Libatkan Korporasi dan BUMN, Program ‘GENTING’ Mendukbangga Wihaji Tak Gunakan APBN

Berita Golkar – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN, Wihaji menjelaskan di balik pembiayaan dalam program Genting alias Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting.

Sebelumnya, peresmian program Genting dilakukan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Jabar), Kamis (5/12/2024). Dalam sambutannya, Menteri Wihaji mengatakan program ini adalah Gerakan yang sama sekali tidak dibiayai APBN.

“Ini adalah gerakan, kemudian mohon maaf anggarannya juga bukan dari negara. Insya Allah saya meyakini, karena ini gerakan, yakin, kalau gak yakin saya gak bergerak, saya yakin tercapai. Nanti kita kontrol bareng-bareng, nanti bertanya lagi, nanti kita cek bareng, saya yakin insya Allah terpenuhi,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Jumat (6/12/2024), dari Pikiran Rakyat.

“Kita gak boleh nyuruh (pihak orang tua asuh), ini adalah Gerakan, yang mau Alhamdulillah ikhtiar. Silahkan, tapi saya tidak akan menyuruh ini betul-betul dari hati dan semangatnya adalah membantu. Semangatnya membantu, satu membantu keluarga kita sendiri, sebagai warga negara Indonesia, dan tentu sama-sama bersama negara,” katanya melanjutkan.

Dari 38 provinsi, Wihaji mengatakan bahwa saat ini kantor perwakilan Kemendukbangga baru ada 32 provinsi. Dia akan mengupayakan semua provinsi ada keterwakilan sebagaimana dalam nomenklatur. Kantor itu nantinya yang akan ikut mengawasi jalannya program Genting 1 juta anak Indonesia.

Menurut Wihaji, Kemendukbangga memiliki fungsi untuk melaksanakan Asta Cita poin keempat dan keenam. Isinya ialah tentang sumber daya manusia (SDM), dan keenam tentang pengentasan kemiskinan.

“Sebabnya yang pertama, perintah presiden. Saya selaku pembantu presiden, kewajiban saya adalah melaksanakan perintah presiden. Ada 4 isu. Ketahanan energi, ketahanan pangan, hilirisasi, dan masalah gizi, stunting menjadi salah satu isu penting,” kata dia.

“Yang kedua, kekuatan negara. Kita ini sebagai negara yang besar maka perlu disiapkan sumber daya manusia yang hebat, sumber daya manusia yang kuat, dan sumber daya manusia yang berdaya saing,” ucap dia lagi.

Siapa Saja yang Jadi Orang Tua Asuh?

Dikatakan, di Indonesia per data terbaru, dari 75 juta keluarga, ada 8,7 juta keluarga resiko stunting (KRS). Kemudian prevalensi dari stunting 21,5 persen. Artinya, kalau ada 5 balita, satu orang kena stunting. Menurut Wihaji ini bukan problem biasa, dan ini tidak bisa diselesaikan oleh satu kementerian maupun satu orang.

“‘Pak ini kan kewajiban negara’, iya negara hadir di berbagai kementerian untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi tidak semuanya kita harus bergantung kepada negara, maka gerakan orang tua asuh cegah stunting untuk 1 juta anak Indonesia ini bagian dari keinginan kementerian kita yang memang tugasnya dua. Satu, mencegah. Dua, menggerakkan. Untuk treatment nanti ada kementerian lain,” ujar dia.

Dia menegaskan, per 5 Desember 2024, Muhaji mengaku dapat laporan ada ribuan orang tua asuh yang sudah berkomitmen. Nantinya mereka akan membubuhkan tanda tangan kesediaan yang akan difasilitasi oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK).

Pihak orang tua asuh berasal khususnya dari pemilik korporasi, perusahaan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Swasta maupun lainnya, pribadi ataupun kelompok bisa juga bergabung.

“‘Pak, saya orang biasa Pak’, tapi saya nggak tega juga (pada anak stunting). Silakan, Bapak-Ibu walaupun orang biasa juga bisa menjadi orang tua asuh. Caranya gimana Pak Wihaji? Silakan berkelompok. 10 orang boleh, 20 orang boleh untuk membuat atau menjadi orang tua asuh,” ucapnya.

“Ketika saya mau menjadi orang tua asuh gimana caranya? Siapa nama (anak)-nya? Kita punya 8,7 juta. By name, by address, by photo. Rumahnya seperti apa? Kita punya data semua. Kalau mau membantu di daerah mana? Silakan. Di luar Jawa? Boleh. Di NTT? Boleh. Di Papua? Boleh,” ujarnya menandaskan. {}