Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid Ungkap 19 Persen Lahan di Jateng Belum Bersertifikat

Berita GolkarMenteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyebut 19 persen lahan di Jawa Tengah belum bersertifikat. Ia berharap sertifikasi terus didorong untuk mengantisipasi adanya konflik.

Hal itu diungkapkan Nusron setelah bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi di kantor Gubernur Jateng, Semarang.

Dia menyebut pertemuan dengan Gubernur dan kepala daerah di Jateng itu terkait koordinasi tentang pelayanan pertanahan dan kebijakan tentang tata ruang di Jawa Tengah. Termasuk memetakan potensi-potensi publik dan potensi-potensi investasi dan sebagainya.

“Salah satu poin yang paling menonjol adalah pertama masih ada 19 persen dari total 2,2 juta hektare tanah di Jawa Tengah yang belum terpetakan dan tersertifikasi. Dan ini bisa menjadi rentan konflik pada kemudian hari kalau tidak segera dipetakan dan disertifikasi. Dan ini juga harus membutuhkan kerja sama dan kolaborasi dengan Pak Gubernur dan Bapak-bapak Bupati serta Kepala Daerah yang lain,” kata Nusron di kantor Gubernur Jateng, Jalan Pahlawan Semarang, Kamis (17/4/2025), dikutip dari Detik.

Dia menjelaskan 19 persen lahan atau sekitar 418 ribu hektare itu statusnya ada tanah negara, tanah masyarakat, atau tanah adat. Bahkan yang sudah bersertifikat pun ada yang tidak memiliki peta perbatasan.

“(19 persen lahan) Status kepemilikannya ada tanah negara juga ada tanah masyarakat yang masih dalam bentuk persil-persil. Kalau di sini letter C, tanah adat yang masih menggunakan surat keterangan desa. Nah, ini yang perlu segera kita disekulerisasi,” jelas Nusron.

“Selain itu masih ada 348 ribu hektare tanah yang masuk kategori KW 456. Artinya ada sertifikatnya tapi tidak ada peta kadastralnya. Lampirannya itu enggak ada. Ini potensi konflik ke depan kalau nggak segera diatasi. Cara ngatasinya bagaimana? Pemegang sertifikat tersebut kita harapkan segera daftar ulang ke kantor pertanahan masing-masing. Kalau diperlukan minta diukur ulang,” imbuhnya.

Selain itu, Nusron juga mendorong pemanfaatan lahan tidak produktif untuk investasi. Hal itu juga bisa memanfaatkan tanah yang Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) sudah habis. Kepala daerah dari Gubernur hingga Bupati Wali Kota harus berkolaborasi sehingga investasi bisa masuk dengan menyiapkan lahan yang jelas.

“Pemanfaatan tanah-tanah yang tidak produktif. Tanah-tanah yang tidak produktif. Dan tanah-tanah yang sifat HGU maupun HGB yang sudah habis. Artinya investor sebelum masuk pertama kali yang dilihat adalah lokasinya di mana dan lokasi itu adalah tanah. Kemudian status hukumnya bagaimana dan itu juga adalah di tempat kami, maka kita petakan bersama,” jelasnya.

Kemudian terkait tata ruang atau Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di Jawa Tengah, Nusron menyebut targetnya 322 RDTR. Kejelasan RDTR juga penting untuk menarik investasi.

“Di Jawa Tengah targetnya 322 RDTR dari target nasional 2000. Dari 322 itu baru 60 yang sudah ada RDTR. Nah, sisanya ini kita sepakat demi untuk memajukan investasi masuk karena tidak mungkin akan ada investasi masuk kalau RDTR-nya itu tidak jadi,” ujar Nusron.

“Kami harapkan dalam waktu tiga tahun kekurangan RDTR di Jawa Tengah sudah bisa kita selesaikan dengan mengedepankan prinsip-prinsip produktifitas terutama pada dimensi ketahanan pangan,” imbuhnya.

Namun ia menegaskan RDTR yang disusun tidak boleh menabrak lahan untuk pertanian. Terlebih lagi jika lahan pertanian yang sudah masuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dimanfaatkan untuk keperluan lain.

“Jangan sampai RDTR-nya nanti menabrak lahan sawah. Dimana lahan sawah apalagi yang sudah LP2B diubah menjadi lahan industri, lahan pemukiman maupun lahan pendidikan. Yang itu akan menggangu ketahanan pangan,” tegasnya. {}