Berita Golkar – Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis data terbaru mengenai angka partisipasi publik dalam Pilkada serentak 2024. Hasilnya, angka golput di tujuh provinsi mengalami kenaikan. Yaitu di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby mengatakan, rata-rata angka golput dari total 7 provinsi itu, mencapai 37,63 persen. Untuk Jakarta, jelas Adjie, angka golput pada Pilgub sebelumnya 20,5 persen. Pada 2024, naik jauh menjadi 46,91 persen.
Di Sumatera Utara pada Pilgub sebelumnya 38,22 persen. Pada 2024, naik signifikan menjadi 46,41 persen. Lalu, Sulawesi Selatan pada pilgub sebelumnya 29,84 persen, kini di Pilgub 2024 menjadi 31,14 persen.
Begitu pun dengan Banten, pada Pilgub sebelumnya 36,1 persen, kini menjadi 37,78 persen pada Pilgub 2024. Untuk Jawa Barat naik signifikan, dari 29,7 persen paada pilgub sebelumnya, menjadi 36,98 persen pada Pilgub 2024.
Sedangkan untuk Jawa Tengah, turun sedikit dari Pilgub sebelumnya, 32,36 persen, menjadi 29,48 persen pada Pilgub 2024. Berikutnya, angka golput di Jawa Timur pada Pilgub sebelumnya, naik dari 33,08 persen persen, kini menjadi 34,68 persen pada Pilgub 2024.
Penyebabnya, menurut Adjie, ada beberapa faktor. Pertama, kelelahan menghadapi Pemilu. Perhatian dan energi sudah terkuras pada Pilpres dan Pileg 2024. Pertarungan Pilkada menjadi kurang daya tariknya.
Faktor kedua, kandidat yang bertarung, dianggap kurang pesonanya. Faktor ketiga, masyarakat semakin tidak yakin, seberapa besar kepala daerah bisa mengubah hidup mereka. Faktor terakhir karena bertambahnya apatisme politik.
Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menambahkan, kenapa masyarakat malas menggunakan hak pilihnya, karena partai politik tidak menghadirkan calon berkualitas. “Publik jenuh,” katanya.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin mengatakan, angka golput meningkat, bukan karena partai saja, tetapi semua pihak bertanggungjawab.
Untuk lebih jelasnya, berikut wawancara dengan Zulfikar Arse Sadikin terkait tingginya angka golput di 7 provinsi.
Pada Pilkada 2024, angka golput di 7 provinsi cukup tinggi. Bagaimana pendapat Anda?
Memang, jika dibandingkan dengan Pilkada-Pilkada sebelumnya, angka partisipasi publik lebih rendah. Kita perlu dalami apa penyebabnya. Nah, untuk mendalaminya harus ada riset.
Ada yang menilai, tingginya angka golput karena partai politik?
Soal turunnya partisipasi pemilih, tidak sekadar tanggung jawab partai politik sebagai peserta, tapi juga tanggung jawab Pemerintah dan penyelenggara. Intinya, semua pemangku kepentingan bertanggung jawab.
Partai politik dituding menjadi faktor utama, karena tidak bisa menghadirkan kandidat yang berkualitas?
Itu salah satu faktor, tapi ada faktor lain yang menyebabkan angka golput tinggi. Misalnya, terlalu pendek jarak antara Pileg dan Pilpres dengan Pilkada, sehingga masyarakat enggan atau jenuh untuk ke TPS.
Apa saran Anda untuk menaikkan angka partisipasi publik?
Ke depan, kita perlu model sistem Pemilu atau desain sistem Pemilu yang lebih menjaga partisipasi publik. Misalnya ada pemilu nasional, ada pemilu lokal.
Lokalnya itu mulai dari Pilkada kabupaten/kota dan provinsi serentak. Lalu, Pileg DPRD kabupaten/kota dan provinsi sama-sama serentak. Nasionalnya dari DPR, DPD dan Presiden. Sehingga, Pemilu itu dalam 5 tahun ada 3 kali.
Selain itu, apa ada usulan lagi?
Ke depan kita juga bisa berpikir, kira-kira masyarakat itu juga perlu dikasih alternatif. Misalnya, masyarakat bisa mengusulkan calon yang diinginkan. Cara ini bisa membuat masyarakat tertarik untuk menggunakan hak pilihnya. {}