Berita Golkar – Banyak yang mengatakan bahwa selamatnya kelompok usaha Bakrie di bawah pengelolaan Aburizal Bakrie saat terjadi krisis hebat di tahun 1998 karena kedekatan Ical dengan kekuasaan. Hal itu tidak bisa dipersalahkan sepenuhnya, tidak pula dapat dibenarkan seutuhnya. Sudah menjadi hal yang lazim jika pengusaha dan penguasa mempunyai kedekatan, dua bidang ini saling membutuhkan.
Pengusaha membutuhkan kebijakan agar tercipta iklim yang kondusif bagi usahanya. Sedangkan penguasa butuh dukungan pengusaha agar kebijakan-kebijakan terutama di bidang ekonomi dapat ditopang dengan baik. Lain cerita kalau hubungan antara pengusaha dan penguasa merupakan hubungan perselingkuhan yang bisa saja merugikan publik.
Sepanjang tulisan dan buku ini dibuat, Aburizal Bakrie bukanlah tipikal peselingkuh. Ia justru sangat maskulin dan jantan untuk menunjukkan hubungan dengan penguasa. Ada pernyataan yang menarik dari rekan sejawat yang cukup mengenal sosok Aburizal Bakrie, Agus Gumiwang Kartasasmita. Ia pernah memuji sosok Aburizal Bakrie sebagai orang yang sangat berani bahkan di era Orde Baru. Saat itu, Agus Gumiwang Kartasasmita masih menjabat sebagai Ketua Umum Gapensi.
Pujian itu dilayangkan Agus Gumiwang Kartasasmita kepada Aburizal Bakrie saat anak pertama Achmad Bakrie itu berkontestasi untuk duduki pucuk pimpinan KADIN di tahun 1994. Saat itu Aburizal Bakrie bermaksud maju sebagai calon ketua umum. Tetapi ada rumor yang berkembang bahwa pemerintah di bawah kendali Soeharto mendukung figur lain yang menjadi lawan Aburizal Bakrie, yakni A.R. Ramli mantan Direktur Utama Pertamina. Tidak hanya A.R. Ramli, ada juga sosok Probosutedjo, saudara tiri mantan Presiden Soeharto yang ikut dalam kontestasi sebagai Ketua Umum KADIN tersebut.
Begini lontaran pujian yang dilempar Agus Gumiwang Kartasasmita kepada Aburizal Bakrie saat itu. “Melihat sepak terjang kelompok Bakrie, kita sadar bahwa ada pengusaha nasional yang masih punya nyali. Yang juga mesti kita lihat adalah sosok Aburizal Bakrie sebagai pengusaha pribumi generasi kedua yang bisa tumbuh dan berkembang. Bahkan dengan posisi sekarang ini, dari segi kepengusahaan nasional, dia adalah idola kita. Kalau dia gagal sebagai pengusaha nasional, kita juga terpukul!”
Aburizal Bakrie saat itu memang cukup nekat dan tidak peduli dengan siapa figur yang didukung pemerintah Orde Baru saat berkompetisi sebagai Ketua Umum KADIN. Dia begitu yakin dan nyaman terhadap dirinya sendiri. Entah bagaimana nanti hasilnya, yang terpenting adalah keberanian dan niat baik untuk berkiprah di organisasi yang diinginkannya.
Tentang ketidaksukaan Pak Harto kepada keluarga Bakrie, Aburizal Bakrie menyebut itu hanyalah rumor semata. Buktinya secara pribadi Aburizal Bakrie memiliki kedekatan khusus dengan Hutomo Mandala Putra dan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, anak-anak dari Presiden RI ke-2 tersebut. Kedekatan antara Aburizal Bakrie terhadap Tommy dan Titiek merupakan hubungan yang terbangun secara profesional dan pribadi. Meski belum ada bisnis yang terjalin antara Bakrie dengan putra-putri Pak Harto, itu tidak mengindikasikan hubungan keduanya renggang.
Tentang adanya tekanan-tekanan di awal 1997 dari pemerintah kepada Bakrie Grup, seperti intervensi Menteri Pertambangan kepada Bakrie untuk menjual saham mereka di Freeport kepada PT. Nusamba milik Bob Hasan yang diketahui orang dekat Pak Harto telah dibantah oleh Bus Kusmuljono yang saat itu menjadi Flag Carrier Bakrie Grup. Menurutnya, hal tersebut merupakan pertimbangan bisnis yang wajar. Justru berkat keputusan yang diambil pada momentum yang tepat, Bakrie Grup mendapat capital gain dari hasil menjual saham Freeport.
