Airlangga Hartarto Bantah Kabar Transaksi QRIS dan e-Money Kena PPN 12 Persen

Berita Golkar – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah transaksi pembayaran virtual melalui QRIS dan e-Money seperti e-toll dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut Airlangga, pemerintah tidak mengenakan tarif PPN 12 persen untuk transaksi berbasis QRIS maupun kartu debit.

“Hari ini ramai QRIS. Itu juga tidak dikenakan PPN. Jadi QRIS tidak ada PPN. Sama seperti debit card transaksi yang lain,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis di Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2024), dikutip dari Kompas.

Airlangga mengatakan, QRIS sudah digunakan di berbagai negara di Asia, termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Ia memastikan, masyarakat tidak akan dikenakan PPN 12 persen jika bertransaksi menggunakan QRIS di Indonesia maupun di negara yang sudah menggunakan sistem pembayaran virtual itu.

“Kalau ke sana pun (negara Asia lain) juga pakai QRIS dan tidak ada PPN. Jadi ini kami klarifikasi bahwa payment system tidak dikenakan PPN, karena ini kan transaksi, yang PPN adalah barang,” ujarnya.

“Transportasi itu tanpa PPN. Jadi yang namanya tol dan kawan-kawannya, e-toll juga tidak ada PPN,” sambungnya.

Airlangga mengatakan, selain sistem pembayaran, PPN juga tidak berlaku untuk bahan pokok. Ia mengatakan, bahan makanan seperti tepung terigu, minyak goreng Minyakita, dan gula bebas dari dampak kenaikan PPN.

Menurut Airlangga, tarif PPN 12 persen juga tidak dikenakan untuk tarif tol, sektor kesehatan, dan pendidikan, kecuali barang dan jasa khusus. “Kecuali yang khusus. Yang khusus nanti yang ditentukan,” tuturnya.

Airlangga mengakui, kenaikan PPN memang akan berdampak terhadap inflasi. Namun, menurut dia, pengaruh itu tidak akan terlalu besar. “PPN naik itu satu persen, dari 11 (persen) ke 12 (persen), bukan dari nol ke 12 (persen). Jadi dari segi kenaikan ini pengaruh inflasi ada, tapi relatif tidak terlalu tinggi,” ucap dia.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan penerimaan negara guna mendukung stabilitas ekonomi nasional.

“Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dilakukan sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Langkah ini bertujuan menjaga keseimbangan fiskal di tengah tantangan ekonomi global,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12/2024).

Menteri Keuangan menekankan bahwa kenaikan tarif PPN ini tidak berlaku untuk kebutuhan dasar masyarakat. Barang pokok dan layanan esensial seperti kesehatan dan pendidikan umum tetap dibebaskan dari PPN atau dikenakan tarif lebih rendah.

“Penerimaan dari PPN 12 persen ini akan dialokasikan untuk mendukung program-program pembangunan pemerintah, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Dengan begitu, kebijakan ini diharapkan dapat berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat,” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani juga meminta masyarakat untuk memahami kebijakan ini dengan baik. “Kami mengimbau masyarakat untuk mengetahui barang dan jasa yang terdampak sehingga bisa mempersiapkan diri menghadapi perubahan,” ujarnya. {}