Berita Golkar – Apple berencana membangun pabrik di Batam untuk produksi AirTag, aksesoris iPhone dengan nilai investasi sebesar USD1 miliar.
Pabrik tersebut diperkirakan bisa memasok sekitar 60 persen kebutuhan AirTag global dan berproduksi mulai tahun 2026. Fasilitas produksi ini diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sekitar 2 ribu orang.
Namun berdasar hasil kajian Kementerian Perindustrian, ternyata nilai riil investasi pabrik AirTag Apple di Batam hanya USD200 juta. Nilai ini tentu jauh lebih kecil dibandingkan komitmen nilai investasi USD 1 miliar dalam proposal yang disampaikan Apple.
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Golkar Ilham Permana mempertanyakan keseriusan Apple untuk menjaga komitmennya. Menurut Ilham, Kementerian Perindustrian sudah on the right track atau berada di jalur jalan yang benar.
“Saya mencermati Kemenperin sudah tepat sesuai kebijakan yang mengutamakan kepentingan bangsa dah negara. Berpatokan pada aturan sekaligus menjaga martabat bangsa Indonesia agar tak dipermainkan oleh pemain raksasa teknologi dunia. Jangan mentang-mentang sebagai perusahaan berkapitalisasi besar terus seenaknya “berbohong” dan tidak komit dengan kesepakatan dengan Pemerintah RI,” tegas Ilham Permana di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025), dikutip dari Suara Karya.
Menurut dia, bahwa ada pendapat pengamat yang mengungkapkan keluhan adanya birokrasi yang rumit bagi investor terhadap korporasi teknologi besutan Steve Jobs ini otomatis terpatahkan karena Apple sudah berinvestasi sejak 2017.
Meski demikian angka investasi yang masuk amat sangat kecil ketimbang dengan investasi yang ada di Vietnam.
“Saya khawatir harga diri atau pride bangsa kita hanya dianggap sebagai pasar saja. Padahal sebagai bangsa besar, kita memiliki keunggulan lain yang kompetitif dan added value dibandingkan sekadar diperlakukan sebagai pasar dagangan mereka saja,” tegasnya.
Politisi muda Golkar ini menyebutkan Kemenperin telah berusaha memberikan kepastian hukum dengan berpegang teguh kepada regulasi yang ada.
Dia berpandangan jika Kemenperin lemah dan mau bernegosiasi ulang, justru memberikan ketidakpastian hukum dan merusak tatanan bisnis serta kepercayaan investor lainnya di luar Apple.
“Salah satu pertimbangan utama investor adalah kepastian hukum. Saya menyayangkan mengapa Apple justru tak mendukung upaya penegakan aturan untuk memberi kepastian hukum dan menghargai ” kata Wakil Rakyat DPR RI Dapil Jawa Barat III (Kabupaten Cianjur dan Kota Bogor).
Angka investasi Apple yang sangat kecil didasarkan pada perhitungan teknokratis Kemenperin.
Dalam penghitungan itu, komponen proyeksi nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku tidak dapat dimasukkan sebagai capex (capital expenditure) investasi.
Nilai investasi diukur hanya dari capex, yang terdiri dari pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi. Dengan masuknya proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku dalam investasi oleh pihak Apple, seakan-akan melambungkan nilai investasi lebih tinggi sampai USD1 miliar, padahal riilnya hanya USD200 juta.
Atas hal ini, menurut Ilham, ada kemungkinan Apple sengaja menyiasati aturan, seakan-akan nilai investasi sudah sesuai komitmen. Padahal jika dihitung secara riil, nilainya sangat jauh.
Apple Belum Revisi Proposal
Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menyebut Kemenperin sangat menghormati komitmen Apple. Namun dia berharap Apple juga menghormati aturan yang berlaku di negara dimana dia berinvestasi.
“Jika nilai investasi Apple sebesar USD1 miliar itu benar-benar untuk capex, seperti pembelian tanah, bangunan, dan mesin/teknologi, tentu lebih baik lagi. Bayangkan jumlah tenaga kerja yang bisa terserap dengan angka investasi USD1 miliar, tentu akan sangat besar sekali,” beber Febri.
Ditambahkan, dalam negosiasi pada tanggal 7 Januari 2025, Apple menanyakan apakah proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku masuk dalam capex.
Tim negosiasi Kemenperin dengan tegas menyatakan bahwa dua variabel tersebut bukan merupakan bagian dari capex. Pengukuran capex menggunakan tiga variabel, yakni pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi produksi.
Jubir Kemenperin menegaskan Apple sebagai investor juga tak memiliki rekam jejak yang meyakinkan. Investasi Apple pada periode 2020-2023 belum mematuhi Permenperin No. 29 Tahun 2017, yang telah memberikan fasilitas bagi Apple untuk menjual produknya di Indonesia.
