Berita Golkar – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, memastikan bahwa rencana pemerintah mengalihkan impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura tidak akan menimbulkan pelanggaran kontrak dagang.
Menurutnya, transaksi impor BBM oleh Indonesia selama ini dilakukan lewat mekanisme pasar spot, bukan kontrak jangka panjang.
“Impor itu tidak ada kontrak. Impor itu adalah spot, barang ada dibeli. Jadi bukan berarti putus kontrak dalam waktu sekian,” ujar Bahlil saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (9/5/2025), dikutip dari WartaEkonomi.
Bahlil menjelaskan bahwa pengalihan impor akan dilakukan secara bertahap. Untuk tahap awal, realokasi dari Singapura diproyeksikan bisa mencapai 50 hingga 60 persen. “Bertahap ya. Tahap sekarang mungkin bisa sampai 50–60 persen. Dan mungkin suatu saat akan nol, kenapa tidak?” tambahnya.
Ia menyebut harga BBM dari Singapura sudah tidak lagi kompetitif karena setara dengan harga dari negara-negara Timur Tengah. Padahal, secara geografis, Singapura jauh lebih dekat ke Indonesia. Saat ini, impor BBM dari Singapura masih dominan, yaitu sekitar 54 hingga 59 persen.
“Setelah saya cek kok harganya sama dibandingkan dengan dari negara Middle East. Ya kalau begitu kita mulai berpikir bahwa mungkin, bukan kata ‘mungkin’ lagi nih, sudah hampir pasti, kita akan mengambil minyak dari negara lain yang bukan dari negara itu (Singapura),” tegasnya.
Lebih lanjut, Bahlil menegaskan bahwa langkah ini tidak hanya didasari pertimbangan harga, tetapi juga faktor geopolitik dan geoekonomi. Pemerintah ingin menjaga keseimbangan pola impor BBM dengan membuka ruang bagi negara lain untuk menjadi pemasok utama. “Kita kan harus juga membuat keseimbangan bagi yang lain,” pungkasnya. {}