Berita Golkar – Sebagai parpol tua, besar dan selalu mewarnai episode penting politik Indonesia, bahkan sejak 1952/1957 hingga saat ini, Partai Golkar memiliki akar ideologis, filosofi, sosiologis dan historis panjang dalam dinamika kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia.
Sesungguhnya akar ideologis, akar pemikiran, akar gerakan sosiologis, akar konstitusional, akar institusinalisasi-keorganisasian Partai Golkar, memiliki rentang waktu panjang dalam sejarah kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Namun disayangkan, narasi dan diksi sejarah Partai Golkar hanya di awal-awal Orde Baru hingga masa kini.
Dari disertasi Penulis pada Program Doktor Ilmu Politik FISIP Unpad, terlalu kecil jika Partai Golkar dinarasikan hanya di awal-awal Orde Baru dan mempertentangkannya dengan era sebelum Orde Baru, dikutip dari Tribunnews.
Partai Golkar jauh lebih besar daripada yang dinarasikan selama 61 tahun ini, hanya dimulai 20 Oktober 1964. Fakta Menuju Kelahiran Sekber Golkar, Konsolidasi Sekber Golkar, Golkar dan Partai Golkar
Bahan resmi sejarah Partai Golkar yang di desain pad masa Orde Baru oleh Tim A.E. Manihuruk, sejarah Sekber Golkar, Golkar dan Partai Golkar hanya dimulai pada tahun-tanun 1964 saja.
Berdasarkan literatur yang ada (David Revee: 2013; Roy Janis; 2012; JK Tumakaka; 1996; Leo
Suryadinata; 1992; dan Julian Boileau: 1983; Ganjar Razuni: 2021, Unpad, xxxv 735 h), bahwa sejarah pemikiran, akar ideologis dan akar sosiologis tentang Golkar sebagai golongan- golongan fungsional telah dipikirkan, dikonstruksikan dan telah ada sejak 1926 yang disampaikan Soekarno (DBR: 1963 Jilid I, terbit 1926), dan secara konstisusional sejak ditetapkannya UUD 1945 oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
Secara institusionalisasi pelembagaan dalam tata-kenegaraan RI, golongan-golongan fungsional sudah dimulai sejak 1952 melalui pembentukan Dewan Nasional RI yang secara institusionalisasi dalam dimensi kemasyarakatannya, telah dimulai sejak Konsepsi Presiden 21 Februari 1957.
Kemudian dilanjutkan dengan pendirian golongan-golongan fungsional antara lain Kosgoro pada 10 November 1957, dilanjukan dengan MKGR dan Soksi dengan kosa kata “Gotong-Royong” sesuai Konsepsi Presiden 21 Februari 1957 dalam bidang polekbud dan sesuai intisari pokok dari Pancasila ialah “Gotong-Royong” yang dalam kerangka golongangolongan fungsional itu, diimplementasikan dalam “politik-kekaryaan”.
Secara ideologis dan philoshopisch, Sekber Golkar sejak awal berdirinya langsung mengambil Pancasila sebagai “Asas”, dan “Karya Kekaryaan” sebagai “Ciri Khusus” serta “Karya Siaga Gatra Praja” sebagai “Doktrin”.
Hal ini bertumpu pada konsepsi Revolusi Fungsionil yang digagas Soekarno dan dijabarkan Mohamad Yamin pada Seminar Pancasila 16-20 Februari 1959 di Yogyakarta. Adapun Pancasila sebagai asas dimaksud, adalah: tidak terlepas dari kelahiran Pancasila sebagai sebuah “konsepsi materiil” dan “konsepsi formeel”, ialah; Pembukaan UUD 1945, khususnya alinea 4 dalam Sidang Pleno I PPKI 18 Agustus 1945, yang “berangkai berturut-turut” bila ditarik ke belakang ialah: Proklamasi 17 Agustus 1945; Sidang Pleno Ke 2 BPUPK 10-17 Juli 1945; Panitia Sembilan dengan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan; Sidang Pleno Pertama BPUPK 29 Mei-1 Juni 1945 Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 itu sebagai “konsepsi materiil” dimana Soekarno sebagai Penggali Pancasila; Ketua Panitia Sembilan; Yang Melaporkan Hasil Kerja Panitia
Sembilan ke Sidang Pleno Ke II BPUPK 10-17 Juli 1945; Ketua Tim Perancang UUD; Proklamator RI bersama Moh Hatta, Ketua PPKI (Wakil Ketua PPKI Moh Hatta) dan; Soekarno menjadi Presiden Pertama RI dan Moh Hatta Wakil Presiden Pertama RI, yang dipilih secara Aklamasi oleh PPKI sebagai badan pendiri negara (A.B Koesoema: 2013) Pidato Sukarno 1 Juni 1945 tentang Pancasila adalah puncak maha-karya intelektual dan ideologis Soekarno Tahap I sepanjang 1926-1945 (DBR; Jilid I, 1963).