Apple, kata Febri, mengakui bahwa mereka masih punya utang komitmen investasi USD10 juta pada periode 2020-2023 yang jatuh tempo pada bulan Juni 2023.
Berdasarkan Permenperin tersebut, ketidakpatuhan dapat menyebabkan Apple dikenai sanksi penambahan modal investasi baru, pembekuan sertifikat TKDN HKT, bahkan pencabutan sertifikat TKDN HKT yang mengakibatkan produk Apple tidak bisa diperdagangkan di Indonesia.
Febri mengungkapkan Kemenperin memilih sanksi paling ringan, yaitu penambahan modal investasi skema tiga pada proposal periode 2024-2026. Sanksi ini juga telah disampaikan dalam counter proposal Kemenperin dalam negosiasi dengan Apple.
Lalu Kemenperin menjatuhkan sanksi sekaligus kemudahan bagi Apple untuk segera membangun fasilitas produksi HKT-nya di Indonesia. “Tapi, jika Apple belum patuh juga. Saat ini kami pertimbangkan sanksi lebih berat lagi,” tegas Febri.
Bahkan hingga kini Kemenperin belum menerima revisi proposal dari Apple, dengan alasan masih memerlukan waktu untuk merevisi proposal.
Kemenperin tak mau “kecolongan” sehingga belum bisa mengeluarkan sertifikat TKDN bagi produk HKT Apple terutama iPhone 16 series.
Akibatnya, TPP (Tanda Pengenal Produk) semua produk HKT Apple juga belum bisa diterbitkan. Dengan demikian, semua produk HKT Apple belum bisa diperdagangkan di Indonesia, termasuk iPhone 16 series.
Febri mengatakan, sebenarnya tidak ada halangan bagi Apple untuk membangun fasilitas produksi HKT di Indonesia. Sejatinya, Apple memiliki kemampuan finansial dan pengaruh yang besar untuk membawa supplier GVC (Global Value Chain) ke Indonesia.
Begitu juga iklim berbisnis, kemampuan SDM, dan ekosistem teknologi tinggi di Indonesia juga menjadi nilai lebih bagi Apple untuk masuk ke Indonesia.
“Hal-hal yang menghambat Apple membangun fasilitas produk di Indonesia hanya klaim hipotetis yang diajukan oleh pihak-pihak tertentu, termasuk para pengamat. Pihak Apple dalam negosiasi menyampaikan bahwa mereka membutuhkan waktu untuk pembangunan fasilitas produksi HKT di Indonesia, juga untuk membawa GVC mereka masuk ke sini,” urai Jubir Febri.
Alasan Birokrasi Berbelit Tak Mendasar
Kemenperin tak mengelak adanya pandangan yang menyatakan bahwa Apple tidak berinvestasi di Indonesia karena birokrasi berbelit-belit, kemampuan SDM rendah, maupun belum tersedianya ekosistem industri berteknologi tinggi di Indonesia.
Atas hipotesis yang tidak reasonable tersebut, Febri membeberkan bahwa Apple sudah berbisnis dan berinvestasi di Indonesia sejak tahun 2017 dengan menggunakan fasilitas investasi yang diatur dalam Permenperin No. 29 Tahun 2017.
“Itu artinya, tidak ada birokrasi yang berbelit-belit yang mempersulit bisnis Apple di Indonesia. Hingga tahun 2024, pun tidak ada komplain dari Apple terkait birokrasi dan regulasi di Indonesia,” imbuhnya.
Bukan itu saja, secara faktual, sudah banyak investor yang sudah membangun eksosistem produksi teknologi tinggi di Indonesia saat ini.
“Bagi kami, ini membuktikan bahwa tidak ada masalah ekosistem teknologi tinggi pada sistem produksi manufaktur Indonesia. Ekosistem tersebut sudah ada dan bisa dimanfaatkan oleh perusahaan teknologi tinggi global seperti Apple di Indonesia,” kata Febri.
Ia juga menyayangkan pendapat pengamat yang menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang masih rendah, dibandingkan dengan IPM negara lain sebagai penyebab Apple tidak kunjung berinvestasi di Indonesia.
Anggapan ini juga sulit diterima oleh akal sehat karena menjadikan IPM sebagai tolak ukur investasi.
“Kalau ukuran SDM dijadikan sebagai penarik investasi, pengamat tersebut harus menggunakan kualitas SDM di bidang teknologi informasi (IT) atau yang terkait dengan produksi produk berteknologi tinggi yang berasal dari perguruan tinggi sebagai ukuran. Kami pikir banyak lulusan IT dari perguruan tinggi terbaik di Indonesia yang bisa mendukung kinerja fasilitas produksi HKT Apple nantinya. Kualitas mereka tidak kaleng-kaleng dan sangat menarik bagi investor asing,” urainya. {}