Berita Golkar – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mempertimbangkan penggunaan metode omnibus law untuk revisi 8 undang-undang (UU) yang terkait sistem politik dan Pemilu. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menilai, metode omnibus law dapat menyatukan berbagai regulasi politik yang saling berkaitan menjadi satu undang-undang yang lebih komprehensif.
“Makanya saya mengusulkan ya sudah kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law. Jadi karena itu saling terkait semua ya,” ujar Doli saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan Perludem dan Komnas HAM di Ruang Rapat Baleg DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2024), dikutip dari laman DPR RI.
Doli menyampaikan bahwa sistem politik dan pemilu di Indonesia masih perlu disempurnakan, terutama untuk mengatasi persoalan biaya tinggi dan kompleksitas pelaksanaan pemilu.
“Ayo kita mulai bicara tentang soal menyempurnakan sistem politik termasuk sistem pemilu kita. Kan sudah banyak bicara tadi soal penyelenggaraan katanya begini, soal biaya mahal politik kita seperti itu. Nah itu sudah bisa mulai sebetulnya,” ucap Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Menurut Doli, setidaknya ada delapan UU terkait sistem pemilu dan politik yang perlu dikaji kembali dan disatukan melalui omnibus law. Beberapa di antaranya adalah UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), UU Pemerintah Desa, serta UU Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Karena hulunya semua ini kan adalah pemilu maka harus mulai dari revisi Undang-Undang Pemilu,” kata Ketua Komisi II DPR RI 2019-2024 ini.
Namun, Doli mengatakan bahwa dalam rapat kali ini, Baleg bersama sejumlah organisasi masyarakat baru mendiskusikan soal kemungkinan menggabungkan UU Pemilu dan Pilkada.
“Nah tapi kalau kita lihat dari diskusi baleg hari ini, kalau kita bicara tentang soal politiknya saja. Itu tadi pemilu dan pilkada dijadikan satu,” ucap Doli.
Doli berharap pembahasan soal revisi 8 UU dan penggunaan metode omnibus law ini dapat diselesaikan jauh sebelum pelaksanaan pemilu berikutnya pada 2029. Dengan begitu, aturan yang baru dihasilkan bisa diterapkan dan bisa disosialisasikan secara maksimal kepada masyarakat.
“Lebih baik jauh dari pemilu, sehingga kita satu terhindar dari vested interest. Kita punya cukup waktu nanti untuk uji publik, menyerap aspirasi, sehingga nanti 2026, 2027, 2028 itu sosialisasi sudah,” kata Doli.
Ia juga berharap seluruh jajaran legislatif dan eksekutif memiliki komitmen yang sama untuk menyempurnakan UU terkait politik dan pemilu, sehingga bisa menjadi bagian dari agenda program legislasi nasional (Prolegnas).
“Mudah-mudahan. Saya bilang, yang diperlukan setelah kesadaran itu adalah komitmen kita semua. Komit enggak kita mau menyempurnakan undang-undang politik, termasuk dalamnya soal penyelenggaraan pemilih,” ujar Doli. {}