DPP  

Henry Indraguna Meminta Respon Cepat Pemerintah Terkait Tarif Impor Trump 32%

Berita GolkarKebijakan tarif impor 32% yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada 2 April 2025 dan akan berlaku mulai 9 April 2025 terus jadi sorotan. Politisi Partai Golkar Prof Dr Henry Indraguna SH MH memuji sekaligus mengkritisi respon pemerintah Indonesia menanggapi kebijakan ekonomi Uncle Sam tersebut.

Menurut Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar, respon yang dilakukan pemerintah saat ini belum bisa menyelamatkan buruh dan pelaku UMKM. Apalagi eksekusinya masih tahap rencana. Rakyat Indonesia akan menjadi pihak yang paling menderita akibat kebijakan proteksionisme “America First” ini jika pemerintah Indonesia lamban bergerak.

“Dampak paling nyata adalah harga barang naik, daya beli rakyat tertekan. Data terkini sudah ada 40 ribu pekerja yang PHK per Februari 2025 berdasarkan data Apindo. Sektor tekstil, alas kaki, dan elektronik yang bergantung pada ekspor ke AS terpukul keras,” kata Prof Henry kepada suarakarya.id di Jakarta, Senin (7/4/2025).

Prof Henry juga mengingatkan bahwa pelemahan rupiah yang kini berada di level Rp 16.995 per dolar AS berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di BCA per pukul 22:38 WIB yang berpotensi tembus Rp17 Ribu membuat harga bahan impor, termasuk pangan dan kebutuhan sekunder turut melonjak.

“Rakyat yang hidup dari gaji harian atau usaha mikro jadi korban utama. Pengeluaran mereka membengkak, tapi pendapatan stagnan,” ungkap Prof Henry.

Data ekonomi memperkuat kekhawatiran ini. Ekspor Indonesia ke AS, yang menyumbang 10,5% dari total ekspor non-migas, terancam anjlok hingga 20%, berpotensi memangkas PDB sebesar 0,4%. UMKM sebagai rantai pasok industri ekspor juga kehilangan pesanan, memperparah tekanan ekonomi di tingkat lokal.

“Pedagang kecil dan pengrajin yang selama ini jadi tulang punggung ekonomi masyarakat kini omzetnya turun drastis,” beber Wakil Ketua Umum DPP Bapera ini.

Meski begitu, ia tetap mengapresiasi beberapa langkah pemerintah yang cukup antisipatif dan responsif terhadap kebijakan Trump yang memicu sentimen negatif dunia ini.

Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini menyebutkan diplomasi ke Washington, diversifikasi pasar ke China, India, dan Asean, serta komitmen BI menjaga stabilitas rupiah patut diapresiasi. Ada pula rencana hilirisasi dan menghidupkan 80 ribu koperasi desa adalah langkah taktis untuk menjaga ekonomi domestik.

Birokrasi Tidak Efisien

Prof Henry juga menyoroti pendekatan birokrasi yang boros dan cenderung tidak efisien. “Rapat lintas kementerian cuma lebih banyak membuang dana APBN. Anggap saja satu kali rapat menghabiskan Rp500 Juta, 10 kali rapat bisa menyedot anggaran hingga Rp5 Miliar. Maka duit itu sejatinya bisa memberikan subsidi buruh atau UMKM. Dan bukan menjadi laporan tebal menumpuk yang tak selesai-selesai tindak lanjutnya,” tandas Prof Henry.

Dia memberikan masukan kepada pemerintah agar bisa bertindak cepat dengan memanfaatkan data yang sudah ada. Seperti statistik ekspor-impor dan laporan Apindo, daripada menghabiskan waktu untuk hitung-hitungan ulang.

“Rakyat tidak butuh rapat berulang-ulang lagi. Tapi yang diperlukan adalah aksi nyata. Percepat negosiasi di WTO dan alihkan anggaran rapat tersebut untuk bantalan sosial. Jangan sampai kita kalah cepat dari negara tetangga,” tegasnya

Profesor dari Unissula Semarang ini kemudian menyebut sebuah prinsip yang disampaikan ekonom John Maynard Keynes.

“Dalam jangka panjang kita semua mati. Pemerintah harus sadar, menunda aksi hanya memperpanjang penderitaan rakyat yang sudah tak tahan menunggu,” ucap Doktor Ilmu Hukum UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini.