Berita Golkar – Ketua DPD Partai Golkar Jabar Tubagus Ace Hasan Syadzily mengajak para santri untuk berpolitik dalam kerangka merawat kebangsaan, bukan pada konteks politik praktis.
Begitu dikatakan Ace Hasan, saat menjadi pemateri pada Halaqah Internasional Milad Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Falah Cicalengka Nagreg Ke-53 dan Haul Mu’assis (alm) KH. Q. Ahmad Syahid di Komplek Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Falah 2 Nagreg Bandung, Kamis (10/8).
Menurutnya, ada misi besar yang harus dilakukan oleh para santri dalam merawat kebangsaan ini antara lain adalah siyasatud dunya (mengatur urusan dunia) dan hirasatud din (menjaga agama).
“Tadi sekilas apa yang disampaikan oleh Mbak Yenny (Yenny Wahid) disebutkan bahwa politik yang kita maksud adalah untuk kemaslahatan bangsa, bukan politik praktis,” kata Kang Ace begitu sapannya, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi.
“Sewaktu saya di pesantren diajarkan oleh guru saya almagfirah KH. Ilyas Ruchyat, matan Rois Syuriyah PBNU, politik itu tujuannya ada dua yakni membangun kemaslahatan dunia dan menjaga agama sebab itu kita para santri harus berpolitik,” tambahnya.
Dia menerangkan, segala bentuk kehidupan ditentukan oleh proses politik. Undang-undang Pesantren misalnya itu hasil keputusan politik. Sehingga fungsi dan peran pesantren dalam kehidupan berbangsa dan negara bisa diwujudkan.
“Jangan sampai negara lupa terhadap pesantren padahal yang mendirikan negara ini salah satunya adalah para ulama dari pesantren,” terangnya.
Merawat keragamaan dalam kerangka menjaga negara kesatuan republik Indonesia, kata Kang Ace, pesantren telah lama mengajarkan penghormatan terhadap perbedaan pendapat.
“Contoh mengajarkan perbedaan pandangan di lingkungan pesantren misalnya, dalam kitab-kitab yang diajarkan selalu ada istilah ‘kama qola’ (seperti yang dikatakan) atau waqila (dan seseorang mengatakan) dan lain-lain,” jelasnya.
Ia kemudian mengutip cendikiwan Islam, Al-Mawardi dalam bukunya Al-Ahkam al-Sultaniyyah, tentang pentingnya merawat kebangsaan tersebut. Bahwa politik kaum santri itu adalah dalam kerangka “Tasharruful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil maslahah” bahwa kepemimpinan atau politik itu harus semata-mata dalam rangka pelayanan yang berlandaskan kepada kemaslahatan bersama (umum).
“Bahwa politik yang dimaksudkan adalah sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian, dengan mengutamakan kepentingan umum (maslahah). Ini mencerminkan ide bahwa kepemimpinan politik seharusnya dilakukan dengan tujuan memajukan kemaslahatan bersama, bukan hanya berfokus pada kepentingan pribadi atau golongan tertentu,” ujarnya.
Kang Ace yang dalam kesempatan itu membawakan materi terkait ‘Peran Pondok Pesantren Dalam Moderasi Politik Bangsa’ memaparkan, Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yakni mencapai 237,56 juta jiwa.
“Selain didukung besarnya jumlah penduduk Muslim, Indonesia juga memiliki faktor pendukung lain yang strategis bila dibandingkan dengan negara lain, yaitu faktor adanya lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren,” katanya.
Di hadapan Khadimul ‘Aam Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Falah, KH. Cecep Abdullah Syahid, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI itu menyebutkan, bahwa pesantren memiliki tujuan antara lain meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berdaya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan warga negara dan kesejahteraan sosial masyarakat. Hal itu sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Menurut catatannya, jumlah pesantren di Indonesia mencapai 39.043 dengan jumlah santri mencapai 4,08 juta orang. Sementara jumlah pesantren di Jabar sebanyak 12.121 atau tertinggi se Indonesia. Sehingga untuk itu UU Pesantren menjadi sangat dibutuhkan.
“Melalui UU Pesantren, penyelenggaraan Pendidikan Pesantren diakui sebagai bagian dari penyelenggaran pendidikan nasional. UU Pesantren memberikan landasan hukum bagi rekognisi terhadap peran Pesantren dalam membentuk, mendirikan, membangun, dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pungkasnya. {sumber}