DPD 1  

Partai Golkar Jatim Usulkan Presiden Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Nasional

Berita Golkar – DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Timur (Jatim) mengusulkan gelar pahlawan nasional untuk Presiden ke-2 RI, Soeharto. Soeharto dianggap memiliki jasa besar dalam membangun Indonesia. Usulan Partai Golkar itu ditindaklanjuti dalam sebuah seminar diskusi bersama para pakar di Kantor DPD Golkar Jatim, Surabaya.

Sekjen DPP Partai Golkar sekaligus Ketua DPD Partai Golkar Jatim M Sarmuji yang mengikuti secara daring menyampaikan, sudah sepatutnya Soeharto menjadi pahlawan nasional.

“Pak Soeharto adalah bapak pembangunan Indonesia. Jasa-jasanya dan dedikasinya membangun Indonesia sangat luar biasa, sudah sepatutnya diberikan gelar pahlawan nasional,” kata Sarmuji, Kamis (7/11/2024), dikutip dari Detik.

Hadir dalam diskusi ini, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya, Prof Dr Setya Yuwana Sudikan dan Penyuluh Sosial Ahli Madya Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Dirjen Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial, Tri Wiyanto yang berkesempatan memberikan paparan secara daring.

Tri Wiyanto mengatakan, rencana pengusulan Soeharto sebagai pahlawan nasional pernah diajukan dari Jawa Tengah pada 2010. Berdasarkan Data Kementerian Sosial Tahun 2010, Jenderal Soeharto pernah diusulkan sebagai Pahlawan Nasional dengan nomor surat 466/18516 Tanggal 17 September 2010.

“Berdasarkan pertimbangan Tim Peneliti, Pengkaji, Gelar Pahlawan (TP2GP) masa bakti 2010, H.M Soeharto dinyatakan memenuhi syarat untuk diusulkan sebagai pahlawan nasional,” ungkap Tri Wiyanto.

Alasan usulan tersebut karena Soeharto mengantongi rekam jejak sebagai pemimpin perebutan senjata Jepang 1945 di Yogyakarta dan pemimpin serangan umum 1 Maret 1949 selama enam jam di Yogyakarta.

Soeharto juga pernah memimpin Brigade Mataram di Sulawesi Selatan dalam operasi penumpasan pemberontakan Andi Aziz, pernah menjadi Panglima Komando Trikora dalam rangka pembebasan Irian Barat, berperan dalam penumpasan pemberontakan G30S/PKI.

“Beliau juga Presiden RI selama 32 tahun dan telah berhasil melaksanakan pembangunan melalui tahap rencana pembangunan lima tahun atau Repelita,” bebernya.

Antara lain dalam bidang swasembada pangan, keluarga berencana, wajib belajar serta menumbuhkan stabilitas nasional. Oleh MPR, Soeharto bahkan diberi gelar Bapak Pembangunan Nasional atau Bapak Pembangunan Indonesia.

Lalu di masa Mensos Salim Segaf Al Jufri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, usulan itu kembali muncul melalui Dewan Gelar dan Dewan Tanda Jasa Nasional pada tahun 2010, yaitu setelah melalui proses TP2GP dan dinyatakan memenuhi syarat.

Mensos kemudian mengusulkan kepada presiden berdasarkan Surat Sekretaris Militer Presiden tanggal 9 November 2010. Namun saat itu tidak dipertimbangkan untuk dianugerahi gelar pahlawan nasional. Karena pada saat itu, Soeharto dinilai masih terlalu dini menerima gelar, sehingga memerlukan pengendapan atau waktu yang lebih lama lagi untuk memastikan jasa-jasanya.

“Kendati secara teknis telah memenuhi syarat untuk menerima gelar tersebut. Artinya, memang diperlukan kehati-hatian informasi, dari masyarakat karena pada saat itu beliau baru wafat, sehingga diperlukan informasi-informasi yang harus dilakukan beberapa tahun ke depan,” ungkapnya.

Pada tahun 2015, Soeharto kembali diusulkan meraih gelar Pahlawan Nasional oleh Mensos melalui Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan melanjutkan usulan tahun 2010.

Tetapi, berdasarkan Surat Sekretaris Militer Presiden tanggal 4 November 2015, Soeharto tidak dipertimbangkan menerima anugerah itu karena masih memerlukan waktu dan pengendapan agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat.

“Saya pikir mungkin setelah rentang waktu sekian lama, saya pikir untuk diusulkan kembali, kiranya nanti dapat surat dari rekomendasi gubernur ke menteri sosial,” katanya.

Tetapi dengan dicabutnya Ketetapan (TAP) MPR, mantan Presiden Soeharto memiliki kans yang sangat besar untuk menjadi pahlawan nasional.

“Kami selalu regulator sosial akan sangat terbuka dan mendukung setiap usulan baik yang diajukan oleh masyarakat, oleh perorangan baik organisasi, instansi apapun, artinya terkait pengusulan beliau nanti jika secara kajian memenuhi syarat, kementerian sosial akan meneruskan kepada presiden,” jelasnya.

Prof Dr Setya Yuwona yang hadir langsung sebagai narasumber mengungkapkan optimisme.

“Saya beberapa hari lalu mendengar dan membaca di berbagai media, apakah itu media mainstream atau media sosial, ihwal putusan perundang-undangan terhadap tiga mantan Presiden RI. Presiden Soekarno, Presiden Soeharto dan Gus Dur. Kita lihat bagaimana aturan yang dicabut,” kata Prof Yuwono.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa selama memimpin bangsa ini, Soeharto telah meluncurkan empat pilar program pembangunan.

Keteladanan Presiden Soeharto antara lain sebagai penggagas ide-ide besar, serius mengurus masalah pangan dan pertanian di Indonesia, melaksanakan pembangunan secara terencana, pemimpin yang berkarakter tegas.

“Ini pada ulang tahun ke-100 Pak Harto, Pak Anies Baswedan mengatakan bahwa Pak Harto itu adalah sosok pemimpin yang memiliki kematangan jiwa dan mental yang luar biasa,” kata Prof Yuwono.

Soeharto juga dinilai memiliki ketenangan dalam menghadapi situasi apapun. “Wajahnya kebapakan, mengayomi, nuansanya membangun perasaan persatuan. Maka dari itu, toleransi dijunjung sangat tinggi oleh Bapak Presiden Soeharto,” ujarnya.

Di sisi lain, ia telah meninggalkan jejak berbagai program yang berdampak bagi masyarakat. Pada bidang pendidikan yaitu pembangunan SD Inpres dan pembangunan perguruan tinggi seperti UNS dan ISI Solo. Dalam bidang kesehatan, Soeharto membangun puskesmas di tingkat kecamatan maupun desa.

“Pak Yudi Kristiadi juga mengatakan, bahwa Soeharto itu adalah pemimpin yang serius dalam memakmurkan masyarakat, mengembangkan jasa besar dalam bidang ideologi pembangunan, pertumbuhan program pembangunan lima tahun dan seterusnya,” ujarnya

Prof Yuwana bahkan melihat sebuah fenomena, masyarakat terkadang merindukan lagi kepemimpinan Soeharto. Terutama masyarakat pedesaan. Alim Markus, yang juga disebut Prof Yuwana sebagai kepanjangan tangan Soeharto, ikut mendukung program penguatan industri dalam negeri. {}