Soal tekan menekan, pengusaha sekaligus karib Aburizal Bakrie, Almarhum Fahmi Idris menyebut hal itu pun wajar adanya. Aktivis angkatan tahun 1966 itu berpendapat, “Orang sekaliber Ical pasti banyak mengalami tekanan yang beragam jenisnya. Misalnya tekanan pesaing bisnis, tekanan pasar atau konsumen, termasuk pemerintah. Jangankan Ical, pedagang kaki lima pun banyak alami tekanan. Saya kenal Ical lebih dari 20 tahun, jadi setidaknya sangat cukup mengenal karakter Ical. Artinya tekanan sebesar apa pun, Ical dapat menghadapinya baik secara organisasi maupun secara organisasi,” begitu almarhum Fahmi Idris menggambarkan sosok Aburizal Bakrie kala itu, saat ayah tiga anak ini mencalonkan diri sebagai Ketua Umum KADIN pada tahun 1994.
Pada akhirnya Aburizal Bakrie berhasil memenangi kontestasi politik pertamanya. Meski KADIN bukanlah organisasi politik, jalan meraih kekuasaan untuk duduki kursi Ketua Umum KADIN adalah proses politik. Ketika terpilih sebagai Ketua Umum KADIN di 1994 kompetitor Aburizal Bakrie juga turut memujinya sebagai, “Pribadi yang unggul!”. Aburizal Bakrie bagi Probosutedjo juga merupakan tokoh muda yang memiliki pemikiran-pemikiran modern serta penuh inovasi, sehingga sangat cocok berada di pucuk pimpinan sebagai Ketua Umum KADIN 1994 serta dalam pengambilan keputusan di dunia usaha era globalisasi.
Keikutsertaan Aburizal Bakrie dalam Munas II KADIN yang memutuskan dirinya memimpin organisasi para pengusaha itu menjadi ‘pelajaran politik’ berharga untuk dirinya. Proses terpilihnya Aburizal Bakrie memang tidak mulus. Tekanan-tekanan dan intervensi dari pemerintah bermunculan kala itu. Meski Aburizal Bakrie sudah membantah itu dengan menyebut berita tersebut hanyalah ‘rumor’. Sebetulnya ia hanya ingin menjaga situasi tetap kondusif saat itu.
Aburizal Bakrie juga tidak mungkin melakukan perlawanan secara sporadis terhadap Orde Baru, yang bisa ia lakukan, meski tidak dikehendaki tetapi tetap mencoba bersahabat dengan rezim Pak Harto. Di luar dari intrik politik pemilihan Ketua Umum KADIN, Aburizal Bakrie juga sangat menghormati Pak Harto sebetulnya. Orde Baru bagi dirinya adalah rezim yang mampu menyelamatkan Indonesia dari jurang krisis ekonomi 1966. Selain itu, rasa hormat Aburizal Bakrie pada Pak Harto terkait dengan konsistensi antara ucapan dan perbuatan, baginya jarang pemimpin seperti ini di masa sekarang.
Upaya penekanan yang dilakukan pemerintah saat itu dilakukan dengan cara meminta Menteri Koperasi menghubungi para utusan koperasi agar memilih A.R. Ramli. Tidak hanya itu, proses penyusunan tata tertib persidangan Munas II Kadin bahkan harus dilakukan secara tertutup.
Dengan latar belakang Munas II KADIN yang berjalan begitu sengit, justru memicu “kerjasama politik” Aburizal Bakrie dengan sejumlah tokoh pengusaha yang nantinya akan memiliki peran besar saat Ical berkarir secara politik praktis di Partai Golkar.
Meski saat itu Aburizal Bakrie tidak dikehendaki pemerintah untuk duduki kursi tampuk kepemimpinan KADIN, namun karena besarnya dukungan “arus-bawah” dan juga pengaruh kalangan pengusaha terkemuka seperti Arnold Baramuli dan Adi Tahir, serta dua nama lain yakni Fahmi Idris dan Agus Gumiwang Kartasasmita, Ical berhasil menangi kontestasi. Dua nama yang belakangan disebut cukup penting perannya dalam menjadikan Aburizal Bakrie sebagai politisi di Partai Golkar, bahkan duduki jabatan Ketua Umum Partai Golkar.
