Regulasi Lemah, Firman Soebagyo Sayangkan RI Tak Mampu Rebut Pasar Tembakau Dunia Dari Kuba

Berita Golkar – Anggota Baleg DPR RI Firman Soebagyo menyayangkan bahwa pasar tembakau di dunia kini sudah bergeser ke negara Kuba yang menjadi produsen ke beberapa negara. Menurutnya, hal itu disebabkan karena regulasi Indonesia yang lemah mengenai tembakau.

“Kuba yang sekarang yang menguasai itu. ini ironis sekali. Nah ini tentunya menjadi perhatian kita,” ungkap Firman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2024), dikutip dari laman DPR RI.

Dalam sejarahnya, ia mengungkapkan bahwa tembakau hadir di Indonesia karena VOC membawa komoditi ini masuk ke Indonesia dalam rangka untuk kebutuhan mereka. Bahkan, lanjut Firman, tembakau Indonesia pernah menguasai pasar dunia. maka dari itu, menurutnya Indonesia patut bersyukur.

“Dulu kita punya yang namanya kantor pemasaran bersama di bremen itu tembakau dari Indonesia untuk menyuplai kebutuhan bahan baku cerutu di dunia,” jelas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Meski demikian, ia mengaku pesimistis apabila DPR RI dapat mendorong regulasi mengenai tembakau dengan nomenklatur RUU Pertembakauan. Regulasi tersebut, menurutnya, tidak akan pernah selesai. Sebab menurutnya, pemerintah tidak pernah berkompromi dengan masalah tembakau. “Ini persoalan serius,” tegasnya

“Kalian kita bicara tembakau, cukai yang dipungut 200 triliun per tahun itu adalah dari cukai rokok,” tambahnya.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Irawan menambahkan soal pentingnya regulasi khusus bagi industri tembakau. Ahmad menegaskan bahwa industri padat karya seperti tembakau memerlukan pengaturan khusus untuk memastikan keseimbangan antara kepentingan negara, rakyat, dan pelaku usaha.

“Kita tidak boleh juga membenci pelaku usaha karena pendapatan negara juga berasal dari mereka,” ujarnya.

“Dapil saya termasuk berkepentingan Pak. Jawa Timur itu cukainya dari gabungan Jatim 1 dan Jatim 2 kalau tidak salah mencapai Rp146 triliun, tapi bagi hasilnya hanya sekitar Rp4,3-4,6 triliun. Ini menurut saya masih terlalu kecil,” ungkap Ahmad. {}