Airlangga Hartarto Ungkap Kisah RI Lawan Proteksionisme Eropa di Forum Dunia

Berita Golkar – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menghadiri the Global Economic Retreat 2025 pada Rabu (12/2/2025). Kegiatan ini juga dihadiri antara lain oleh para Menteri dari UEA, Bahrain, Turki, Vietnam, Azerbaijan, Kazakhstan, Uzbekistan, Estonia dan Mesir.

Pada pertemuan tersebut, para Akademisi dan Ekonom dari IMF, World Bank, OECD dan beberapa Universitas juga turut hadir membahas tren ekonomi, prioritas global serta rekomendasi kebijakan yang berbasis data.

Pada pertemuan tersebut, para peserta Economic Retreat menyoroti isu terkini yang dihadapi oleh berbagai negara khususnya negara dengan pendapatan menengah ke bawah, meliputi pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, tempat tinggal dan kesehatan. Di sisi lain, negara-negara kaya justru semakin menerapkan kebijakan proteksionisme.

Meskipun tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan dalam negeri masing-masing negara, namun perlu batasan yang jelas untuk implementasi kebijakan proteksionisme, agar tidak menimbulkan hambatan hubungan perdagangan internasional.

Menyoroti kebijakan proteksi, Airlangga mengungkapkan regulasi seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR) bukanlah fenomena baru. Sejak abad ke-16, Eropa telah mengimpor berbagai komoditas dari Indonesia, termasuk minyak kelapa sawit. Namun, regulasi yang semakin ketat saat ini mencerminkan perubahan tuntutan masyarakat Eropa terhadap standar lingkungan dan ketenagakerjaan.

“Kemenangan Indonesia di WTO atas kasus gugatan terhadap Eropa terkait CPO akan berdampak pada aturan EUDR. Aturan tersebut merupakan sikap setengah hati negara Barat terhadap produk sawit Indonesia,” ungkap Airlangga, dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (13/2/2025).

Airlangga menekankan bahwa Eropa menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara regulasi dan pertumbuhan ekonomi. Tekanan masyarakat terhadap standar lingkungan dan ketenagakerjaan mendorong berbagai aturan baru yang idealnya bersifat sementara. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, regulasi ini justru dapat menghambat pertumbuhan ekonomi mereka sendiri.

Indonesia berhasil membuktikan adanya tindakan diskriminatif Uni Eropa (UE) terhadap produk minyak sawit dan biofuel berbahan baku kelapa sawit (biodiesel) di hadapan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Panel WTO, melalui laporan putusannya yang disirkulasikan pada 10 Januari 2025, memutuskan bahwa kebijakan UE melanggar aturan perdagangan internasional.

Oleh karena itu, Indonesia akan mendesak Uni Eropa (UE) untuk membuka pasar ekspor produk minyak kelapa sawit. Seperti diketahui, berdasarkan aturan WTO, laporan Panel akan diadopsi dalam waktu 20-60 hari jika tidak ada keberatan dari pihak yang bersengketa. Keputusan ini bersifat mengikat, dan UE wajib mematuhi putusan dengan menyesuaikan kebijakannya. {}