Berita Golkar – Komisi IV melakukan jaring masukan terkait Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, di IPB University dalam rangka memperkaya substansi dan implementasi revisi UU tersebut.
Dalam kesempatan itu, Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam menyusun revisi UU Pangan ini.
“Penyusunan revisi UU Pangan tidak bisa dilakukan secara serampangan. Kata ‘pangan’ memiliki cakupan luas yang erat kaitannya dengan sumber daya alam. Jangan sampai satu sektor mendapatkan keuntungan, sementara sektor lain justru mengalami kerugian,” ujar Firman Subagyo kepada Parlementaria, di IPB University, Bogor, Jawa Barat, Kamis (8/5/2025).
Dalam diskusi bersama tujuh profesor IPB yang menjadi narasumber utama, disorot isu penting mengenai diversifikasi dan substitusi pangan. Firman menekankan bahwa pangan bukan hanya beras atau nasi, melainkan terdiri dari berbagai sumber yang layak dikembangkan dan dikonsumsi masyarakat.
“UU Pangan harus seperti makan bergizi—tidak hanya berisi nasi, tetapi juga lauk pauk. Artinya, tidak hanya petani yang diperhatikan, tetapi juga nelayan dan peternak harus mendapatkan manfaat langsung dari penerapan UU ini,” tegas Politisi Fraksi Partai Golkar ini, dikutip dari laman DPR RI.
Ia juga mengingatkan bahwa swasembada pangan tidak akan tercapai tanpa penghentian alih fungsi lahan pertanian yang terus terjadi secara masif setiap tahunnya. Selain itu, ia mengkritisi menurunnya perhatian terhadap infrastruktur pendukung pertanian di Indonesia.
Firman mendorong agar hasil riset dan kajian dari perguruan tinggi seperti IPB University ini agar dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah sebagai dasar penyusunan kebijakan. Salah satu temuan menarik dari Prof. Herman, menurut Firman, adalah bahwa beras tidak harus berasal dari padi.
Ini membuka peluang besar untuk mengembangkan alternatif sumber pangan lokal yang lebih beragam dan berkelanjutan.
“Kita harus mendorong ketahanan dan kedaulatan pangan nasional dengan mengandalkan produk dalam negeri, bukan impor. Revisi UU ini harus menjadi momentum meningkatkan kesejahteraan petani dan semua pelaku sektor pangan,” pungkasnya. {}