Berita Golkar – Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri mengatakan, penundaan penerapan penuh kebijakan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS) merupakan peluang strategis yang harus dimanfaatkan Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan nasional.
“Penundaan tersebut menjadi peluang bagi Indonesia untuk melakukan diplomasi proaktif agar kepentingan-kepentingan nasional kita bisa diamankan,” kata Dyah dalam Forum Diskusi Denpasar 12 secara daring, Rabu (16/4/2025), dikutip dari MetroTVNews.
Pemerintah, menurut Dyah, telah menyiapkan delegasi yang akan diberangkatkan ke AS untuk melanjutkan negosiasi dan menyampaikan posisi nasional secara komprehensif.
“Masa jeda ini harus kita manfaatkan untuk memperjuangkan perlakuan tarif yang adil serta mengidentifikasi sektor-sektor prioritas yang perlu dilindungi. AS adalah mitra dagang strategis dan penundaan ini membuka ruang untuk pendekatan diplomatik yang lebih terstruktur,” terang Dyah.
Ia menyebut sejumlah sektor padat karya seperti tekstil, garmen, alas kaki, kelapa sawit, komponen elektronik, hingga otomotif sebagai sektor yang paling terdampak dan perlu mendapat perhatian khusus. Sektor-sektor tersebut bukan hanya berorientasi ekspor, tetapi juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar terutama di daerah-daerah.
Tiga Pendekatan Strategis
Karenanya, pemerintah telah menyiapkan tiga pendekatan strategis sebagai respons, yaitu, diplomasi aktif, solidaritas regional, dan diversifikasi pasar. Indonesia, imbuh Dyah, mendorong dialog terbuka dengan AS, tidak hanya di tingkat federal, tetapi juga negara bagian dan pelaku industri mereka yang bergantung pada rantai pasok dari Indonesia.
Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan negara-negara ASEAN. Dyah mengungkapkan, pertemuan virtual menteri perdagangan ASEAN baru-baru ini menghasilkan pernyataan bersama yang menekankan pentingnya ASEAN’s centrality and unity dalam menghadapi tekanan tarif dari AS.
“Indonesia juga mendukung inisiatif Malaysia untuk membangun dialog terstruktur dengan AS dan sedang menyusun analisa teknis atas dampak kebijakan tersebut,” terang Dyah.
Selain itu, Indonesia sedang menyelesaikan lima perjanjian dagang penting sebagai bagian dari strategi diversifikasi pasar, yaitu Indonesia-Canada CEPA, Indonesia-Peru CEPA, Indonesia-EU CEPA, Indonesia-Iran PTA, dan Amandemen Protokol IJEPA.
“Ini bukan hanya respons terhadap kebijakan AS, tetapi bagian dari strategi jangka panjang kita yang sudah dirancang sejak awal,” jelas Dyah. {}