“Konsepsi- materiil” Pancasila itu disampaikan Soekarno, yang intisaripokoknya adalah: Gotong-Royong merupakan sumber “konsepsi materiil” dari Asas, CiriKhusus dan Doktrin Sekber Golkar sebagai bagian dari Revolusi Fungsionil yang digagas Sukarno dan dijabarkan oleh Moh Yamin, Roeslan Abdulgani, J.K. Tumakaka, Brigjen Djuhartono, Imam Pratignyo dan lain-lainnya antara lain dalam Seminar Pancasila 10-17 Februari 1959 di Yogyakarta.
Dalam konteks itu secara konstitusional, keberadaan gololongan-golongan fungsional, terlahir dari “rahim” UUD negara RI, ialah UUD 1945 asli. Pancasila suatu hogger op trakking setingkat lebih tinggi daripada idologi-ideologi lain di dunia ini (Soekarno: 1960).
Dalam Dewan Nasional RI, yang didirikan Presiden Sukarno 1952 untuk mengimbangi Kabinet RI yang berorientasi pada “politik-dagang sapi” era demokrasi liberal, “diakomodasi-lah” kelompok golongan fungsional yang tersinggkir, karena berlakunya Konstitusi RIS dan UUDS 1950 serta tidak berlakunya lagi UUD 1945 pada tanggal 27 Desember 1949, dimana unsur golongan-golongan itu, tersingkir.
Dalam Dewan itu, ditetapkan kriteria dan pengelompokan golongan fungsional yang merupakan “cikal-bakal” Sekber Golkar. Pada 21 Februari 1957 Pukul 20.05 melalui RRI, Presiden Sukarno mengumumkan “Konsepsi Presiden” yang mengkritik habis sistem demokrasi liberal dan membangun konsep baru untuk Indonesia berkepribadian dengan semangat Gotong Royong.
Salah satu implemnetasi dari Konsepsi Presiden tersebut di bidang politik, adalah konsolidasi golongan-golongan fungsional mulai 1952 hingga menjadi Sekber Golkar 20 Oktober 1964 dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menetapkan RI meninggalkan UUDS 1950 dan kembali ke UUD 1945, pembentukan DPRGR/MPRS dan DPAS, yang diisi golongan-golongan fungsional, pada 20 Oktober 1964 didekalerasikan menjadi Sekber Golkar.
Kemudian di dalam Feith (1995) dikonstrukan sistem Demokrasi Terpimpin dimana keberadaan golongan fungsional itu, dimasukkan secara resmi ke dalam DPRGR dan MPRS berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945, khususnya pasca dibubarkannya Maysumi dengan Keppres No. 200 tahun 1960 dan PSI dengan Keppres No. 201 tahun 1960 sebagai pelaksanaan Penpres No. 7 tahun 1959 tentang Syarat-Syarat Penyederhanaan Kepartaian.
Konstruksi sistem Demokrasi Terpimpin terdiri atas badan-badan eksekutif dan pertimbangan; badan-badan perwakilan/permusyawaratan dan; organisasi massa (Feith: 1995). Sejak itulah golongan fungsional di dalam level masyarakat-pun terus dikonsolidasikan sejalan dengan pengkonsolidasian-nya dalam struktur-negara hingga pada level masyarakat lahir Kosgoro, MKGR, Soksi, Gakari dan lainlainnya, yang dideklarasikan 20 Oktober 1964 sebagai Sekber Golkar.
Deklarasi itu oleh beberapa Deklarator Utama selain Deklarator lainnya, yaitu: JK Tumakaka, Brigjen Djuhartono dan Drs. Imam Pratignyo. Sekber Golkar menjadi Anggota Front Nasional yang didirikan lebih dulu dengan Perpres No. 13 tahun 1959 tentang Front Nasional pada 31 Desember 1959.