Keempat orang tersebut memiliki peran masing-masing dalam proses suksesi Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum KADIN tahun 1994. Arnord Baramuli misalnya memiliki peran sebagai pengaman persidangan dari upaya-upaya menjegal Aburizal Bakrie sebagai kandidat Ketua Umum KADIN.
Lalu Adi Tahir yang di masa itu juga menjabat sebagai Ketua Umum HIPMI memiliki peran sebagai menggalang dukungan dari kalangan pengusaha generasi muda. Agus Gumiwang Kartasasmita kebagian peran untuk menggalang dukungan kalangan pengusaha swasta generasi menengah. Sedangkan Fahmi Idris selaku Ketua Sidang Pleno menjadi motor yang menggerakkan ketiga kekuatan tersebut.
Di sisi lain, kubu Aburizal Bakrie secara efektif memanfaatkan media massa untuk menopang “perjuangan politik”-nya. Sehingga meskipun terdapat upaya penekanan dan rekayasa agar pembahasan tata tertib agenda persidangan dilaksanakan secara tertutup, namun berkat pemberitaan media massa, jalannya Munas justru berlangsung secara terbuka. Karenanya keterpilihan Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum KADIN tahun 1994 mencerminkan proses “demokrasi” ala KADIN di era Orde Baru.
Mengapa proses politik Aburizal Bakrie di KADIN menjadi penting? Jelas sangat penting, dalam halaman Wikipedia milik Aburizal Bakrie, ia bahkan menempatkan jenjang masa jabatan sebagai Ketua Umum KADIN di lini perjalanan politik, bukan perjalanan organisasi dan lainnya. Sekali lagi, perjalanan proses politik di KADIN telah memberi pelajaran penting untuk Aburizal Bakrie tentang bagaimana cara merengkuh kekuasaan dan berpolitik di gelanggang organisasi.
Pada era kepemimpinan Aburizal Bakrie selama dua periode (1993 – 1998 dan 1998 – 2003), KADIN menjelma menjadi organisasi yang dinamis dan disegani. Tetapi tidak terbantahkan jika KADIN di masa itu memunculkan elitisme di kalangan pengusaha. Elitisme yang dimaksud adalah pengusaha menjadi terlalu terkooptasi dengan paradigma keuntungan atau profit kelompoknya saja.
Belum lagi jika melihat keseharian para pengusaha yang tergabung dalam KADIN, saat itu mereka mulai berlomba menunjukkan limit batas kemampuan diri di atas kemewahan. Aburizal Bakrie tidak pernah mengajarkan hal tersebut, hanya saja ada faktor modernisasi dan infiltrasi gaya hidup imperialisme barat yang sudah masuk ke benak pengusaha, hingga membangun citra diri dengan kemewahan dianggap sudah merupakan kewajaran.
Selain alasan tersebut, posisi Aburizal Bakrie yang memangku predikat sebagai politisi sudah mulai melekat di dadanya. Kadin kemudian tumbuh menjadi organisasi yang moncer dan membuat peran baru sebagai penentu kebijakan politik dan ekonomi nasional sekaligus.
Jika boleh disebut, masa keemasan KADIN Indonesia itu, tercipta pada masa Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum. Organisasi KADIN tumbuh menjadi kekuatan politik ekonomi baru di Indonesia. Gengsi sebagai Ketua Umum KADIN sampai ke Ketua Umum KADIN daerah, saat itu sangat tinggi sekali. Ketua KADIN Kabupaten Kota saja memiliki privilege tinggi di mata bupati dan walikota, apalagi tingkat kepemimpinan KADIN di atasnya.
Tetapi di balik segala pro kontra kepemimpinan Aburizal Bakrie di KADIN, satu hal yang patut diingat adalah progresifitas organisasi. Menurut anggota KADIN saat itu, Mooryati Soedibyo, Aburizal Bakrie bisa dibilang sebagai figur yang berhasil dalam memimpin KADIN. Saat menjadi Ketua Umum KADIN, roda organisasi bergerak, para anggota juga seringkali mengadakan kegiatan, dan yang tak kalah penting adalah proses kaderisasi serta pembinaan anggota baru KADIN berjalan secara efektif.
