Sosok Hebat Melki Laka Lena: Dari Aktivis Mahasiswa Ke Gubernur NTT Yang Pro Rakyat

Berita GolkarNama Emanuel Melkiades Laka Lena mungkin tak terlalu akrab di telinga publik nasional satu dekade lalu. Namun di Nusa Tenggara Timur (NTT), Melki—begitu ia akrab disapa—kini menjelma menjadi salah satu figur politik paling berpengaruh, menandai kiprahnya dari aktivis mahasiswa hingga resmi terpilih sebagai Gubernur NTT periode 2024–2029.

Dengan rekam jejak panjang dalam organisasi, parlemen, dan gerakan sosial, Melki mewakili wajah baru kepemimpinan daerah yang menyatu antara idealisme dan kerja nyata. Lahir di Kupang pada 10 Desember 1976, Melki menghabiskan masa kecilnya berpindah-pindah antara Kupang, Kisol, dan Ende.

Pendidikan formalnya dimulai di SDK Don Bosco 3 Kupang, berlanjut ke SMP Seminari Pius XII Kisol, dan lulus dari SMPK Ndao Ende. Ia kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Farmasi Kupang dan menuntaskan pendidikan sarjana serta profesi apoteker di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pada 2002. Semasa kuliah, Melki aktif di Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), bahkan sempat menjabat Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat pada 2002–2004.

Perjalanan politiknya tak dimulai secara instan di Partai Golkar. Di partai berlambang pohon beringin ini, ia meniti karir mulai dari jabatan Wakil Sekjen DPP hingga akhirnya dipercaya menjadi Ketua DPD I Golkar NTT. Kiprahnya semakin menonjol ketika pada Pilgub NTT 2013, ia dicalonkan menjadi Wakil Gubernur mendampingi Ibrahim Medah oleh DPP Golkar. Meski pasangan ini kalah, kehadiran Melki membuka babak baru dalam politik NTT karena ia dinilai mewakili generasi muda dan representasi perubahan. Selain itu, Melki juga tercatat sebagai salah satu deklarator Ormas NasDem.

Puncak dari kerja kerasnya datang pada Pemilu 2019, ketika Melki terpilih sebagai anggota DPR RI dari Dapil NTT 2 dengan raihan 56.942 suara. Ini menjadi tonggak penting karena ia langsung dipercaya menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan, ketenagakerjaan, dan kependudukan.

Di komisi ini, Melki memainkan peran sentral dalam reformasi sistem kesehatan nasional, terutama dalam pembenahan tata kelola JKN dan BPJS. Ia memimpin Panja RUU Kesehatan yang kemudian disahkan menjadi UU Kesehatan serta mendorong peningkatan akses pelayanan kesehatan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

Kontribusinya di bidang kesehatan bagi NTT tidak main-main. Melki turut memperjuangkan pembangunan RSUP dr. Ben Mboi di Kupang, pembangunan enam RS Pratama, lebih dari 50 puskesmas prototipe, serta distribusi bantuan alat kesehatan, obat-obatan, dan rapid test ke berbagai fasilitas layanan publik.

Ia juga menginisiasi vaksinasi Covid-19 gratis bagi lebih dari 200.000 warga NTT, bantuan Program Indonesia Pintar, Program Kartu Prakerja untuk 819 peserta, serta dukungan ekonomi bagi ratusan kelompok masyarakat dalam bentuk program padat karya, rumah layak huni, dan pelatihan kerja.

Kehadirannya di lapangan pun konsisten. Saat bertemu masyarakat, ia tak segan mendengar langsung keluhan, tak peduli apakah yang datang bersandal jepit atau berdasi. Dalam momen kampanye Pilgub NTT 2024, ia bahkan meluangkan waktu khusus mendengar aspirasi seorang remaja milenial di lobi hotel, dan itu cukup menggambarkan pendekatannya yang merakyat.

Sikapnya tersebut menuai simpati dari masyarakat lintas usia dan latar belakang, termasuk dari sosok seperti Sri Amelia, seorang warga Jawa yang mengaku kagum dengan komitmen Melki pada isu kesehatan di NTT.

Pada Pilkada 2024, Melki maju sebagai calon gubernur berpasangan dengan Johanis Asadoma. Pasangan ini berhasil mengungguli kandidat lain dengan perolehan suara 37,33 persen. Meskipun pelantikannya sebagai gubernur ditunda karena proses administratif dan sengketa beberapa daerah, Melki tak tinggal diam. Ia tetap menjalankan tugas de facto dengan turun langsung ke lapangan, termasuk meresmikan Rumah Sakit Pratama Amfoang di perbatasan negara.

Bersama Wakil Gubernur Johanis Asadoma, Melki Laka Lena menghadirkan visi “NTT Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera, dan Berkelanjutan”, sebuah kerangka kerja besar yang tak hanya menjanjikan janji kampanye, melainkan menawarkan arah baru pembangunan NTT secara struktural dan menyeluruh.

