembali kelayakan terhadap terdakwa untuk dijatuhi pidana. Terlebih kasus ini terkait masa depan dunia pendidikan. Maka selayaknya jaksa menerapkan mekanisme keadilan restorative justice dalam kasus ini.

”Seandainya tidak dapat dilakukan keadilan restorative karena pihak keluarga pelapor atau korban menolak,
Maka berdasarkan rasa keadilan yang tumbuh di masyarakat, jaksa pun bisa menuntut yang bersangkutan bebas,” tandas Doktor dari UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini.

Prof Henry juga mengapresiasi penahanan Supriyani yang kini telah ditangguhkan sejak 22 Oktober 2024.
Dia mengutip Surat Penetapan Nomor 110 yang menyatakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Andolo menangguhkan penahanan terhadap terdakwa Supriyani.

“Syukur alhamdulillah Majelis Hakim menangguhkan penahanan Supriyani dengan pertimbangan terdakwa masih memiliki anak balita yang membutuhkan pengasuhan dari ibunya,” tuturnya.

Profesor dari Unissula Semarang ini berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini dengan cara rasa keadilan yang penuh empati. Tidak hanya terduga pelaku yang mendapat perhatian, tetapi juga terhadap dua anak Supriyani yang sangat memerlukan perhatian kasih sayang ibundanya.

Afirmasi dari Pemerintah

Sebelumnya, Supriyani terlibat dalam kasus hukum terkait dugaan pemukulan terhadap siswa yang ayahnya berprofesi sebagai polisi.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah berjanji memberikan afirmasi bagi Supriyani, seorang guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam pernyataannya, pada Rabu 23 Oktober 2024.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa Kemendikbudristek akan membantu mempercepat proses afirmasi bagi Supriyani, agar ia bisa diterima sebagai guru ASN PPPK.

“Afirmasi ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam memastikan para guru dapat mengajar dengan tenang dan menjalankan tugasnya dengan baik,” jelas Menteri Abdul Mu’ti.

Prof. Mu’ti mengungkapkan bahwa keputusan afirmasi tersebut juga sudah dikoordinasikan dengan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. “Pemberian afirmasi ini juga menunjukkan bahwa Kemendikdasmen sangat peduli terhadap hak dan kesejahteraan guru. Langkah ini sekaligus menjadi bagian dari upaya memperkuat sistem pendidikan nasional,” tegasnya.

Supriyani Mendekam di Penjara

Tragedi Supriyani, seorang guru di Konawe Selatan harus mendekam di Lapas Perempuan Kendari usai dipaksa mengakui telah menganiaya seorang bocah kelas II SDN 4 Baito Konawe Selatan. Sejak Rabu (16/10/2024), guru yang masih berstatus honorer itu, mendekam di balik jeruji besi.

Pada April 2024, setelah kasus bergulir di polisi, pihak Supriyani berupaya berdamai dengan keluarga bocah SD yang mengaku dipukul. Alasannya, dia membantah menganiaya bocah SD tersebut.

Namun, pihak orang tua murid, tidak mau mengamini permintaan guru honorer yang mengajar sejak 2009 itu. Kata pihak keluarga Supriani, orang tua bocah SD yang mengaku sempat meminta uang damai hingga Rp50 juta. Namun, Supriani tidak menyanggupi karena tak memiliki duit. Selain itu, Supriani juga tidak memukul korban.

Supriyani hanyalah seorang guru honorer yang menerima insentif tiap tiga bulan sekali. Gajinya tiap bulan sebesar Rp 300 ribu. Belum lagi, dia harus menghidupi dua orang anaknya yang berumur 14 tahun dan 2 tahun. Sedangkan suaminya, hanyalah seorang petani di kampung. {redaksi}