Tidak heran jika Aburizal Bakrie terpilih kembali sebagai Ketua Umum KADIN, kali ini untuk periode keduanya pada tahun 1998-2004. Anggota KADIN baik yang berada di pusat maupun di daerah puas pada kepemimpinan Aburizal Bakrie. Ia benar-benar merubah wajah KADIN sebagai organisasi para pengusaha yang menjadi kanal-kanal bisnis para pengusaha mengembangkan jejaringnya.
Pada Munas III KADIN tahun 1998, tidak terlalu banyak intrik politik terjadi. Justru para pengusaha se-Indonesia menjadi lebih solid hingga merasa tidak perlu mengeluarkan akrobat politik untuk jabatan Ketua Umum KADIN. Aburizal Bakrie kembali terpilih untuk kedua kalinya.
Selama menjabat sebagai sebagai Ketua Umum KADIN berbagai hal telah dilakukan oleh Aburizal Bakrie, antara lain ia berhasil menyelesaikan beberapa kasus terkait dengan penyelundupan komoditas pangan dari luar negeri ke Indonesia. Kasus penyelundupan itu sungguh mengganggu rantai pasokan distribusi yang sudah tertata antara KADIN dan pemerintah.
Aburizal Bakrie bekerjasama dengan pihak aparat hukum dan keamanan mencoba menguak kasus ini. Komoditas yang diselundupkan itu antara lain, gula, kayu, dan beras. Akibat adanya penyelundupan komoditas, pengusaha mengaku merugi miliaran rupiah. Beruntung KADIN memiliki Aburizal Bakrie, yang dengan cermat, cepat dan tepat dapat melakukan pengusutan serta penindakan terhadap para penyelundup.
Selain itu, melalui KADIN pula ia turut memimpin koperasi sektor swasta melakukan dialog dengan pemerintah. Hal itu terkait dengan isu fundamental ekonomi yang mesti diperkuat. Belajar dari krisis 1998, UKM dan termasuk koperasi menjadi penopang terakhir geliat ekonomi bangsa.
Karenanya sebagai Ketua Umum KADIN Aburizal Bakrie tidak ingin keberpihakan dan kebijakannya hanya memanjakan pengusaha besar. Ada tanggung jawab yang harus ia emban pula dari memperhatikan usaha kecil dan menengah termasuk koperasi. Aburizal Bakrie lantas bersama pemerintah bahu membahu membantu meningkatkan taraf ekonomi para pegiat UKM dan koperasi sektor swasta masa itu.
Lebih lagi, sebagai ketua KADIN, ia mencoba menjadikan Indonesia sebagai tempat yang kondusif untuk berbisnis. Aburizal Bakrie berpendapat bahwa Indonesia tidak kekurangan satu apapun sebagai negara maju. Potensi sumber daya alam kita luar biasa, belum lagi menghitung populasi dan berapa banyak SDM yang bisa kita andalkan untuk mengangkat derajat bangsa.
Tetapi mirisnya, memiliki seluruh hal itu tidak otomatis menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Kita masih terlalu naif untuk mengatakan Indonesia bisa jadi sebuah negara maju jika hanya memperhitungkan apa yang ada di atas kertas sementara soal keberpihakan, kebijakan dan peraturan yang ada, masih berada di langitan. Masyarakat tidak tersentuh oleh kebijakan dan berbagai program terobosan pemerintah.
Aburizal Bakrie berbuat sebisa mungkin, hatinya memanggil otak di kepalanya untuk melakukan pengabdian terhadap rakyat Indonesia. Hal sederhana ia lakukan, mulai dari tidak melakukan PHK meskipun kondisi perusahaan sedang sulit, sampai ketika ia duduk sebagai Ketua Umum KADIN sebisa mungkin kebijakan serta gerak langkah organisasi dapat menyerap tenaga kerja di Indonesia. Karena itu Aburizal Bakrie melalui KADIN terus berupaya untuk mendatangkan investasi dari luar agar terbentuk ekosistem lapangan kerja bagi masyarakat banyak.