Ketua Umum Front Nasional adalah Pemimpin Besar Revolusi Indonesia (PBR)/Presiden Soekarno dan Sekjen Front Nasional, adalah JK Tumakaka merangkap Menteri Negara RI. Sedangkan Ketua Umum Sekber Golkar yang Pertama adalah Brigjen Djuhartono (seorang
perwira tinggi Soekarnois dan Ketua Tim Penyususn Buku “Wejangan-Wejangan Revolusi” Bung Karno) menjadi Wasekjen I Front Nasional dan Wakil Ketua Umum Pertama Sekber Golkar Drs. Imam Pratignyo sebagai Wasekjen 2 Front Nasional. PBR/ Presiden Soekarno menjadi Ketua Dewan Pembina Pertama Sekber Golkar 1964-1968. Mayjen Suharto menjadi Anggota Dewan Pembina di urutan terakhir. PBR/Presiden RI/Ketua Dewan Pembina Sekber Golkar telah memerintahkan Letjen A Yani mengadakan dan mengurus pelaksanaan Apel Raksasa Sekber Golkar/golongan fungsional, yang harus terselenggara 20 Oktober 1965, “satu tahun sesudah” Deklarasi Sekber Golkar. Apel Raksasa itu tidak terjadi, lantaran Peristiwa G-30S PKI 1965 (JK Tumakaka; 293-295) dan Letjen A Yani yang ditugasi Presiden Soekarno mengurus persiapan Apel Raksasa itu, gugur dalam Tragedi Nasional 1965.
Sesudah Letjen Soeharto memegang Surat Perintah 11 Maret 1966 dan berdasarkan Ketetapan MPRS No. XLIX/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966 sebagai Presiden RI, yang dimana Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 itu, adalah Surat Perintah Presiden Panglima Tertinggi ABRI/ PBR/ Mandataris MPRS, maka Presiden Suharto memerlukan basis politik sipil penopang kekuasaannya.
Saat itu Presiden Suharto menolak usulan Mohamad Hatta Wapres Pertama RI tentang pendirian Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII) dengan alasan bertentangangan dengan penyederhanaan Kepartaian (Hatta: 1978; h. 177-180).
Namun Presiden Suharto, melakukan langkah bertentangan dengan alasan itu, dengan mengeluarkan Keppres RI No. 70 tahun 1968 tentang Pendirian Partai Muslimin Indonesia, yang dianggap Presiden Suharto sebagai upaya mengakomodir aspirasi kelompok Masyumi yang telah dibubarkan tahun 1960 pasca Pemberotakan PRRI/ Permesta.
Meski demikian, kelompok Masyumi “garis keras” menolak dan tidak mengakui Parmusi sebagai wadah baru mereka.
Parmusi tetap berjalan dipimpin Djarnawi Hadikusumo dan Lukman Harun, dan dikemudian hari oleh Mintareja, S.H dan Jaelani Naro, S.H hingga terjadinya fusi dalam PPP tanggal 5 Januari 1973 sebagai Kelompok Spiritual-Material (NU, Parmusi, PSII dan Perti) dan fusi Kelompok Material-Spiritual pada 10 Januari 1973 menjadi PDI (PNI, Partai Katholik, Parkindo, Murba dan IPKI) yang diteruskan sesudah Reformasi 1998 menjadi PDI Perjuangan.
Namun atas masukan dari para penasihat-politik Presiden Suharto segera dilakukan De-Sukarnoisasi atas Sekber Golkar melalui “operasi-khusus” dengan antara lain; mengganti Ketua Umum Sekber Golkar dari Brigjen Djuhartono (Deklarator) kepada Mayjen Suprapto Sukowati yang lebih moderat menghadapi Pemilu 1971 dengan kemenangan Sekber Golkar 62,80 persen berkat “operasi-khusus” militer, birokrasi dan dukungan eks PNI dan eks PKI yang “diselamatkan” (Crouch; 1972 dan 1984) dan kekuatan-kekuatan anti komunis Pasca Tragedi Nasional 1965.
Dalam politik De-Sukarnioisasi itu, Ketum Pertama Sekber Golkar Brigjen Djuhartono sempat dipenjarakan tanpa proses apapun oleh penguasa baru selama 2,5 tahun, Waketum Pertama selama 3,5 tahun dan JK Tumakaka selama 5,5 tahun dan baru dibebaskan selesai Pemilu 1971.
