Strategi Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia Kurangi Impor LPG Dengan Pemanfaatan Jargas

Berita Golkar – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, meninjau kesiapan pasokan energi jelang Idulfitri 2025 di Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Selasa (25/3/2025). Salah satu fokus peninjauannya yaitu distribusi jaringan gas bumi (jargas) rumah tangga di Rumah Susun (Rusun) Grudo, yang telah menggunakan jargas selama beberapa tahun terakhir.

Dalam kunjungan tersebut, Bahlil mengunjungi salah satu penghuni rusun dan tak canggung untuk menggoreng telor menggunakan jargas. Ia menegaskan bahwa penggunaan jargas merupakan salah satu strategi utama pemerintah dalam mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).

“Pemerintah akan lakukan program (jargas) yang masif ini untuk menurunkan impor LPG. Selain menggunakan jargas, ada juga substitusi LPG ke Dimethyl Ether (DME),” ujarnya.

Bahlil mengungkapkan bahwa pemanfaatan jargas di Indonesia masih tergolong kecil, meskipun penggunaannya lebih hemat hingga 40% dibandingkan LPG. Saat ini, jargas baru tersedia di 86 kota/kabupaten, sementara di Jawa Timur sendiri, baru sekitar 6% dari total potensi pasar yang memanfaatkannya.

Padahal, menurut Neraca Gas Indonesia 2022-2030, rata-rata pasokan gas bumi nasional mencapai 15.087 mmscfd, sedangkan kebutuhan hanya sekitar 11.615 mmscfd. Dengan surplus tersebut, potensi pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan rumah tangga masih sangat besar.

Pemerintah pun terus berupaya memperluas jaringan gas dengan membangun integrasi pipa gas dari Sumatera hingga Jawa. Investasi pembangunan pipa gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) dan Duri-Sei Mangkei (Dusem) menjadi langkah strategis untuk menyalurkan gas dari Wilayah Kerja (WK) Agung dan WK Andaman. Gas tersebut nantinya akan disalurkan ke industri maupun langsung ke rumah tangga melalui jargas.

Jika proyek ini selesai, diperkirakan sebanyak 300 ribu rumah tangga di sepanjang pipa gas Cisem dan 600 ribu di wilayah Dusem akan mendapatkan sambungan jargas. Pemerintah menargetkan pengembangan jargas hingga 5,5 juta sambungan pada 2030. Dengan pencapaian tersebut, impor LPG diproyeksikan turun sebesar 550 kilotons per annum (ktpa), yang berpotensi menghemat subsidi LPG hingga Rp5,6 triliun per tahun.

Hingga 2024, total sambungan jargas rumah tangga yang telah terpasang mencapai 703 ribu melalui pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta 240 ribu sambungan dari sumber non-APBN.

Lebih Hemat dan Praktis

Suhartini (62), warga Rusun Grudo lantai 2, merasakan langsung manfaat jargas dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengaku lebih nyaman menggunakan jargas dibandingkan LPG 3 kg yang harus diganti secara berkala.

“Kalau pakai LPG kan, misal habis, harus naik turun tangga dengan gowo (membawa) tabung gas beli di warung. Tapi kalau pakai jargas, tidak perlu repot gonta-ganti tabung gas,” ujarnya.

Selain kepraktisannya, Suhartini juga merasakan penghematan biaya dengan jargas. Dengan jargas, ia hanya mengeluarkan sekitar Rp30 ribu per bulan, sedangkan jika menggunakan LPG, ia bisa menghabiskan hingga Rp40 ribu untuk dua kali pengisian tabung 3 kg.

Keunggulan lain yang ia rasakan adalah kenyamanan saat memasak, terutama saat sahur. Ia tidak perlu khawatir gas habis tiba-tiba seperti saat menggunakan LPG. {}