Menurut Aburizal Bakrie, masalah pengangguran merupakan masalah serius yang hanya dapat diselesaikan dengan mengembangkan iklim investasi yang mendukung. Iklim investasi bisa mendukung jika pemerintah, mengeluarkan kebijakan yang berpihak. Reformasi birokrasi adalah langkah awal sebagai pintu pembuka dari menciptakan iklim investasi yang kondusif. Tidak hanya itu, untuk melakukan hal ini, diperlukan perbaikan lingkungan buruh, reformasi pajak, peningkatan keamanan, penegakan hukum yang kuat, dan restrukturisasi program otonomi daerah.
Tidak ada seorang pun yang bisa menyangkal bahwa Aburizal Bakrie punya kemampuan luar biasa untuk merubah tantangan yang coba menghalanginya menjadi sebuah peluang. Karakter yang sama dimiliki oleh sang ayah, Achmad Bakrie. Tidak hanya di kalangan para pengusaha nasional, Aburizal Bakrie juga mengibarkan bendera di kawasan ASEAN dengan mendirikan organisasi the Asean Bussiness Forum yang dibentuknya pada tahun 1991. Pada rentang waktu 1991-1993 Aburizal Bakrie bahkan sempat menduduki jabatan sebagai Presiden ASEAN Business Forum.
Organisasi tersebut dibuat untuk mempererat hubungan bisnis antar pengusaha ASEAN yang awalnya hanya berintikan hubungan bilateral B to B antara Indonesia dan Malaysia dalam kaitan menjaga keakraban bangsa serumpun Melayu.
Setelah organisasi itu didirikan mulai tampak ketertarikan dari pebisnis dari negara lain untuk ikut masuk ke dalam organisasi. Sebab Indonesia dan Malaysia yang tergabung dalam organisasi tersebut turut menunjukkan kerjasama yang apik antar pengusaha, termasuk berbagi informasi mengenai peluang dan kesempatan yang bisa dijalankan.
Bagi kelompok usaha Bakrie, kerjasama nyata mereka dimulai dengan pembuatan bank patungan MayBank-Nusa di Indonesia yang dimiliki bersama oleh Bank Nusa dan MayBank. MayBank sendiri merupakan bank terbesar di Malaysia.
Dalam menjalankan jabatan penting sebagai Presiden ASEAN Business Forum, Aburizal Bakrie berhubungan dengan banyak tokoh internasional mewakili negaranya di ASEAN. Kesempatan itu digunakan Aburizal Bakrie untuk menjelaskan visi bisnisnya yang menjadi lebih tajam juga berkat interaksi di dunia usaha termasuk para tokoh internasional lainnya. Dari pertemuan-pertemuan itu, kerap kali lahir bisnis-bisnis baru yang kemudian dijalankan oleh para profesional di kelompok usaha Bakrie sesuai dengan spesialisasi dan keahlian bidangnya masing-masing.
Aburizal Bakrie memang dikenal sebagai pembawa bendera pribumi nasional terkemuka di dunia Internasional. Keahliannya yang cepat dalam menganalisis serta mengerti kecenderungan bisnis dan perubahan yang terjadi di dunia turut menyokong pergerakannya di dunia internasional.
Pengetahuan ini tak segan dibagi Aburizal Bakrie kepada para pengusaha di tanah air. Misalnya tentang adanya fenomena pedagang mata uang yang kuat luar biasa seperti George Soros. Konon kekuatan ekonominya bisa membuat sebuah negara limbung dibuatnya. Dan Aburizal Bakrie benar, krisis ekonomi 1997-1998 sedikit banyak juga dipengaruhi oleh aksi George Soros yang menarik secara masif peredaran dollar di negara-negara Asia Tenggara hingga ekonomi negara kawasan bergelimpangan satu per satu termasuk Indonesia.
Kedua organisasi tersebut, KADIN dan dan ASEAN Business Forum menjadi pengalaman berharga bagi seorang Aburizal Bakrie menapaki dunia politik praktis. Ia jadi memiliki pengalaman bagaimana memimpin sebuah organisasi, mengeluarkan kebijakan yang bisa menjadi win-win solution bagi semua pihak dan mampu mengakomodir berbagai kepentingan yang harus dijalankan demi organisasi.