Sedangkan Ketua Dewan Pembina Sekber Golkar dijabat oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX sejak 1968-1978. Dalam Munas I Sekber Golkar Oktober 1973 di Surabaya, Sekber Golkar berubah menjadi Golkar sebagaimana dikenal dimasa Orde Baru.
Presiden Suharto barulah menjadi Ketua Dewan Pembina Golkar mulai 1978 hingga Munaslub Golkar tanggal 9 – 11 Juli 1998 dan berjasa membesarkan Golkar sebagaimana tercermin dari judul buku “Suharto Murid Penerus Ajaran Politik Sukarno” (Janis; 2012).
Sejak itu Partai Golkar menyesuaikan pada Reformasi 1998 dengan melakukan sebuah metamorphosis menjadi Partai Golkar 21 Februari 1999 dan bertumbuh dengan segala dinamikanya hingga saat ini 2025 menuju 2029 dan In Shaa Allah hingga akhir zaman.
Walau demikian pada 1999-2001, Partai Golkar nyaris dibekukan dengan Maklumat Presiden RI tanggal 23 Juli 2001 demi pelaksanaan Reformasi total dan membersihkan Reformasi dari anasir-anasir Orde Baru menurut Presiden Abdurrachman Wahid, yang kemudian pembekuan itu Dinyatakan Tidak Sah dengan Ketetapan MPR No. I/MPR/2001 tentang Sikap MPR terhadap Maklumat Presiden RI tanggal 23 Juli 2001.
Kita bersyukur berkat Rahmat Allah S.W.T melalui Ketua Umum DPP Partai Golkar saat itu Akbar Tandjung, selamatlah Partai Golkar hingga saat ini di bawah Kepemimpinan seorang anak rakyat yang fenomenal di luar klan-politik apapun, ialah: Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan perpektif baru memahami konstruksi Sejarah, Asas, Ciri Khusus dan Doktrin Partai Golkar, maka dapat disampaikan sebagai berikut: Sejarah Partai Golkar, tidak dimulai 20 Oktober 1964 saat Deklarasi Sekber Golkar.
Namun dengan pendekatan institusionalisasi kelembagaan dari pengorganisasian Sekber Golkar, sesungguhnya dimulai 1952 saat didirikannnya Dewan Nasional RI oleh Presiden Sukarno;
1.Dengan pendekatan pemikiran politik, ideologis, philoshopisch, dan sosiologis, maka gagasan golongan-golongan fungsional itu, sudah ada sejak 1926-1933 oleh Sukarno dan hingga keberadaannya dalam UUD 1945 asli Pasal 2 ayat 1;
2. Ketua Dewan Pembina Pertama Sekber Golkar dijabat PBR/Presiden Sukarno 1964-1968, masa 1968-1978 dijabat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan masa 1978-1998 dijabat oleh Presiden Suharto;
3. Penggagas utama, Penggerak Utama dan Pendiri Utama berdirinya Sekber Golkar, adalah: Soekarno. Namun masa 1968-1969 melalui “operasi khusus” dilakukan politik de-Sukarnoisasi atas Sekber Golkar dimana salah satu tindakannya, adalah mengganti Ketua Umum Pertama Sekber Golkar Brigjen Djuhartono (perwira tinggi Sukarnois) dengan Mayjen Suparapto Sukowati yang lebih moderat.
Tindakan berikut, adalah; Ketua Umum Pertama Sekber Golkar Brigjen Djuhartono, Waketum Pertama Drs. Imam Pratignyo dan JK Tumakaka Deklarator Utama Sekber Golkar dipenjarakan oleh penguasa baru hingga selesai Pemilu 1971 tanpa proses apapun (WawancaraSarwono Kusumaatmadja 17 Mei 2020, keluarga, sahabat dan tetangga dekat JK Tumakaka 20 Mei 2020 dan tiga buku JK. Tumakaka);
4. Presiden Suharto memunyai jasa membesarkan Golkar dan Akbar Tanjung berjasa menyelamatkan Partai Golkar dari turbulensi-politik pasca Reformasi 1998, Alhamdulilah Partai Golkar Selamat dan sekarang dipimpin oleh seorang anak rakyat yang fenomenal di luar klan-politik apapun yakni; Bahlil Lahadalia menuju 2029 meraih kejayaan Partai Golkar. {}
Oleh: Prof. Dr. Drs. Adv. Ganjar Razuni, S.H, M.Si, Deputi I Balitbang DPP Partai Golkar & Guru Besar Ilmu Politik Universitas Nasional