Mereka tak sekadar menanam slogan, tetapi langsung mengeksekusi berbagai program terobosan sejak awal masa jabatannya. Langkah awal yang mereka pilih begitu jelas: membangun fondasi pelayanan publik yang menyentuh lapisan terbawah masyarakat, dari desa terpencil hingga sentra ekonomi daerah.

Dalam 100 hari pertamanya, Melki dan Johni langsung memacu implementasi enam program unggulan sebagai quick win, termasuk penguatan Posyandu dan pemberdayaan kader kesehatan guna menekan angka stunting yang masih tinggi, serta pembangunan Rumah Sakit Jiwa terpusat sebagai respons atas banyaknya kasus Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selama ini tak tertangani layak.

Pendekatan yang mereka lakukan bukan tambal sulam, melainkan rekonstruksi sistematis. Salah satunya terlihat dari program “One Village One Product”, di mana setiap desa dan kelurahan didorong menciptakan produk unggulan berbasis potensi lokal, mulai dari hasil pertanian, kerajinan, hingga kuliner khas, yang kemudian dikembangkan melalui Koperasi Merah Putih sebagai ekosistem produksi dan distribusi.

Di saat yang sama, program pemberantasan buta huruf dan pendidikan untuk anak putus sekolah menjadi perhatian serius, terutama terhadap lebih dari 200 ribu anak usia sekolah yang selama ini tercecer dari sistem pendidikan formal.

Untuk menyentuh aspek kesejahteraan keluarga, Melki juga menggulirkan rencana makan siang gratis yang selaras dengan kebijakan nasional, namun dengan sentuhan lokal—mengintegrasikan petani dan UMKM sebagai penyedia bahan pangan, sehingga tercipta sirkulasi ekonomi dari hulu ke hilir yang inklusif.

Apa yang dikerjakan Melki bukan sekadar program populis; ia menyusun pembangunan daerah berdasarkan tujuh pilar fundamental yang menjadi tulang punggung arah kebijakan jangka panjang. Pilar itu mencakup pembangunan infrastruktur berkelanjutan untuk membuka akses wilayah-wilayah terisolasi, peningkatan layanan kesehatan dan jaminan sosial agar masyarakat tidak terjerat kemiskinan struktural, serta transformasi pendidikan untuk menjawab tantangan kualitas sumber daya manusia.

Tidak berhenti di sana, pilar lainnya adalah peningkatan kesejahteraan sosial, pengelolaan sumber daya alam secara bijak dan berwawasan lingkungan, penguatan ekonomi lokal berbasis desa, serta tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Melki memandang bahwa perubahan tidak akan datang dari pusat, tetapi dari unit terkecil: desa, sekolah, posyandu, koperasi. Maka dari itu, seluruh programnya selalu memiliki benang merah yang mengaitkan pembangunan mikro dengan transformasi makro.

Komitmen Melki juga terlihat dalam langkahnya mengembangkan energi terbarukan. Ia mendorong eksplorasi dan pemanfaatan potensi geotermal yang besar di Pulau Flores dan wilayah-wilayah lain di NTT sebagai bagian dari solusi energi hijau dan berkelanjutan. Pengembangan ini tak hanya bertujuan menyuplai energi untuk kebutuhan domestik, tetapi juga sebagai daya tarik investasi industri ramah lingkungan.

Seluruh langkah ini dilakukan di bawah koordinasi erat dengan pemerintah pusat. Melki pun rutin berdiskusi dengan Bappenas dan kementerian teknis untuk memastikan setiap kebijakan provinsi memiliki dukungan fiskal dan legal dari pusat. Ia tak membangun NTT sendirian, melainkan membentuk jejaring sinergi lintas sektor, lintas level pemerintahan, hingga ke mitra pembangunan internasional.

Sosok Melki Laka Lena adalah gabungan dari visi strategis, pengalaman organisasi, kerja konkret, dan kepekaan sosial. Ia telah membuktikan bahwa politik bukan hanya soal jabatan, tapi soal kehadiran dan keberpihakan. Dengan latar belakang apoteker, aktivis, dan politisi, Melki menunjukkan bahwa kepemimpinan bisa dibentuk dari integritas, kapasitas, dan konsistensi.

Sebagai Gubernur NTT, Melki membawa harapan baru: membangun NTT dari pinggiran, memperkuat sistem layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan, serta menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih inklusif bagi semua kalangan. Perjalanan kariernya adalah cermin bahwa figur muda pun bisa menjadi pemimpin yang mampu menjawab kebutuhan zaman. Dan NTT, kini, punya sosok yang bersedia mendengarkan dan senantiasa bekerja.

Leave a Reply