Berita Golkar – Semua berteriak dan berucap mengenai revolusi mental, namun kelakar itu hanya sebatas teori. Padahal ada makna mendalam dari sebuah istilah revolusi mental yang digagas Presiden Jokowi. Mengedepankan teladan daripada sekadar imbauan adalah fundamental revolusi mental yang harusnya bisa kita rasakan dewasa ini.
Afirmasi dari sebuah revolusi mental harusnya orang bisa berlomba-lomba dalam kebaikan, menunjukkan contoh terbaik dari perilaku sosial yang pantas diteladani. Bukan saling berteriak, mengencangkan suara, saling tuding di antara kuping-kuping sesama. Praktik dari revolusi mental pun kini seolah hanya bagi orang yang mengerti makna kehidupan sebenarnya serta mampu membaca arah zaman.
Lisan, tulisan dan attitudemu itu adalah gambaran karakter dirimu yang sesungguhnya. Kaya miskin selalu menjadi persoalan dari masa ke masa, tetapi sesungguhnya semua manusia dikatakan kaya ketika mulai mengerti makna kehidupan. Bukan sekadar kaya secara materi ataupun harta berlimpah. Makna itu bergeser dewasa ini, kita bukan lagi manusia, tetapi kalkulator berjalan yang arah hidupnya ditentukan oleh angka dan nominal.
Namun diri yang baik, jiwa yang baik tidak akan pernah lantang mengucapkan saya si kaya dan menuding siapa yang miskin karena itu adalah kalimat sensitif yang selalu menjadi persoalan dari masa ke masa bahkan memunculkan konflik dalam sejarah umat manusia.
Ketika kejujuran sudah sangat langka, bertahan lah bersama Tuhan. Berani melakukan suatu kebaikan lebih baik daripada sekadar menguasai dalil-dalilnya. Racun kelabang ada di kepala. Racun kalajengking hanya di pucuk ekor. Racun ular hanya ada pada taringnya. Sedang manusia, racunnya terletak pada seluruh badannya.
Mulut bisa melukai, tangan, kaki, mata, semuanya bisa jadi sumber kejahatan. Kebebasan kehendak menjadi sumber dari perilaku yang tak terbatas, termasuk memunculkan kejahatan yang tak pernah terbayangkan di akal. Saban hari informasi media memunculkan bentuk kriminalitas baru. Kejahatan kecil pun tak luput dari diri kita kepada orang lain.
Ketika makna ilmu hukum melekat di jiwa. Praktik dan teori menjadi dua muka koin, marilah kita berpraktik, mewujudkan teladan-teladan yang dibutuhkan orang lain dengan perilaku yang baik. Ketika mereka hanya mampu melakukan sebuah teori, kita harus sudah satu langkah ke depan, menjalankan kebaikan sekecil apapun wujudnya. Ketika diri mulai memahami kehidupan bukan untuk menang dan kalah, tidak menyalahkan takdir yang diberikan Tuhan, maka disitulah letak jiwamu berdamai dalam kehidupan.
Fatmah Emma Alaydrus
Wakil Ketua 2 GPPK 1957 DKI Jakarta
Bidang Hukum DPD II Partai Golkar Jakbar