Dunia politik nyatanya tak seasing itu bagi seorang Aburizal Bakrie, ia pernah tenggelam di dalamnya dalam larut giat organisasi. Meskipun organisasi itu erat kaitannya dengan penetrasi serta perluasan pasar untuk perusahaannya. Tetapi dunia politik tidak terlalu mengenal habitat. Tidak hanya di partai politik, di lingkungan bisnis, pertemanan, sekolah, atau tempat apapun yang membutuhkan adanya pencapaian dari sebuah tujuan dan stratifikasi sosial terbentuk, maka di sana pasti ada proses politik yang terjadi.
Aburizal Bakrie adalah pembelajar alamiah dalam dunia politik, pun dunia bisnis. Keduanya dijalani dengan luar biasa penuh keberhasilan. Dalam dunia politik formal, Aburizal Bakrie seperti yang telah disebut sebelumnya sempat menjadi anggota MPR RI pada periode 1988-1993 dan 1993-1998. Namun MPR saat ini dengan masa Orde Baru sungguh berbeda. Sebagai perwakilan golongan Aburizal Bakrie merasakan betul bagaimana fungsi legislasi yang dimiliki MPR periode itu sangat kerdil. Namun ia bisa belajar bagaimana seluk beluk politik parlemen.
Jauh sebelum ia menduduki jabatan sebagai anggota MPR, Ketua Umum KADIN atau sebagai founder dan presiden dari ASEAN Business Forum, Aburizal Bakrie sebetulnya telah menjadi anggota sebuah partai politik. Tepatnya pada tahun 1984, Aburizal Bakrie memutuskan untuk masuk ke Golongan Karya (Golkar) dengan membuat KTA.
Ia tidak membutuhkan banyak pertimbangan untuk masuk Partai Golkar. Rekan sejawatnya, Fahmi Idris, Siswono Yudo Husodo dan teman-teman lainnya saat Aburizal Bakrie berkiprah di HIPMI yang mengenalkan Golkar kepadanya. Tetapi karena merasa menghormati teman-temannya Aburizal Bakrie pun mengiyakan ajakan tersebut. Ia resmi berdarah kuning sejak tahun 1984. Tetapi Aburizal Bakrie belum berkiprah secara praktis di Partai Golkar.
Pola pikirnya di masa muda membuat Aburizal Bakrie lebih memilih membesarkan usaha keluarga daripada harus berpolitik di sebuah partai termasuk Golkar. Jadilah KTA yang ia buat hanya simbol semata bahwa ia adalah anggota partai politik. Tetapi lama kelamaan, Aburizal Bakrie semakin dekat dengan Partai Golkar, terlebih saat ia bertarung memperebutkan kursi KADIN 1. Kelihaian cara berpolitik almarhum Fahmi Idris dan Agus Gumiwang Kartasasmita membuatnya tertegun.
Lepas era reformasi, ketika rezim Orde Baru tumbang di atas kedaulatan mahasiswa dan rakyat yang berkehendak, Aburizal Bakrie mulai melirik politik adalah sebuah keharusan dan jalan yang disediakan untuknya berkontribusi membangun bangsa. Jauh ambisinya untuk berkuasa, yang terlintas di kepalanya, politik haruslah memberi ruang strategis bagi putra-putri bangsa seperti dirinya yang ingin berbuat lebih.
Gelanggang politik diselaminya, perlahan tapi pasti Aburizal Bakrie mulai menemukan ritme bagaimana sebuah kekuasaan dibangun di atas jalur politik, ujungnya adalah kemampuan untuk mensejahterakan rakyat. Politik membuat Aburizal Bakrie bahagia, ia bisa berbagi lebih banyak dan bisa melihat dunia dari jendela yang lain. Dari jendela politik, Aburizal Bakrie mulai berpikir, hubungan antara pengusaha dan pemerintah bukanlah hubungan perselingkuhan, tetapi hubungan yang memang secara fundamental harus terbangun. Untuk apa hubungan itu terbangun? Tidakkah hubungan terlalu lekat antara pemerintah dan pengusaha menyisakan hanya sebutir nasi untuk rakyat? Bagaimana Aburizal Bakrie menjawabnya?
Sumber:
– Wikipedia, “Aburizal Bakrie”
– Bahtiar Effendy, Hajriyanto Thohari, dkk, “Beringin Membangun: Sejarah Politik Partai Golkar”, (Jakarta, Grafindo Khazanah Ilmu: 2012)
– Indria Samego, “Kadin dan Pembangunan Nasional”, diakses di elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index…/531.pdf