DPP  

Tanggapi Aksi ‘Indonesia Gelap’, Henry Indraguna: Perlu Rekonstruksi Public Relation Pemerintah dengan Rakyatnya

Berita GolkarIndonesia Gelap menjadi tema panas belakangan ini. Unjuk rasa di berbagai kota mengusung tema yang sama. Pakar hukum Prof Dr Henry Indraguna SH. MH menyebutkan bahwa ada banyak alasan di balik peristiwa ini. Pemicu utama diawali dari masalah ekonomi sampai kebebasan berbicara yang dianggap dibatasi dan gaya komunikasi yang kurang bisa diterima akal sehat oleh rakyat.

“Salah satu alasan adalah masalah ekonomi. Ketika harga-harga barang naik, lapangan pekerjaan terbatas dan nyaris jamaknya pengangguran. Lalu terjadi kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin lebar, tentu saja rakyat merasa tertekan sehingga demo yang dilakukan mahasiswa sebagai amplifikasi suara dari kondisi masyarakat yang sesungguhnya, adalah reason yang wajar diteriakkan kepada penguasa,” ujar Prof Henry merespon viralnya demo mahasiswa di beberapa daerah tentang “Indonesia Gelap” di Jakarta, Kamis (20/2/2025).

Profesor dari Unissula Semarang ini juga menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang dijadikan preferensi tepat untuk menyiasati cupetnya fiskal. Tentu kebijakan pemerintah ini memicu protes masyarakat yang tak berpihak kepada mereka sebagai klas berpenghasilan rendah bahkan susah hidup. Terlebih kalau pengeluaran sehari-hari makin berat. Ini terjadi ketika daya beli turun.

Selain itu dia menyebut bahwa penegakan hukum yang berkeadilan sosial juga menjadi masalah bangsa ini. Negara belum mampu berlaku adil untuk menghukum berat dan memiskinkan para perampok uang rakyat karena tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sementara masih banyak rakyat yang belum mendapatkan penghidupan yang layak dan manusiawi sebagai warga bangsa yang bermartabat di negeri yang sudah merdeka 79 tahun ini.

“Berbagai saluran untuk protes ternyata juga belum mendinginkan suasana. Selain itu persoalan penegakan hukum terutama korupsi juga ikut memperburuk situasi. Sehingga rakyat menilai bahwa negara belum berlaku adil untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia seperti amanah konstitusi,” bebernya.

“Pemerintah kita lihat sudah berusaha sekuat kemampuan mewujudkan hal ini. Tentu ada perbedaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat sehingga apa yang dilakukan pemerintah belum dianggap cukup bijaksana untuk berpihak kepada rakyatnya,” imbuhnya.

Doktor Ilmu Hukum dari UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini menawarkan beberapa solusi untuk meminimalisir unjuk rasa agar tak sampai anarkis dan malah merugikan kepentingan umum.

“Pertama adalah semua penyelenggara negara dari Presiden hingga pemerintahan paling bawah harus dapat melahirkan pengelolaan uang rakyat secara transparan memberikan pelayanan publik. Prinsipnya pemerintah perlu lebih terbuka soal bagaimana dana negara digunakan dan pastikan tidak ada yang disalahgunakan,” tegasnya.

Kedua adalah fokus kerja pemerintah harus memprioritaskan pelaksanaan kebijakan yang benar-benar mendorong kesejahteraan masyarakat.

“Membuka lebih banyak lapangan pekerjaan yang padat karya, memberikan bantuan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta memberi perhatian lebih pada rakyat yang benar-benar terhimpit oleh kondisi ekonomi. Kebijakan yang lebih inklusif dan merata bisa membantu mengurangi kesenjangan sosial,” ungkapnya.

Yang terakhir, penyebab utama semua adalah kebuntuan komunikasi. Komunikasi yang dilakukan pembantu Presiden antara satu dengan lainnya tidak konsisten bahkan sering terperangkap kepentingan ego masing-masing kementerian atau lembaga. Sehingga dianggap rakyat bahwa kebijakan yang diambil Kepala Negara malah tidak berpihak kepada rakyat.

Prof Henry Indraguna masih percaya bahwa Presiden merekrut banyak staf khusus, tentu dimaksudkan untuk memudahkan berkomunikasi dengan publik.

“Kebijakan itu mestinya perlu disosialisasikan secara masif dengan bahasa masyarakat, bukan bahasa pemerintah. Bahasa yang sederhana, lugas, genuine, dan mudah dipahami rakyat. Pertanyaannya, staf-staf khusus dan staf ahli kementerian yang banyak itu, sudahkah melakukan riset dan menjalankannya. Jangan-jangan mereka malah gagap tidak paham tentang job descriptionnya. Lalu demi untuk bisa dinilai bisa kerja malahan mengeluarkan statement bahkan kebijakan yang blunder bagi rakyat?” katanya.

Menurut Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini bahwa edukasi yang baik akan membantu masyarakat memahami tujuan dari kebijakan tersebut, dan ini bisa mengurangi potensi protes yang berujung pada demonstrasi.

Indonesia Gelap adalah bentuk ekspresi pesimisme masyarakat. Sekarang tugas pemerintah adalah mengubah pesimisme itu menjadi optimisme.

“Ini hanya bisa terwujud jika kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin meningkat. Akan lebih baik bekerja nyata daripada membuat statemen-statemen yang berujung blunder,” jelas Wakil Ketua Dewan Pembina KAI (Kongres Advokat Indonesia) ini.